Well … ketika kini anda dan saya – kita semua
– telah berada di penghujung triwulan ke-empat masa pandemi COVID-19. Belum
puas juga rasanya membahas segala
konklusi solusi dalam menghadapi problematika dan romantika kehidupan
sehari-hari. Di poin ini, khususnya kita rakyat sebagai penikmat layanan penanganan
pemerintah dengan common practise ciri khas Indonesia.
Apakah implikasinya terhadap masyarakatnya?
Ya, pada twiwulan pertama pandemi COVID-19, para
pekerja masih belum dalam kehilangan pekerjaan tetapi telah kehilangan
penghasilan. Mau tidak mau untuk bisa bertahan, kita ganti watang memberdayakan diri mendapatkan sumber pendapatan yang
baru. Pitutur luhur dari bahasa Jawa ini secara harafiah artinya ganti batang. Apabila
diterjemahkan secara luas adalah ganti pekerjaan untuk mendapatkan kehidupan
yang lebih baik. Setiap orang hidup menghadapi pilihan-pilihan masing-masing. Kekinian,
mungkin pada awalnya daripada menganggur ingin bekerja secepatnya apa saja asal
kita bisa mandiri, berpenghasilan untuk membayar biaya hidup dan cicilan.
Setelah dalam kurun waktu tertentu dirasa tidak cukup baik perkembangannya maka
kitapun ingin pindah haluan. Apapun boleh dilakukan oleh setiap orang. Selama
masih memungkinkan seseorang harus mencari apa yang lebih baik untuk
kehidupannya.
Di-zaman saya berkarir ada istilah Kutu
Loncat. Citra negatif yang berarti seseorang pindah-pindah atau berganti
pekerjaan seenaknya pada pekerjaan dan jabatan yang sama. Kalau ini dilakukan,
kita akan menjadi kutu loncat yang tak pernah sempat membangun karir. Sehingga
sepanjang hidup kita hanya sibuk mencari-cari kerja. Tidak pernah fokus dan
tidak pernah betah dengan pekerjaannya. Saya ada menyinggung sedikit tentang
ini di Buku Hotelier
Stories Catatan Edan Penuh Teladan sub judul nomer 2. Takkan Lari Cita-Cita
Dikejar.
Bagaimana dengan tahun 2020 ini?
Justru kita dipaksa untuk ganti watang menambah profesi yang
sebagian besar menjadi entrepreneur
UMKM. Pebisnis mikro dalam cakupan kuliner dan sembako. Banyak yang gugur dalam
perjalanan entrepreneurship ini.
Tetapi banyak juga yang mencapai titik nyaman dan telah berpikir untuk
mempatenkan usahanya. Fokus menjadi pebisnis, entrepreneur dan dapat membuka lapangan kerja. Di Bali yang 85%
adalah pekerja pariwisata, sebagian kecil saat ini sudah memutuskan untuk tidak
menjadi pencari kerja lagi. Ganti Watang Permanen, Alih Profesi sebagai solusi.
KITA
semua sudah paham, semua kesusahan dalam masa pandemi COVID-19 ini disebabkan
oleh terbatasi ruang gerak secara global. Masyarakat, baik pengusaha mau pun pekerja hanya dalam posisi
bertahan hidup selama dua triwulan berturut-turut. Untuk pemulihan ekonomi
kuncinya hanya ada di pandemi.
Aksi
pemerintah melakukan percepatan dengan membuka akses lintas-batas domestik
masih terhambat dengan peningkatan area-area yang secara paparan angka menunjukkan peningkatan resiko tertular
dari sang virus tipe super-spreader ini. Pemerintah telah menawarkan dan
melakukan aksi solusi berjenjang.
Kalau kita
amati, masa pandemi di Indonesia bisa menjadi lebih lama lagi, karena faktor ketaatan
masyarakatnya.
Mengapa bisa
tidak taat?
Pasalnya penduduk
kehilangan penghasilan dan harus tetap bergerak —terutama yang bergantung pada
penghasilan harian—.
“Tetaplah
bergerak supaya kau tidak tenggelam.” Begitu kata salah satu kata bijak. Maka tidak ada
pilihan,
interaksi jual-beli harus tetap berlangsung, bahkan naik tajam di area mikro — UMKM–.
Selanjutnya,
kita yang mengikuti berita dan menelisik data-data yang disampaikan oleh para
juru bicara pemerintah dan otoritas terkait, sekarang sudah bisa mengambil
kesimpulan.–
Ini bisa menjadi suatu kelegaan karena parameternya tersedia–.
Secara umum
bisa dikatakan pemerintahan NKRI dalam menanggulangi pandemi COVID-19 saat ini
fokus pada
ketersediaan vaksin. Penanggulangan berdasarkan adanya vaksin, “bukan” terhadap pandeminya, walau pun pemerintah daerah berkoordinasi
dengan pemerintah pusat melakukan PSBB – lockdown
locally – termasuk pembuatan peraturan dan payung hukumnya.
Yang menarik
dari sini adalah informasi “jadwal” ketersediaan vaksin. Sehingga
kemudian bisa kita perhitungkan dan tentukan periode pandemi COVID-19 di
Indonesia akan masuk dalam fase under-control
tertanggulangi. Kemudian diikuti pergerakan
pemulihan ekonomi dan kontraksi sektor industri pariwisata yang bisa bergerak lebih
awal.
Terkonfirmasi
Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah menandatangani Peraturan Presiden Nomor
99 Tahun 2020 tentang vaksin
COVID-19. Aturan
tersebut mengatur pengadaan dan pelaksanaan vaksin virus corona — rencananya dimulai pada akhir tahun
2020–.
Impor vaksin
COVID-19 tiba di Indonesia bulan
depan (November
2020). Vaksin virus corona yang didatangkan dari luar negeri tersebut tahap
pertama akan diberikan untuk tenaga medis atau garda depan.
Selain vaksin impor, Indonesia tengah
mengembangkan vaksin di dalam negeri. Vaksin tersebut saat ini masih dalam
tahap III uji klinis yang kemudian akan diproduksi secara massal oleh Biofarma.
Keputusan relevan dari hasil uji klinis masih harus kita tunggu sampai bulan
Desember mendatang. Kita semua tentu berharap
vaksin produksi dalam negeri dinyatakan berhasil. Dengan begitu, vaksin
bisa diproduksi secara massal pada Januari 2021. Masyarakat dengan risiko
tinggi kemungkinan mendapatkan vaksin pada awal tahun depan, triwulan pertama
memasuki tahun baru.
Baru-baru
ini dari hasil berbincang bersama Direktur Riset CORE Indonesia, Piter A.
Redjalam pada webinar iDEATE, saya mendapatkan insight
tentang dampak pandemi bagi perekonomian bangsa. Pak Piter pada penutupan
presentasinya menyuntikkan semangat akan adanya kontraksi di sektor industri
pariwisata Bali, bahkan mampu menyampaikan periodenya.
CORE adalah
kependekan dari Center of Reform on Economics atau terjemahannya Pusat
Pemulihan Ekonomi Nasional. Sedangkan acara webinar berbayar diprakarsai oleh
KHAS Studio dengan moderator Elprisdat Zen yang juga adalah Managing
Director studio tersebut.
Berita
baiknya,
tinggal satu langkah lebar lagi untuk masuk ke momentum “pemulihan ekonomi nasional”. Tentunya termasuk industri pariwisata dimana Bali sebagai fokus
utama untuk percepatan.
Status under
control adalah triwulan pertama 2021 karena sudah ada vaksin untuk garda
depan.
Lalu masuk
triwulan kedua mulai April 2021, kita
sudah masuk masa pemulihan/recovery dengan vaksin
buatan Indonesia sendiri mulai dipakai.
Selanjutnya
pada triwulan ketiga pada Juli 2021,
bisa dipastikan lalu lintas pariwisata
sudah meningkat dengan perhitungan pemulihan ekonomi telah berjalan dan
mayarakat mulai berpenghasilan baik.
Sehingga
pada triwulan keempat mulai bulan Oktober 2021 akan ada lonjakan minat
berwisata yang utuh. Permintaan sudah bisa dikatakan menuju normal karena
euforia para pelaku wisata untuk melakukan perjalanan.
Apa
rekomendasi kita terhadap pemerintah dalam konsep pentahelix pariwisata untuk
memasuki triwulan per triwulan?
Ini adalah
momentum. Jangan sampai dilewatkan.
Saat pandemi
berakhir pemerintah hendaknya siap dengan program-program pemulihan ekonomi.
Salah satu untuk
mendukung pariwisata adalah memberikan berbagai diskon tiket pesawat dan saran
transformasi lainnya yang diluncurkan lebih awal,— early-bird.
Jadi, apakah
pekerjaan rumah kita dalam dua triwulan
ini supaya bisa tepat waktu masuk ke masa recovery yang secara logis
realistis kita perhitungkan di atas kertas?
Fokus
pada penanggulangan wabah dengan keterlibatan seluruh lapisan masyarakat.
Pemerintah
turut andil untuk memberikan jaring pengaman sosial dan meningkatkan ketahanan
masyarakat terdampak
Pemerintah
memberikan bantuan untuk meningkatkan ketahanan dunia usaha.
NEGARA Kesatuan Republik Indonesia, dengan
17.504 pulau, secara
de facto terdiri dari 34 provinsi. Di dalamnya ada 416 kabupaten dan 98 kota atau 7.024
daerah setingkat kecamatan dengan
81.626 daerah setingkat desa. Populasi
hampir
270.054.853 jiwa pada tahun 2018. Mari kita tunggu pengumuman hasil sensus
penduduk 2020 yang dilakukan secara online
— hasilnya akan
diumumkan sebelum tahun 2020 berakhir—.
Berita
hari ini yang saya baca, dari 34 provinsi, terekam 15 provinsi di Indonesia tidak
terjadi penambahan kasus positif COVID-19 (data per 5 Juni 2020). Berarti, hampir 50% provinsi di Indonesia sudah
tidak ada penambahan kasus positif baru. Kabar baik.
Bagaimana
dengan kepariwisataan
setelah era
pandemi? Kalau di kumpulkan sudah ada ratusan prediksi
perilaku dan bisnis yang akan berkembang berkenormalan baru dengan pemikiran life after COVID-19
Di dalam
bukunya berjudul “Kepariwisataan
Berkelanjutan Rintis Jalan Lewat Komunitas”, tertuang pemikiran pak I Gede Ardika, Menteri Pariwisata
2000 – 2004.
Pak Ardika
mengulas bagaimana pembangunan pariwisata di Indonesia yang bertumpu pada
konsep, prinsip-prinsip, serta cita-cita dan tujuan sebagai bagian integral
dalam pembangunan nasional.
Mulai ulasan
makna dan hakikat kepariwisataan, falsafah kepariwisataan yang berakar pada
kearifan lokal. Serta
contoh konkrit dari beberapa wilayah di Indonesia, diantaranya Yogyakarta dan Bali. Sebagai ilustrasi, Pak Ardika
mencontohkan sejumlah desa wisata yang berhasil menerapkan nilai-nilai dasar
dalam upaya mensejahterakan kehidupan mereka di antaranya; Desa Wisata Pentingsari di kaki Gunung Merapi Daerah
lstimewa Yogyakarta dan Desa Pemuteran, Kabupaten Buleleng, Bali.
Pak Ardika
melalui buku ini juga menyampaikan bahwa nilai-nilai dasar yang dijadikan
sebagai acuan (di antaranya dalam UU Kepariwisataan No.10 Tahun 2009 yang telah
memasukan Kode Etik Kepariwisataan Dunia) dalam kepariwisataan nasional itu
bukan ilusi kosong semata. Prinsip-prinsip ini telah diterapkan dalam
mengembangkan kepariwisataan pedesaan berbasis masyarakat di Indonesia.
Alternatif
jawaban dalam mewujudkan cita-cita itu adalah kepariwisataan berbasis
komunitas, yaitu masyarakat sebagai pelaku.
Insight kepariwisataan adalah alat pembangunan
yang strategis dan inklusif. Kepariwisataan menyentuh beragam aspek sekaligus menciptakan
ekosistem yang membutuhkan keterlibatan
seluruh kelompok masyarakat. Cita-cita dan tantangan kepariwisataan di Indonesia
adalah mewujudkan kepariwisataan yang bertanggungjawab dan berkelanjutan dari
sisi ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan.
Lalu apa
panduan dan peran UNWTO
dalam pengembangan kepariwisataan
Indonesia yang erat kaitannya dengan Prosedur Tetap (Protap)
COVID-19 standar WHO untuk pelayanan
kesehatan?
Sampai
disini, pembahasan akan menjadi sangat serius dan saya serahkan ke tenaga
ahlinya saja. Saya hendak alih fokus, membawa sidang pembaca ke prediksi masa
depan yang membawa kita ke tatanan baru dalam bersosialisasi.
Berdasarkan
dari begitu banyaknya informasi tertulis yang saya baca, melihat
gambar juga menonton
video, banyak tata cara ditawarkan, kemudian membawa saya kilasbalik ke
masa lalu. Saya generasi yang mengalami jamannya Indonesia susah tahun 70 –
80an. Tahun 2020 ini kok saya rasakan ada kemiripan. Mungkin ada diantara
sidang pembaca yang satu generasi dengan saya dan bisa menambahkan informasi.
Di Sekolah
Dasar waktu itu, saya mendapatkan pembagian sumbangan jatah susu bubuk dalam
kantong plastik bening yang tidak ada mereknya. Katanya –waktu itu– yang dibagikan adalah susu kedelai.
Juga pengganti nasi di rumah namanya bulgur. Saya sudah lupa seperti apa rasa
bulgur itu.
Maka dengan
banyaknya wacana aturan baru dalam bersosialisi yang sedang dibuatkan payung
hukum, maka saya mikirnya, ini circle of
life. Pengulangan masa lalu sesuai jamannya.
The time is always right to do what
is right. Masanya
senantiasa tepat untuk melakukan hal-hal yang benar. Di masa tahun 70 – 80 an
itu, mobil dan kendaraan umum tidak ber-AC. Kita menikmati sirkulasi udara natural.
Apa bedanya dengan rekomendasi saat ini yang mengajari kita untuk mendapatkan
sirkulasi udara sehat dengan membuka pintu dan jendela di waktu-waktu yang
memungkinkan. Juga mengepel lantai dengan desinfektan.
Tentang Kuliner
Di jaman
saya,
restoran juga jarak antar meja nya cukup jauh. Di celah tempat duduknya bisa
papasan dua orang dengan berjalan tegak, tidak pakai memiringkan atau
mencondongkan tubuh. Bahkan ada restoran yang mememasang sekat antar meja,
menjaga privasi.
Dan apa
rekomendasi dari protap COVID-19
sekarang?
Ya, mengatur
meja restoran berjarak 1.5 – 2 meter.
Sehingga kapasitas tempat duduk berkurang sekitar 50% dibandingkan
pengaturan sebelum pandemi COVID-19 mewabah.
Kemudian
dari edaran Tas Siaga COVID-nya
BNBP, saya jadi ingat,
kalau beli makanan dari gerobak pinggir jalan di sepanjang jalan Senopati
Jakarta. Makannya
di dalam mobil masing-masing dan bisa dipastikan setiap pembeli
menyiapkan alat makan
sendiri.
Di masa
kini, kita yang sudah kena globalisasi, gerobak makanan kita sebut Food Truck. Karena yang pedagang di
trotoar kaki lima sekarang menggunakan bagasi mobilnya untuk menata makanan
jualannya.
Satu lagi,
bahan makanan yang dianjurkan adalah organik dan sebisanya menghindari makanan cepat saji.
Ya, di masa
lalu, —
belum jamannya berbagai macam obat-obat kimia dalam bidang pertanian dan perkebunan. Pertumbuhan
dan kesuburan alami dengan menggunakan pupuk kandang.
Bioskop
Yang menarik
adalah bioskop. Yang punya mobil akan ke Drive-In
Cinema dan yang lainnya akan ke gedung bioskop luar-ruang misbar singkatan
dari gerimis bubar di masa kecil saya. Sekarang disebut nobar kependekan dari
nonton bareng. Ini dunia hiburan yang akan trendi di banyak kota besar.
Pelesir
Yang saya
bayangkan, pangsa pasar pertama yang
akan melakukan perjalanan pasca COVID adalah
keluarga-keluarga kecil. Dengan mobil-mobil yang cukup untuk ber-enam. Mobil pariwisata adalah mobil
terbuka dan jenis-jenis mobil ber-AC yang muat untuk enam penumpang dengan
sekat antara sopir dan penumpang. Seperti limousine service dan taxi di beberapa negara
Eropa.
Di jaman
saya tahun 70 – 80an, bahagianya naik colt
diesel itu tanpa AC pulang-pergi Malang – Surabaya atau piknik bersama
keluarga ke tempat-tempat lain berjarak tempuh sekitar empat jam.
Kemudian traveling menjadi hal yang mewah dan
mahal. Ngurus surat ini itu dan ngisi form
ini itu termasuk harus suntik vaksin sesuai aturan destinasi yang dituju. Apa
bedanya dengan wacana dan peraturan yang sedang disusun saat ini?
Lebih jauh
lagi, bagaimana
dengan cara kerja dan pemikiran marketing
industri perhotelan dan pariwisata saat ini dan beberapa bulan ke depan
menghadapi COVID-19 under control dan program recovery-nya?
Faktanya
pangsa pasar tidak mendukung secara global. Penawaran yang sedang beredar
adalah Cost
Price
Long
Staying, dan gencar dengan Pay Now Stay Later.
Semua
strategi ini tentunya telah diperhitungkan dengan matang oleh menejemen
perusahaan masing-masing. Mode bertahan hidup. Ini semacam aksi yang sama
dimana-mana, sea of similarity.
Akhirnya,
bagaimana rencana masa depan kepariwisataan termasuk aksi jangka pendek dan
panjangnya?
Bukan lagi
inovasi yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dalam persiapan meluncurkan
kembali perjalanan dan pariwisata berkelanjutan dunia. Melainkan membuka akses
lintas batas seperti sebelumnya dan melonggarkan segala peraturan rumit yang
disiapkan oleh masing-masing pemerintahan di seluruh dunia. Dengan prioritas jaminan
kesehatan untuk semua tingkat kemampuan ekonomi wisatawan di semua destinasi
tetap di urutan nomer satu dan biayanya terjangkau.
Seiring dengan mendunianya wabah COVID-19 dalam hitungan hari, saat ini topik paling panas di seantero jagad adalah Stay Home You Safe Lives. Jargon berupa tagar atau hashtag termasuk #DiRumahAja milik Indonesia dan #TravelTomorrow milik UNWTO.
Ada lagi jargon yang lain?
Satu lagi yang sedang viral di dunia adalah #WhenWeTravelAgain. Editor perjalanan di
Irish Independent bernama Pol O Conghaile @poloconghaile yang memulai tagar
tersebut di Twitter. Tagar ini
mendapatkan banyak reaksi sebab menandakan kebebasan dan memberikan gambaran
masa depan
Kemudian, mestinya kita semua pekerja pariwisata
dan perhotelan mempunyai pertanyaan selanjutnya seperti:
Apakah dampak COVID-19 bagi Indonesia?
Kira-kira pola traveling pasca pandemi seperti apa ya?
Untuk ini, saya memikirkannya dari sudut pandang
optimis #ExcitedForTomorrow. Saya menaruh harapan untuk esok hari, membuat
cita-cita baru, yaitu NEW SKILLS – beberapa keahlian baru selama masa karantina
mandiri #DiRumahAja.
Di luar kesadaran kita, momentum wabah COVID-19
ini membuat kita semua mengerjakan banyak hal secara digital. Kita mulai dari
pelajar yang harus belajar di rumah dan sebagian tutorialnya dengan cara tele-conference. Kemudian, pekerja
dengan status WFH – Work From Home,
pertemuan hariannya secara live tele-conference
menggunakan tool Zoom dari
masing-masing gadget.
Lebih jauh lagi, golongan menengah ke bawah jadi
belajar untuk berbisnis di lingkungannya. Sementara ojol dan beragam fasilitas digital makin menunjang banyak orang
untuk belajar bisnis. Disini termasuk kita-kita yang pada belajar berbelanja konsumsi
makanan melalui online. Situasi ini bisa terjadi karena dipaksa oleh keadaan
harus tinggal di rumah plus jaga jarak aman.
Jadi pasca COVID-19, Indonesia akan aman, maju
dan malah lebih sehat.
Bisnis menyebar ke daerah, bisnis menengah ke bawah
tumbuh, dan swadesi meningkat. Inilah yang saya sebut konsep percepatan
“digitalisasi
revolusi industri gen 4.0 menggunakan momentum wabah COVID-19”.
Transaksi menggunakan uang fisik kertas dan koin
akan jauh berkurang, karena sudah tersedia virtual
payment gateway. Pembayaran instan tunai yang menguntungkan penjual karena
cash flow tetap berjalan, dan memberi manfaat juga kepada pembeli karena tidak
perlu menyimpan uang kembalian yang dicurigai mengandung banyak virus
karena telah dipegang banyak tangan dalam peredarannya.
Mari kita lanjutkan fokus ke pola traveling
dan tuntutan traveler pasca CoVID-19. Sudah pasti tuntutan traveler nomer satu terhadap suatu destinasi adalah sehat, aman dan
nyaman. Ya urutan nomer satu menjadi “sehat” menggantikan yang sebelumnya
“aman”.
Dengan mengusung pengetahuan tentang COVID-19 ini
yang melarang kita untuk menyentuh permukaan-permukaan barang, dan harus rajin
cuci tangan, maka jalan keluarnya adalah “personalized
all services” dan salah satunya adalah Go
Digital.
Beragam teknologi untuk pelayanan sudah
dipikirkan, dikembangkan dan tersedia saat ini. Untuk customer service dengan menghargai dan menjaga health conciouscustomer,
maka layanan harus dilakukan dalam jarak aman.
Jadi,
banyak barang cetakan yang berupa directory,
informasi, promosi, menu restoran, menu room-service
dan delivery service dan banyak lagi
harus digitalkan. Kemudian materi digital tersebut bisa diakses langsung oleh
customer dari handphone
masing-masing. Inilah solusi gen 4.0 yag murah berfaedah dan memberikan
kenyamanan kepada customer karena tidak perlu menyentuh barang yang sudah
dipegang banyak orang. Kebiasaan sesuai generasi nya yang tadinya kita sebut hubbing, selfish karena tidak
berinteraksi dengan orang lain, sekarang menjadi SAH!.
Untuk menghadapi era revolusi industri
4.0 yang masih tergolong baru ini, diperlukan persiapan dan pelatihan khusus
yang mendukung. Kita sudah mulai
dibiasakan beribadah yang menampilkan pimpinan umat atau imam agama di rumah
masing-masing dengan live-streaming. Kemudian ber-olah raga ala klub kebugaran
pun dipandu dengan live streaming. Diantara banyak perusahaan yang terpuruk,
saat ini bisnis penyedia jaringan internet yang meraup penghasilan paling
tinggi sesuai kebutuhan masyarakat dunia.
Pernah merasakan kalau kita kehabisan pulsa?
Pasti kita tidak mau kejadian tersebut terulang lagi.
Saat ini, Indonesia sudah mulai menggarap revolusi
industri 4.0, terlihat dari banyaknya perusahaan yang telah menerapkan
sistem jaringan internet untuk memudahkan akses-akses informasi internal,
pengawasan karyawan, sampai pembukuan. Pastilah perusahaan semacam itu kita
sebut dengan istilah smart company. Kita sudah terbiasa dengan smartphone dengan segala fiturnya
bukan?
Di balik kemudahan standar era kekinian yang kita
rasakan di era komunikasi ini, dalam revolusi
industri 4.0, ada 9 teknologi yang menjadi pilar utama untuk
mengembangkan sebuah industri biasa menuju industri yang siap digital.
Saya percaya banyak diantra kita yang telah
mendengar sampai paham bahkan telah bekerja sama dengan piranti robotic ini. Diantaranya adalah:
1. Internet of Things (IoT)
2. Big Data
3. Argumented Reality (AR)
4. Cyber Security
5. Artificial Intelegence
6. Addictive Manufacturing
7. Simulation
8. System Integeration
9. Cloud Computing
Perilaku dan kebiasaan orang seluruh dunia akan
berubah menjadi new normal. Salah satunya adalah kita sendiri dan jangan
ragu lagi untuk bekerja sama dengan robot. Robot bukan untuk menggantikan
manusia apalagi customer service di industri pariwisata, tetapi cara kerja
robot dengan memori buatannya mempermudah banyak pekerjaan manusia terutama
perkerjaan yang sama dilakukan berulang.
Jadi tunggu apalagi mari #ExcitedForTomorrow bersiap #WhenWeTravelAgain
sambil menguasai #NewSkills pada saat
musibah wabah yang harus kita waspadai dan jalani telah berlalu.
Sama seperti arti sebuah nama, maka diskon pun memiliki sejumlah
makna.
Di dalam strategi sales & marketing, praktek obral diskon ini adalah untuk meningkatkan volume penjualan. Targetnya untuk mencapai revenue/omzet yang telah dianggarkan. Kalau obral diskon sudah dilakukan dan didalam proses penjualannya ternyata respon pasar kurang, maka sebaiknya praktek diskon itu dibatalkan di tengah jalan. Karena resiko-nya adalah malah akan mengurangi pendapatan bahkan sampai merugi kalau diteruskan.
Teman-teman pasti sering melihat Obral besar DISKON Sampai
90% di banyak pasar swalayan seperti Metro,
Centro dan beberapa lagi. Tujuannya hanya
untuk mengosongkan gudang, dan menjual sampai serendah biaya produksi. Disini
kita mengabaikan unsur estetika tren mode dan kualitas.
Nah, yang saya tulis di atas lebih kepada teknik perdagangan
retail.
Di industri hospitality, kita harus lebih seksama untuk bermain-main dengan kata diskon ini. Karena ada beberapa etika sampai ke tingkatan filosofis. Kita dealing dengan beragam kelas dan komunitas customer.
Jenis customer khusus yang hendak saya angkat adalah customer yang harus kita kategorikan VIP (Very Important Person). Ini ada ke-khusus-an berdasarkan kebiasaan customer sehingga kita harus memasang plat VIP. Jenis customer ini adalah tipe orang yang hendak menunjukkan dirinya istimewa di tempat beliau-beliau mentraktir/ hosting/ entertaint rekan-rekan bisnis dan komunitasnya. Pasti, biasanya bukan anggota keluarga yang besertanya.
Di beberapa hotel dimana saya menjadi General Manager, tipe beliau-beliau adalah kelas pengusaha dan pemilik perusahaan. Dan diskon sangat penting bagi beliau-beliau ini. Mengapa? Bukan karena duitnya kurang, tetapi untuk menunjukkan bahwa beliau-beliau mempunyai keterdekatan dengan pimpinan dimana mereka men-traktir rekan-rekan bisnis ataupun komunitasnya. Beliau-beliau hanya membawa rekan-rekan bisnis dan komunitasnya dimana dia merasa nyaman dan sudah dikenal sehingga mendapat perlakuan khusus. Pastinya, sebelum itu semua terjadi, beliau-beliau sudah melakukan reservasi langsung kepada saya dan minta diskon. Pada saat pembayaran, beliau-beliau akan dengan lantang memberi komando kepada waiter (kalau beliau-beliau di restoran). Beliau-beliau ini biasanya akan bilang “Mas, minta bill-nya. Jangan lupa diskon-nya ya yang sudah dikasih Pak Jeffrey”.
Setelah selesai close bill, beliau-beliau wajahnya tampak puas dan sumringah bahagia sambil menerima kembali credit card bersama nota konsumsinya. Klasik kalimatnya “tuh kan guwa kalau disini selalu dapet diskon dari Manager-nya. Lain kali kalau kalian kesini bilang guwa ya, biar guwa mintain diskon”
Jadi manajemen di hotel dan outlet semacam ini, kita harus memastikan bahwa tidak ada promosi diskon yang tersebar ke publik. Kalaupun ada, maka yang kita berikan harus di atas rata-rata diskon promo.
Penting kah hal
seperti ini?
Di dalam bisnis hospitality,ini PENTING BANGET! Ini adalah teknik customer service juga sales & marketing untuk mendapatkan repeat guest dan mengembangkan pangsa pasar melalui jaringan beliau-beliau yang sudah secara tidak sadar menjadi brand ambassador kita. Istilah kasarnya kita harus ngasih muka ke beliau-beliau yang menjadi loyal customer dan imbal baliknya mereka, kita kategorikan VIP. Jadi VIP treatment-nya ya jangan tanggung-tanggung. Pokok-nya harus full service dengan dedicated attendants yang siap dan sigap senantiasa. Diskon-diskonnya biasa masuk ke biaya marketing advertising & promotion Kategorinya apa? Mari kita pakai saja istilah radio, yaitu Ads-Lips.
Keren kan teknik diskon customer engagement ala selebriti gini. Tipe tamu seperti ini harus sering-sering hadir karena bisa mendongkrak revenue/omzet. Sebab beliau-beliau itu jarang sekali datang sendirian, selalu membawa massa atau grup kecil. Hubungan baik harus selalu dijaga. Tetapi, kalau hendak foto bareng dan apalagi untuk di-upload di media sosial, please harus minta ijin dulu. Jangan main candid. Ini urusan privasi.
Melanjutkan tentang diskon, salah satu merek ternama dunia Louis Vuitton , perusahaannya
mengambil keputusan untuk membakar Tas
dan produk lainnya yang tidak laku. Sebelum masuk proses pembakaran, sebelumnya
ada tahapan produk boleh di beli oleh karyawan dengan harga khusus. Tetapi
tidak boleh sampai dijual ke publik. Pemegang merek ini menjaga eksklusifitas
dan dengan mengremasi tas-tas-nya ini juga cara untuk mengatasi limbah
industrinya.
Teman-teman silakan cek sendiri harga produk brand
Louis Vuitton tersebut. Yang saya mengerti dalam ilmu hitung dagang,
proses penetapan harga sudah melalui proses perhitungan laba rugi dengan latar
belakang pemusnahan produk yang tidak laku.
Apakah teman-teman punya pengalaman dan pemikiran lain
tentang strategi diskon. Silakan di-sharing-kan di kolom komen yang
tersedia.
Buat saya, membahas ilmu customer
service adalah tiada habisnya. Materinya banyak banget, masih bisa
digali terus, dan tidak perlu dihafalkan, karena penggunaannya dinamis dan
situasional. Disini kita berbicara tentang sumber segala bisnis yaitu people
dengan spesifikasi everyone is unique.
Yang kita perlukan adalah menemui banyak orang supaya
mempunyai kesempatan berlatih dengan cara yang faktual, mengasah diplomasi yang
mengedepankan simpati dan empati tetapi harus logis.
Sehingga perlu saya sampaikan terlebih dahulu bahwa materi customer
service yang saya tulis kali ini, bukanlah kemudian yang mutlak paling
benar. Karena masih ada banyak lagi varian teknis taktis yang bisa saling
melengkapi pada saat yang tepat.
Sebagai ilustrasi; mengacu pada kasus customer di hadapan kita telah melantunkan nada tinggi dengan syair hafalannya yang indah, maka inilah saatnya kita, praktisi customer service dituntut untuk mampu melakukan harmonisasi, supaya nada tinggi si customer menjadi lebih seimbang dan enak didengar.
Caranya?
Praktisi customer service harus secara cepat
menyesuaikan situasi dan mengabaikan segala teori analisa tentang latar
belakang terjadinya komplain customer. Tentu kita tadi sudah mendengarkan
dengan seksama semua syair indah yang terlontar dari mulut customer sampai
mencapai oktaf tertinggi bukan?
Buat saya, sekarang untuk satu kasus ilustrasi ini, langkah recovery
yang harus kita lakukan adalah Agree – Apologize – Act artinya mari kita pergunakan
bahasa tutur diplomasi dengan pemilihan
kata yang tepat, sopan dan tegas. Contohnya sebagai berikut:
Setuju
bahwa customer benar dengan mengatakan “Bapak benar, kami menjanjikan pesanan Bapak siap hari ini”.
Minta
maaf dengan mengatakan “Sekali lagi
mohon maaf, karena terjadi keterlambatan dari pihak kami”
Aksi Solusi
menginformasikan batas waktu dengan mengatakan “Kami akan membereskan pesanan Bapak dan akan kami antar paling lambat
pukul tiga (3) sore sudah sampai di alamat Bapak”.
Apakah kemudian persoalan ini selesai?
Tentu saja kalau aksi solusi yang kita janjikan kita tepati. Mari kita pastikan pesanan telah diterima pihak pemesan dan kita hubungi customer sekali lagi untuk menanyakan kondisi pesanan yang diterima apakah sudah sesuai sekaligus memastikan kepuasan customer..
Panduan teknis selanjutnya.
Kita harus menghadapi customer bernada tinggi tersebut yang omongannya membuat kita gagal paham insight dari komplainnya. Pokoknya si customer nyerocos saja, dan kita tidak mengerti juntrungannya.
Pada kasus yang seperti ini, harus kita perjelas dengan mempertanyakan maksud komplain sebenarnya dari customer untuk kita bisa sampai ke penyebab sebenarnya dari masalah tersebut.
Misalnya, seorang customeryang tidak jelas dengan
menyampaikan kalimat “Anda tidak
peduli dengan customer!“.
Kalimat seperti ini tentunya sangat sulit kita pahami. Maka
kita harus mendapatkan jawaban dari pernyataan customer yang seperti ini
supaya dapat mulai menyelesaikan masalah.
Langkah jitu selanjutnya untuk praktisi customer service yang menghendelcustomer yang sedang melantunkan nada tinggi tersebut adalah jangan coba-coba mengancam/ menakut-nakuti customer tersebut. Sebagai gantinya, beri tanda aba-aba “berhenti” atau “stop” dengan telapak tangan terangkat keluar, atau bahkan paling gampang dan umum dan mestinya sopan kita juga bisa memberikan tanda “time out”. Ketika customer merespon sinyal kita, kemudian kita mengambil kersempatan mengucapkan sesuatu seperti “Mari kita lanjutkan berbicara dengan hal-hal yang fokus pada solusi komplain Bapak”
Yang terakhir dalam ilmu diplomasi menghadapi customer yang sedang melantunkan nada tinggi adalah penggunaan kalimat yag tepat. Hindari frasa yang menyebabkan pelanggan menampilkan tiga R dalam bahasa Inggris, yaitu Resentment – Reluctance – Resistance yang kalau dibahasa Indonesiakan menjadi Antipati, Enggan dan Malawan/Menantang.
Contoh kalimat yang harus kita hindari adalah “Kalau
begitu, Bapak harus ……”
Sebagai penggantinya, kita bisa mengatakan kepada customer dengan menggunakan kalimat untuk merekomendasikan agar kita melakukan sesuatu. Atau bahkan kita bisa minta customer melakukan sesuatu sebagai solusi.
Inti dari diplomasi dalam ilmu customer service adalah tutur bahasa yang baik dan jelas dan tegas. Ini berlaku di seluruh dunia dengan menggunakan bahasa apapun. Saat kita berkomunikasi dengan customer sangat penting untuk menggunakan istilah yang tepat tanpa multi tafsir. Jadi ya…Bagi kita menjadi sangatlah penting untuk menguasai bahasa nasional dengan tambahan bahasa asing lainnya. Di Indonesia sini misalnya tambahannya adalah menguasai bahasa Inggris verbal demi lancarnya komunikasi dan diplomasi.
Berikut di bawah ini, saya dapat memberikan beberapa contoh pernyataaan berhubungan dengan
pesanan dan pengiriman. Saya sajikan beberapa contoh kalimat yang harus dihindari
dan mengganti rangkaian kalimat dengan menggunakan kata-kata penggantinya yang
lebih tegas.
“Bapak akan segera menerima pesanan Bapak” atau
“Kami akan segera mengabarkan kepada Bapak”.
Kalimat yang lebih baik adalah “Bapak akan menerima pesanan Bapak pada jam 5 sore hari ini”
“Kami akan mempercepat pengiriman pesanan Bapak,”
Kalimat yang lebih baik adalah “Kami akan mengirim pesanan Bapak hari ini dengan menggunakan JNE Express
yang YES
(Yakin Esok Sampai)“
“Kami akan menelepon Bapak kembali,”
Kalimat Lebih baik adalah “Kami akan menelepon Bapak kembali sore ini pukul 5”
“Kami akan melakukan yang terbaik untuk Bapak” atau
“Akan kami usahakan”
Kalimat yang lebih baik ” Kami akan melakukan sesuai permintaan Bapak”
“Kami sedang mengerjakannya”
Kalimat yang lebih baik adalah “Kami sudah berkoordinasi dengan tim akunting untuk mempercepat proses pengecekan dan Bapak akan menerima jawabannya pada hari Jumat”
Demikian teman-teman sharing saya mengenai Ilmu Customer Service yang pernah saya praktekkan. Teman-teman pembaca silakan memberikan komen atau bahkan berbagi experience tentang Best Practises Customer Service di tempat kerja masing-masing.
#IndahnyaBerbagi dan semoga tulisan saya memberikan manfaat baik bagi teman-teman.
Hari Guru baru saja diperingati 25 November kemarin.
Rasanya, guru adalah sosok yang pernah hadir dalam
perjalanan hidup kita semua.
Kenangan dan cerita tentang mereka, pasti kita miliki dalam
beraneka versi.
Yuk, kita bagikan kenangan dan cerita tentang para guru kita
dulu, kepada dunia! Tertarik? Ini panduannya:
1. Tuliskan cerita, kenangan, atau
pengalaman tentang guru atau guru-guru (jika lebih dari satu orang) Anda saat
sekolah atau kuliah dulu, dalam Bahasa Indonesia, sepanjang maksimum 500 kata.
Diketik dengan font Arial 12, spasi 1,5, format kertas A4.