The Untold Hotelier Stories: One Night Stay di Hotel

Bulan Agustus mendatang, saya akan memasuki bulan ke-9 bekerja fulltime di Jember. Memasuki semester ke-2 tahun 2022 saat ini, di tengah maraknya istilah StayCation, DayCation, sebenarnya saya kangen dengan kembalinya kata Vacation, liburan dalam arti yang sebenar-benarnya.

Masa tinggal rata-rata tamu di tempat kerja saya yang city hotel adalah 1.1 malam. Aktivitas tinggi di 5 hari kerja dan tingkat hunian menurun di hari MInggu dan Senin. Behaviour ini sangat berbeda dengan tempat saya bekerja di destinasi resort, Bali. Masa tinggal tamu rata-rata adalah 3 – 5 malam tergantung kebangsaannya.

Kapan Anda terakhir kali jalan-jalan dan menginap di hotel?

Kali ini saya hendak mengungkap dibalik layar hotel operasional perihal tamu-tamu yang menginap satu malam. Peristilahannya adalah one night stay atau short stay.

Kira-kira demikian detilnya …

Room cost

Untuk hotel dengan rata-rata masa tinggal satu malam, biaya operasional kamar menjadi tinggi. Tentunya berpengaruh terhadap harga sewa harian kamar yang kelihatan kaku, non-negotiable. Day-use berbayar 50% dari harga sewa kamar per malam – setelah minimum satu malam menginap – itupun dengan kondisi kamar tidak di full supply tetap tidak berpengaruh terhadap pengurangan biaya.

(Kalau ada aturan lain, lain kali kita bahas di Best Practises mengenai Day-use ini.)

Ada untold stories atau cerita dibalik layar dalam operasional hotel yang tidak diketahui publik dalam urusan Housekeeping. Dalam hal ini bagaimana tingginya persentase tamu yang menjadi kolektor barang-barang berlogo yang dipasang di kamar hotel. Apabila tamunya seorang kolektor, maka amenities dan supplies akan diangkut semua termasuk sabun, shampoo, vanity. Bahkan ada yang sampai toilet tissue-pun dibawanya. Banyak tamu punya pemikiran adalah bagian yang sudah dibayar. Jamak, tamu merasa menjadi pembeli karena membayar, padahal terminologi “tamu” yang sebenarnya adalah orang yang datang untuk menginap (di hotel) dengan biaya sewa kamar harian, bukan menjadi pembeli. Sehingga sebagai tamu juga wajib mematuhi aturan rumah-tangga dimana mereka hadir sebagai penyewa, bukan pemilik. Hak sebagai penyewa berbayar adalah hak guna terbatas

image by zhaodeqin from pixabay

Mengapa penginap one night stay membuat cost factor tinggi?

Ya, salah satunya adalah yang saya sebut di atas yaitu si penginap adalah kolektor. Dan ada satu tahapan lagi yaitu pihak hotel harus membuang semua shampoo, sabun, amenities dan supplies bekas pakai. Ditambah stripping linen dan towels termasuk deep/spring cleaning. Alokasi biaya terpakai semua sampai ke bahan kimia pembersih. Apalagi dimasa pandemic COVID-19 ada penambahan refresh kamar dengan mematuhi aturan CHSE yang tentu saja ada penambahan biaya untuk me-ready-kan kamar untuk tamu-tamu status EA (Expected Arrival).

Tetapi ada juga dalam pengalaman kerja saya punya tamu long-staying yang gak mau rugi. Setiap hari amenities dan supplies minta replenish. Semua items termasuk toilet tissue, kopi, gula dll. dimasukkan koper loh! Demikian juga isi mini bar yang “included in the room rate”. Bahasa kami menyebut “tamune check-out ringkes-ringkes, tuntas tanpa batas”

Lalu bagaimana best practices untuk cost saving?

Sebenarnya paling mudah adalah dengan mendapatkan pangsa pasar dengan masa tinggal di atas rata-rata. Lumayan untuk tamu yang menginap dua – tiga malam, operasional housekeeping belum perlu mengganti supplies dan amenities secara total. Demikian juga laundry untuk linen. Sebenarnya management hotel kalau bisa memilih, pasti memilih tamu-tamu yang mempunyai masa tinggal “beyond than average”. Dengan demikian sales department mempunyai occupancy base dan tidak lelah mencari mencari bisnis baru secara harian untuk menggantikan yang check-out. Ada waktu untuk mikir strategi jangka panjang istilahnya. Cost saving beda dengan efisiensi ya. Karena istilah efisiensi adalah mengurangi beberapa jenis supplies dan amenities. Ini yang tidak boleh dilakukan karena menurunkan standar yang akan menyebabkan kenyamanan tamu berkurang.

Secara marketing, hotel management selalu ingin meningkatkan value untuk guest experience-nya. Sudah pasti yang bisa membedakan delivering value dari layanan hotel adalah repeat guests dan long staying guests. Loyal customer selalu penasaran untuk mendapatkan experience minimum sama dari sebelumnya. Tentunya mereka akan senang ketika ada peningkatan baik dalam layanan maupun penambahan fasilitas, karena mereka merasa mempunyai investasi dan akan rela membayar kenaikan harga.

Sekarang kita semua sudah tahu kan cara berhitungnya?

Jadi, please kalau sedang traveling nginepnya “beyond than average” ya. Selain itu bisa lebih memberikan review yang lebih komplit kalau pengalaman masa tinggal lebih lama. Dan satu lagi, kalau saya orangnya males packing, jadi tinggal menginap di satu tempat adalah pilihan.

Jember, 26 Juli 2022

Jeffrey Wibisono V.

Praktisi Perhotelan dan Consultant for Hospitality Industry di Indonesia

Juga tayang di

Share this:

Teknis Hotel “Re-Opening” 2021

Komitmen Telu Hospitality Learning and Consulting – sebagai salah satu Hospitality Tourism Consultant di Indonesia yang berbasis di Bali – adalah memfasilitasi Perusahaan Pemilik Hotel dan Restaurant untuk berkomunikasi yang intensif demi suksesnya proyek yang berjalan.

Pada tanggal 28 Desember 2020, sudah bisa diprediksi, bahwa Pemerintah NKRI akan melakukan tindakan penutupan semua perbatasan internasional sehubungan dengan munculnya Varian Covid-19 Inggris yang menjadi berita dunia di penghujung penutupan tahun ini.

Maka dari itu, konsekuensi untuk Hotel dan Restaurant yang Re-Opening, nomer satu yang harus diantisipasi di tahun 2021 dalam masa bisnis dan hidup harus berdampingan dengan pandemi COVID-19 – dengan mengindahkan panduan pemerintah setempat dan WHO – maka mplementasi dengan kontrol yang ketat terhadap PROKES (Protokol Kesehatan) atau CHSE (Cleanliness, Healthy, Safety dan Environment Sustainability).

Tahun pertama operasional re-opening bersama Telu Hospitality Learning and Consulting, tim konsultan dengan tuntutan profesionalitas dan penunjukan mampu melakukan pekerjaan termasuk

  • Operasional lanjutan proyek (berlaku sebagai owner’s representative untuk menindak lanjuti final punch list dan defects)
  • Memonitor pembentukan  management team yang terdiri dari EXECUTIVE COMMITTEE (MANAGEMENT TEAM / HOD) – sudah mulai bekerja mempersiapkan hotel untuk beroperasi minimum satu bulan sebelum hotel re-opening.
  • Set-up operasional hotel (mengacu pada agenda progress proyek dan bekerjasama dengan tim management/operasional)

Tim Konsultan dari “Telu” akan bekerjasama dengan operational  dan mendampingi management team:

  • Membuat dan mengembangkan penulisan Panduan Manual, P&P dan SOP (Standard Operating Procedures) sesuai konsep hotel yang dibangun.
  • Menentukan adjustment Service Culture, Organization Chart, Manning Guide & Recruitment
  • Role Play, Training Implementasi dan monitoring
  • Mempersiapkan Re-Opening Budget (3 versi dalam masa recovery COVID-19) dan meminta approval dari Pemilik Perusahaan
  • Mempersiapkan Financial Budget untuk tahun pertama hotel beroperasi kembali / re-opening, untuk kemudian dieksekusi oleh Pemilik Perusahaan
  • 5 year forecast (apabila figur pasar sudah bisa dibaca dan logis realistik)
  • Rekomendasi Account Services (Financial related)
  • Rekomendasi Maintenance Services
  • Rekomendasi Purchasing/ Procurement Services

Dikarenakan pekerjaan ini termasuk contingency plan, maka masa kerja bisa di-evaluasi per triwulan berdasarkan laporan tertulis yang tercatat secara teratur dan rutin.

Selain itu, Pemilik Perusahaan dan Management dapat mengembankan tugas tambahan terhadap Telu Hospitality Learning and Consulting misalnya

  • Project Assessment (Evaluasi Proyek) & Positioning
  • Vision Statement (didapatkan dari melakukan interview dengan owner mengenai arah business jangka panjang termasuk mimpi, konsep dan strateginya)
  • Mission Statement (dibuat pecahan-pecahan strategi jangka pendek untuk mewujudkan yang termaktub di Vision Statement)

Dalam Sales and Marketing oleh Management Team bisa ditentukan untuk memulai pekerjaan minimum satu bulan sebelum hotel re-opening. Task list termasuk

  • Analytical Digital Marketing dan Social Commerce
  • Marketing & Sales Action Plan
  • Persiapan launching program  Marketing
  • Aktivitas Public Relations dengan memberdayakan tim manajemen dan staff Top to Down (leading by example)
  • Membuka kerjasama dengan beragam komunitas.
  • Merekomendasikan dan Menetapkan Corporate Identity sesuai Service Culture
  • Advertising Services (Digital mode on)
  • Reservations and Representative Services

Catatan tambahan untuk lancarnya operasional termasuk penetrasi pasar domestik di 2021 sebagai aktivitas implementasi Sales & Marketing, maka Pemilik Perusahaan perlu menyiapkan working capital senilai nominal (misalnya 3 Milyar rupiah) untuk support kelancaran expense hotel selama 6 bulan berjalan.

Hal ini perlu dilakukan untuk antisipasi 6 bulan pertama re-opening sebelum ada revenue, working capital untuk mengelola cash flow salary dan pembayaran operational expense dan suppliers. Dana working capital bisa tidak terpakai apabila business wise dalam kondisi sehat.

Sebagai penutup di atas semua suksesnya suatu usaha dan upaya perusahaan adalah empowerment Sumber Daya Manusia yang solid. Paradigma perubahan attitude dan kinerja harus diseimbangkan. Bahkan manajemen perlu mempertimbangkan untuk memenuhi pemintaan pekerja untuk dipercaya untuk memberikan impact bagi lingkungan sekitarnya. Di 2021 dan seterusnya, kita menghadapi generasi punya pemikiran result oriented dengan bekerja dimana saja termasuk jam kerja yang flexible. Tergantung jenis dan fungsi pekerjaannya. Tentunya teknis paling benar bagi manajemen adalah tetap berpedoman pada delegating, get the job done through other people dan controlling.

Untuk mendapat informasi lebih lanjut silakan masuk ke https://namakubrandku.com/telu-hospitality-consulting/

Bali, 29 Desember 2020

Jeffrey Wibisono V.

Hospitality Consultant Indonesia in Bali –  Telu Learning Consulting – Digimakz– – Commercial Writer – Author – Copywriter – Jasa Konsultan Hotel

Share this:

Pandemi, “Batu Uji” Strategi Sales Marketing Hotel

Kita, hampir memasuki tahun ke-2, berkompromi hidup berdampingan bersama virus COVID-19. Dan sudah banyak upaya yang dilakukan dalam dinamika industri pariwisata. Dari bentukan “pay now, stay later, day pass sampai staycation”.

Sudah saatnya kita bersegera, meningkatkan produktifitas penjualan dimasa  pandemi, — walau pasar diperhitungkan masih lesu–.

Jeffrey Wibisono V. namakubrandku Hospitality Consultant Indonesia in Bali - Telu Learning Consulting – Digimakz - Commercial Writer - Copywriter - Jasa Konsultan Hotel
kontemplasi – Pandemi Batu Uji

Jika kita perhatikan dari sisi ekonomi dan bisnis, periode 2020 ini menjadi masalah besar bagi banyak pengusaha, pekerja dan ekosistem ikutannya. Semua dari sisi penawaran (supply) pihak perusahaan mandeg secara signifikan. Karena tingkat permintaan (demand)  dari masyarakat anjlog juga secara tajam sehingga keseimbangan pasar (equilibrium) goyah.

Hotel, restoran dan unit bisnis yang terkait, kita harapkan mulai menggeliat untuk menutup tahun 2020. Kita melihat sebagian secara berkala membuka kembali usahanya dengan skala yang lebih kecil. Sangat kita pahami, untuk menggerakkan perekonomian rakyat kita perlu volume, belum bisa “mematok” kembali ke harga ideal. Praktis kita mempunyai kesamaan pola keputusan “yang penting jalan dulu”.

Bagaimana terobosannya di saat kondisi pasar menuntut kita untuk menjaga jarak aman?

Pandemi mengharuskan customer dan contact persons berada Di-Rumah-Aja, Work from Home dan menjadi digital nomad. Lantas, siapa yang harus menjadi narahubung untuk melakukan penjualan? Bagaimana cara presentasi sampai close deal-nya, dimana dan kapan harus menemui langganan dan prospek kita?

Walau dalam kondisi dimana masyarakat – kita semua – diminta untuk mengikuti rekomendasi dan keputusan pemerintah daerah setempat. Ada beberapa hal yang dapat kita lakukan untuk meningkatkan penjualan dalam situasi COVID-19 yang dinamis buka tutup ini.

Menurut pemikiran saya, —berdasarkan pengalaman menjalani beberapa krisis selama bekerja di beberapa hotel jaringan internasional di Bali–; nomer satu adalah pentingnya engagement atau selalu terhubung dengan relasi bisnis, customer juga supplier.

Kemudian dengan perhitungan minimnya pemasukan untuk mampu membayar biaya operasional — meski pun telah melakukan penciutan jumlah tenaga kerja–, maka tiga (3) ujung tombak untuk menjalankan strategi Sales & Marketing hotel adalah

  1. General Manager adalah image perusahaan ke publik. Tugas selama masa krisis adalah memegang kendali strategi marketing. Semacam jabatan ad interim director of sales, marketing & communication. Di posisi ini seorang general manager termasuk dituntut segala kemampuannya untuk mengkomunikasikan dan membuat berbagai keputusan darurat disaat yang tepat.
  2. Public Relations Manager adalah jurubicara perusahaan yang mewakili citra manajemen di dalam situasi apa pun. Di jabatan ini, seorang Public Relations Manager juga harus mampu membawahi dan mengontrol  pekerja customer service dan guest relations.

Mengapa demikian? Karena harus ada kendali mengeluarkan statement, informasi  yang seragam mulai dari first touch point karyawan dimana tamu, supplier, partner bisnis mulai mengajukan pertanyaan. Dimana first touch point itu?

Di banyak perusahaan juga hotel tentunya dimulai dari personil security yang bertugas di Pos 1 – Pintu Gerbang Masuk–.

  • Sales Manager adalah narahubung dan sekaligus pembuat keputusan sewa kamar hotel dan transaksi jual beli fasilitas lain-lain yang tersedia di hotel tempat kerjanya sesuai arahan strategi general manager.

Panduan kerja untuk ke-3 jabatan penting di atas bisa kita sederhanakan menjadi

  • Tetap tenang, logis dan terus-menerus menjual.
  • Memperkuat hubungan dengan pelanggan yang telah ada di data-base.
  • Mempergunakan dan memaksimalkan fasilitas pemasaran online.
  • Membuat promosi penjualan yang tepat.
  • Membuat strategi penjualan yang kreatif
  • Membangun kolaborasi yang saling menguntungkan dengan akselerator dan agregator.

Sekali lagi,— menurut pemikiran saya untuk hidup–, bekerja berdampingan dengan COVID-19 supaya efektif dan tetap produktif adalah dengan kembali ke dasar-dasar ilmu hospitality yang ber-etika. Ada Code of Conduct dan selalu mengabaikan The Do and The Don’t termasuk tambahan menjalankan CHSE (Clealiness, Healthy, Safety, and Environtment Sustainability).

Sebagai catatan, semua generasi produktif masa kini sudah malas berbicara di telepon. Salah satu alasannya adalah, kalau sedang menerima dan berbicara ditelepon tidak bisa mengerjakan hal-hal lain yang perlu diselesaikan. Terlebih, ketika harus berbicara dengan seseorang yang jika sedang berbicara tidak bisa diputus begitu saja, –pertimbangan etika–. Sehingga di masa kini diperlukan tatacara dan tatakrama lain kalau memang sangat perlu berbicara di telepon dengan partner bisnis, customer juga supplier.

Kreatif dan Inovatif

Akhirnya perlu saya angkat sekali lagi, bahwa masyarakat dan kita semua tetap dituntut untuk bisa memenuhi kebutuhan (needs), mempertimbangkan keinginan (wants), dan harapan (expectations).

Staycation, menginap dan tinggal di hotel, liburan sambil bekerja ini tentunya bisa dipaketkan kategori needs, expectations dan wants. Bisa disingkat NEW dan ditambahkan nama hotelnya, maka jadilah nama paket misalnya “NEW at my hotel

Solusi efektif dari banyak permasalahan bisnis termasuk  sales & marketing yaitu dengan memanfaatkan teknologi yang selama ini sudah kita miliki dan nikmati.

Ya, hotel pun sudah sah bisa berinteraksi jual-beli secara digital melalui smartphone dan beragam apps pendukung strategi penjualan online tanpa meninggalkan “nyawa” dari hospitality yang bertopang pada human interactions. Formalitas mengirim fax dan atau email dinilai sangat memperlambat respon para pelakunya. Sssttt ….. emang ada ya di 2020 ini yang masih menggunakan fax? J 

Pihak perusahaan melalui sales & marketing teamnya juga diuntungkan karena memberdayakan pemasaran online sebagai salah satu solusi dengan biaya rendah. Parameter keberhasilannya bisa diakses melalui pengumpulan dan analisa data yang akurasinya bisa dipercaya.

Akhir kata, jangan lagi ada diantara kita yang bangga dengan menyampaikan kalimat “saya gaptek”. Karena untuk keluar dari permasalahan pandemi COVID-19 kita memerlukan team sales & marketing yang mampu membuat dan meningkatkan penghasilan bagi banyak orang yang kehidupannya bergantung pada masing-masing hotel tempat kerja kita.

Salah satu cara supaya bisa memasang strategi sales marketing hotel yang efektif adalah berkolaborasi dengan piranti digital yang dinamis. Mari kita maksimalkan kinerja dengan beragam inovasi baik mulai dari cara manual sampai ke penggunaan teknologi inovatif terbaru.

Happy selling

Jeffrey Wibisono V. namakubrandku

Hospitality Consultant Indonesia in Bali –  Telu Learning Consulting – Digimakz – Commercial Writer – Copywriter – Jasa Konsultan Hotel

Artikel juga tayang di Bisnis Wisata, jeffreywibisono.com

Share this:

Ganti Watang Alih Profesi

Well … ketika kini anda dan saya – kita semua – telah berada di penghujung triwulan ke-empat masa pandemi COVID-19. Belum puas juga rasanya  membahas segala konklusi solusi dalam menghadapi problematika dan romantika kehidupan sehari-hari. Di poin ini, khususnya kita rakyat sebagai penikmat layanan penanganan pemerintah dengan  common practise ciri khas Indonesia.

Apakah implikasinya terhadap masyarakatnya?

Ya, pada twiwulan pertama pandemi COVID-19, para pekerja masih belum dalam kehilangan pekerjaan tetapi telah kehilangan penghasilan. Mau tidak mau untuk bisa bertahan, kita ganti watang memberdayakan diri mendapatkan sumber pendapatan yang baru. Pitutur luhur dari bahasa Jawa ini secara harafiah artinya ganti batang. Apabila diterjemahkan secara luas adalah ganti pekerjaan untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Setiap orang hidup menghadapi pilihan-pilihan masing-masing. Kekinian, mungkin pada awalnya daripada menganggur ingin bekerja secepatnya apa saja asal kita bisa mandiri, berpenghasilan untuk membayar biaya hidup dan cicilan. Setelah dalam kurun waktu tertentu dirasa tidak cukup baik perkembangannya maka kitapun ingin pindah haluan. Apapun boleh dilakukan oleh setiap orang. Selama masih memungkinkan seseorang harus mencari apa yang lebih baik untuk kehidupannya.

Di-zaman saya berkarir ada istilah Kutu Loncat. Citra negatif yang berarti seseorang pindah-pindah atau berganti pekerjaan seenaknya pada pekerjaan dan jabatan yang sama. Kalau ini dilakukan, kita akan menjadi kutu loncat yang tak pernah sempat membangun karir. Sehingga sepanjang hidup kita hanya sibuk mencari-cari kerja. Tidak pernah fokus dan tidak pernah betah dengan pekerjaannya. Saya ada menyinggung sedikit tentang ini di Buku Hotelier Stories Catatan Edan Penuh Teladan sub judul nomer 2. Takkan Lari Cita-Cita Dikejar.

Bagaimana dengan tahun 2020 ini?

Justru kita dipaksa untuk ganti watang menambah profesi yang sebagian besar menjadi entrepreneur UMKM. Pebisnis mikro dalam cakupan kuliner dan sembako. Banyak yang gugur dalam perjalanan entrepreneurship ini. Tetapi banyak juga yang mencapai titik nyaman dan telah berpikir untuk mempatenkan usahanya. Fokus menjadi pebisnis, entrepreneur dan dapat membuka lapangan kerja. Di Bali yang 85% adalah pekerja pariwisata, sebagian kecil saat ini sudah memutuskan untuk tidak menjadi pencari kerja lagi. Ganti Watang Permanen, Alih Profesi sebagai solusi.

Industri Pariwisata 2021, apa kabar?

Mari kita matangkan perencanaannya, kita nantikan kedatangannya dan kita sukseskan pelaksanaannya demi memenuhi harkat hidup orang banyak.

Bali, 06 November 2020

Jeffrey Wibisono V. @namakubrandku

Hospitality Consultant Indonesia in Bali –  Telu Learning Consulting – Commercial Writer – Copywriter – Jasa Konsultan Hotel

Hospitality Consultant Indonesia in Bali - Telu Learning Consulting – Commercial Writer - Copywriter - Jasa Konsultan Hotel
Alih Profesi Alih Warna Seragam Uniform
Share this:

Let’s Go! Tetaplah Bergerak Agar Tak Tenggelam

KITA semua sudah paham, semua kesusahan dalam masa pandemi COVID-19 ini disebabkan oleh terbatasi ruang gerak secara global. Masyarakat, baik pengusaha mau pun pekerja hanya dalam posisi bertahan hidup selama dua triwulan berturut-turut. Untuk pemulihan ekonomi kuncinya hanya ada di pandemi.

Aksi pemerintah melakukan percepatan dengan membuka akses lintas-batas domestik masih terhambat dengan peningkatan area-area yang secara paparan  angka menunjukkan peningkatan resiko tertular dari sang virus tipe super-spreader ini. Pemerintah telah menawarkan dan melakukan aksi solusi berjenjang.

Kalau kita amati, masa pandemi di Indonesia bisa menjadi lebih lama lagi, karena faktor ketaatan masyarakatnya.

Mengapa bisa tidak taat?

Pasalnya penduduk kehilangan penghasilan dan harus tetap bergerak —terutama yang bergantung pada penghasilan harian—. “Tetaplah bergerak supaya kau tidak tenggelam.” Begitu kata salah satu kata bijak. Maka tidak ada pilihan, interaksi jual-beli harus tetap berlangsung, bahkan naik tajam di area mikro — UMKM–.

Selanjutnya, kita yang mengikuti berita dan menelisik data-data yang disampaikan oleh para juru bicara pemerintah dan otoritas terkait, sekarang sudah bisa mengambil kesimpulan.– Ini bisa menjadi suatu kelegaan karena parameternya tersedia–.

Secara umum bisa dikatakan pemerintahan NKRI dalam menanggulangi pandemi COVID-19 saat ini fokus pada ketersediaan vaksin. Penanggulangan berdasarkan adanya vaksin, “bukan” terhadap pandeminya, walau pun pemerintah daerah berkoordinasi dengan pemerintah pusat melakukan PSBB – lockdown locally – termasuk pembuatan peraturan dan payung hukumnya.

Yang menarik dari sini adalah informasi “jadwal” ketersediaan vaksin. Sehingga kemudian bisa kita perhitungkan dan tentukan periode pandemi COVID-19 di Indonesia akan masuk dalam fase under-control tertanggulangi. Kemudian diikuti pergerakan pemulihan ekonomi dan kontraksi sektor industri pariwisata yang bisa bergerak lebih awal.

Terkonfirmasi Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah menandatangani Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 tentang vaksin COVID-19. Aturan tersebut mengatur pengadaan dan pelaksanaan vaksin virus corona — rencananya dimulai pada akhir tahun 2020–. Impor vaksin COVID-19 tiba di Indonesia bulan depan (November 2020). Vaksin virus corona yang didatangkan dari luar negeri tersebut tahap pertama akan diberikan untuk tenaga medis atau garda depan.

 Selain vaksin impor, Indonesia tengah mengembangkan vaksin di dalam negeri. Vaksin tersebut saat ini masih dalam tahap III uji klinis yang kemudian akan diproduksi secara massal oleh Biofarma. Keputusan relevan dari hasil uji klinis masih harus kita tunggu sampai bulan Desember mendatang. Kita semua tentu berharap  vaksin produksi dalam negeri dinyatakan berhasil. Dengan begitu, vaksin bisa diproduksi secara massal pada Januari 2021. Masyarakat dengan risiko tinggi kemungkinan mendapatkan vaksin pada awal tahun depan, triwulan pertama memasuki tahun baru.

Baru-baru ini dari hasil berbincang bersama Direktur Riset CORE Indonesia, Piter A. Redjalam pada  webinar iDEATE, saya mendapatkan insight tentang dampak pandemi bagi perekonomian bangsa. Pak Piter pada penutupan presentasinya menyuntikkan semangat akan adanya kontraksi di sektor industri pariwisata Bali, bahkan mampu menyampaikan periodenya.

CORE adalah kependekan dari Center of Reform on Economics atau terjemahannya Pusat Pemulihan Ekonomi Nasional. Sedangkan acara webinar berbayar diprakarsai oleh KHAS Studio dengan moderator Elprisdat Zen yang juga adalah Managing Director studio tersebut.

Berita baiknya, tinggal satu langkah lebar lagi untuk masuk ke momentum “pemulihan ekonomi nasional”. Tentunya termasuk industri pariwisata dimana Bali sebagai fokus utama untuk percepatan.

Status under control adalah triwulan pertama 2021 karena sudah ada vaksin untuk garda depan.

Lalu masuk triwulan kedua mulai April 2021, kita  sudah masuk masa pemulihan/recovery dengan  vaksin  buatan Indonesia sendiri mulai dipakai.

Selanjutnya pada triwulan ketiga pada Juli  2021, bisa dipastikan  lalu lintas pariwisata sudah meningkat dengan perhitungan pemulihan ekonomi telah berjalan dan mayarakat mulai berpenghasilan baik.

Sehingga pada triwulan keempat mulai bulan Oktober 2021 akan ada lonjakan minat berwisata yang utuh. Permintaan sudah bisa dikatakan menuju normal karena euforia para pelaku wisata untuk melakukan perjalanan.

Apa rekomendasi kita terhadap pemerintah dalam konsep pentahelix pariwisata untuk memasuki triwulan per triwulan?

Ini adalah momentum. Jangan sampai dilewatkan.

Saat pandemi berakhir pemerintah hendaknya siap dengan program-program pemulihan ekonomi. Salah satu untuk mendukung pariwisata adalah memberikan berbagai diskon tiket pesawat dan saran transformasi lainnya yang diluncurkan lebih awal,— early-bird.

Jadi, apakah pekerjaan rumah  kita dalam dua triwulan ini supaya bisa tepat waktu masuk ke masa recovery yang secara logis realistis kita perhitungkan di atas kertas?

  1. Fokus pada penanggulangan wabah dengan keterlibatan seluruh lapisan masyarakat.
  2. Pemerintah turut andil untuk memberikan jaring pengaman sosial dan meningkatkan ketahanan masyarakat terdampak
  3. Pemerintah memberikan bantuan untuk meningkatkan ketahanan dunia usaha.

Bagaimana pemikiran Anda?

Bali 16 Oktober 2020

Jeffrey Wibisono V. @namakubrandku

Hospitality Consultant Indonesia in Bali –  Telu Hospitality Learning Consulting

Artikel juga tayang di https://jeffreywibisono.com/lets-go-tetaplah-bergerak-agar-tak-tenggelam/

Hospitality Consultant Indonesia in Bali -  Telu Learning Consulting – Commercial Writer - Copywriter - Jasa Konsultan Hotel
Share this:

Kemasan Rupa Nggendhong Rega

Kemasan Rupa Nggendhong Rega

Rupa Nggendhong Rega artinya mutu sesuai harga;  begitulah kira-kira terjemahan bebasnya. Di dalam dasar ilmu hospitality, saya mensejajarkan pitutur Jawa ini dengan Customer Service is a Marketing. Dan Marketing adalah tugas semua orang yang terlibat di dalam suatu perusahaan.

What to offer? – Apa yang hendak kita tawarkan?

Hospitality industry di era digital ini semua berlomba dengan diferensiasi untuk memberi pelayanan dan kesan terbaik kepada para tamunya. Setiap yang lebih baik bisa terlihat dari nilai jualnya yang terdongkrak secara stabil. Tergantung kemasannya.  

Siapa yang memberikan nilai lebih baik?

Yang saya rasakan sekarang adalah ada kekuatan lain di luar kontrol seorang konseptor dan marketer profesional yang fokus ke analisa pasar, dan produk hardware – kasat mata.

Di era digital ini, ketika semua comment dan review tentang HoReKa (hotel, restoran dan kafe) kita terbuka seperti an open book, semua terlihat mudah. Semua orang bisa membacanya via internet online daring real time. Artikel tentang ini juga dapat dibaca di buku Hotelier Stories Catatan Edan Penuh Teladan sub judul no. 26 – Beriklan Tak Mesti Pakai Uang

Untuk satu hotel misalnya, tamu yang datang sebelumnya tentu telah membaca review cerita pengalaman orang lain. Mereka percaya dan berkehendak mendapatkan kesamaan pengalaman selama menginap, mulai mendapat tempat tidur yang nyaman untuk bisa tidur nyenyak nyak nyak, makan pagi yang fresh dan berkualitas dengan porsi cukup, suasana hotel yang cozy, senyap dan sangat cocok untuk istirahat.

Jadi yang harus kita jual sekarang adalah kualitas customer service. We rely on our people, maksudnya kita harus memberdayakan SDM kita dengan melengkapi mereka dengan pengetahuan, panduan kerja yang jelas dan otoritas untuk selalu siap membantu tamu sekaligus mempunyai semua solusinya. Bekerja habis-habisan untuk memperkuat customer service. Karena satu review tamu yang jelek sudah memberikan pengaruh yang sangat besar nilai nominalnya. Satu review dalam hitungan detik sudah dibaca penduduk seluruh dunia. Dan ini adalah serupa iklan. Kalau ceritanya jelek, siapa yang mau membeli produk yang ditawarkan?

Lalu bagaimana dengan Rupa Nggendhong Rega dalam masa berdampingan dengan pandemi COVID-19?

Di saat banyak yang  masih fokus pada porsi masing-masing untuk mengatasi kesusahannya, bahkan masih suspend HoReKa operations-nya, buat saya inilah saatnya berstrategi untuk mengambil Ranking Satu (#1 Rank) di semua platform bisnis digital. Baik itu di guest review platform seperti Tripadvisor, maupun valid guest comment di OTA. Kerja keras memberdayakan porsi kecil bisnis yang tersedia untuk dapat memberdayakan 100 persen tamu menuliskan excellent experience mereka. Sehingga di saat kondisi membaik, kita sudah ambil posisi tepat dan tinggal me-maintain dan men-develop market demand.

Saat ini pekerjaan opersional masih terbatas sehingga waktu kita bisa lebih banyak enggage dengan tamu. Target pesimis setidaknya ada di urutan lima teratas di area bisnis kita berdiri. Sehingga mestinya ini sudah bisa menjadi indikator positif sebagai perwujudan dan jalinan hubungan dengan tamu dan mutu HoReKa kita. Ini akan menjadi urusan untuk hasil jangka panjang, jadi kita harus kreatif untuk menjaga kredibilitas kepercayaan pasar dan mengembangkan respon pasar yang positif dengan royal memberikan nilai tambah.

Apa nilai tambah yang paling dibutuhkan oleh tamu di masa harus hidup berdampingan dengan COVID-19?

Kalau saya, semua tamu akan saya berikan status VIP, saya praktekkan Customer Service ala Jepang, omotenashi. Khususnya First-Timer – Yang pertama kali datang, kita labeli VIP-1 dan mendapat perhatian yang sangat khusus. Royal-lah kepada the first-timer. Para tamu yang baru sekali datang ini harus kita kelola dengan benar sebagai part of the team untuk reputation manager platform, supaya bisa menjadi repeat guest, bahkan dapat kita harapkan akan hadir kembali membawa pasukannya untuk sharing excellent experience di tempat kerja kita.

Jadi sudah wajar kalau konsep nilai tambah/value-add kita pergunakan dalam berbagai hal maka semakin baik tampilannya nilai jualnya bisa dipastikan semakin menjuara.

How about your thoughts?

Bali 12 Oktober 2020

Jeffrey Wibisono V. namakubrandku

Hospitality Consultant Indonesia in Bali –  Telu Learning Consulting – Commercial Writer – Copywriter – Jasa Konsultan Hotel

Hospitality Consultant Indonesia in Bali -  Telu Learning Consulting – Commercial Writer - Copywriter - Jasa Konsultan Hotel
Share this: