Jangan Suka Menunda: Karena Waktu Tidak Pernah Tersesat
“We travel not to escape life, but for life not to escape us.”
“Aja seneng nunda-nunda. Urip iku ora iso diundur. Sing iso ditata, ya lakumu.” – Pitutur Jawa
Menunda adalah Seni Menyakiti Diri Sendiri Secara Diam-diam
Bayangkan kamu duduk di sebuah lounge hotel bintang lima, menyusun rencana liburan, atau bahkan memikirkan langkah besar dalam hidupmu. Tapi berkali-kali kamu berkata dalam hati, “Nanti saja,” “Tunggu waktu yang tepat,” atau “Besok mungkin lebih baik.” Tanpa sadar, kamu sedang menyembunyikan potensi terbaikmu di balik selimut ilusi bernama penundaan.
Dalam industri pariwisata dan perhotelan, penundaan adalah bencana sunyi. Ia tidak terdengar, tapi menggerogoti reputasi, kehilangan momentum, hingga menciptakan budaya kerja yang pasif dan penuh alasan. Padahal, seperti kata pepatah Inggris, “Time waits for no one.”
Bab I: Sisi Gelap dari Menunda – Pelan Tapi Pasti, Menggerogoti Jiwa dan Cita
Menunda adalah bentuk pengkhianatan terhadap potensi diri. Dalam dunia kerja, sering kali kita menyaksikan:
- Sales executive yang menunda follow-up tamu, lalu klien diambil kompetitor.
- GM hotel yang menunda evaluasi SOP, hingga reputasi jatuh karena review buruk.
- Pengusaha travel yang menunda inovasi, akhirnya ketinggalan zaman dan tenggelam.
Dalam budaya Jawa, ada istilah “kacang lali kulite”—seseorang yang lupa asal-usulnya. Demikian pula dengan penunda: ia lupa bahwa kesempatan yang datang hari ini, tidak selalu mampir dua kali.
Penundaan menyamar sebagai kenyamanan, padahal sejatinya adalah sabotase dari rasa takut, rasa tidak layak, dan kurangnya prioritas. Hasilnya?
- Deadlines terlewat.
- Peluang hilang.
- Reputasi rusak.
- Mental block terbentuk.
- Relasi memburuk.
Bab II: Tujuan Positif dari Kesadaran untuk Tidak Menunda
- Hidup Jadi Terstruktur
Tidak menunda membuat kita memiliki sistem prioritas. Hal ini membuka jalan bagi konsistensi dan ketenangan batin. - Kepercayaan Diri Terbangun
Setiap aksi yang tuntas tepat waktu menambah rasa percaya diri. Dalam bisnis hospitality, ini memperkuat personal branding kita di mata atasan, kolega, dan tamu. - Kualitas Hidup Meningkat
Saat tidak menunda, kita belajar hadir utuh—baik dalam pekerjaan maupun dalam relasi. - Lebih Dekat dengan Tujuan Hidup
Seperti traveler yang mengejar matahari terbit, mereka sadar bahwa waktu adalah kemewahan. Maka setiap langkah menjadi bermakna.
Bab III: Solusi Implementatif – Hypnowriting for Action
Berikut ini adalah formula hypnowriting, hypnoselling, dan hypnobranding untuk menyembuhkan budaya menunda:
A. Hypnowriting: Menulis Ulang Mindsetmu
- Gantilah kalimat, “Saya belum siap,” menjadi “Saya sedang belajar dan siap bertumbuh.”
- Alihkan pikiran dari “Saya takut gagal,” menjadi “Saya akan gagal cepat agar bisa sukses lebih awal.”
- Tempelkan afirmasi harian di laptop/hp:
- “Hari ini aku bergerak.”
- “Hari ini aku menyelesaikan.”
- “Tindakan kecil hari ini menyelamatkan masa depan.”
B. Hypnoselling: Membujuk Diri Sendiri untuk Bergerak
- Buat reward pribadi untuk setiap tugas yang kamu selesaikan tepat waktu.
- Jangan tunggu motivasi, tunggu hasil. Mulai dulu, nanti semangat akan mengejar.
- Pecah tugas menjadi bagian kecil. One bite at a time.
C. Hypnobranding: Bangun Citra Profesional dengan Bertindak
- Posting proses, bukan hanya hasil. Jadikan konsistensi sebagai bagian dari personal branding.
- Sampaikan komitmen kepada publik—ini menciptakan accountability.
- Bangun rutinitas digital: Task List + Deadline + Deliver setiap minggu.
Bab IV: Filosofi Perjalanan – Mengapa Kita Bergerak?
“We travel not to escape life, but for life not to escape us.”
Dalam konteks profesional, bepergian bukan hanya soal tempat, tetapi perjalanan jiwa. Bergerak adalah keputusan spiritual. Kita bukan hanya menjual kamar hotel, paket wisata, atau layanan hospitality. Kita sedang melayani kehidupan agar tetap hadir dalam tiap momen.
Pitutur Jawa mengingatkan:
“Urip iku mung mampir ngombe. Aja nganti keselak, apalagi ngeluh.”
Dalam setiap action, kita sedang memastikan hidup tidak luput dari makna. Menunda berarti membiarkan hidup lolos dari genggaman kita.
Bab V: Tips & Trik Anti-Penundaan – Teruji di Industri Pariwisata dan Perhotelan
- Gunakan Metode 2 Menit (The Two-Minute Rule)
Jika bisa dilakukan dalam 2 menit, kerjakan sekarang. - Gunakan Waktu Mati untuk Tindakan Hidup
Saat menunggu tamu check-in, follow-up satu e-mail. Saat antri di airport, susun konten social media. - Strategi ‘Mager Produktif’
Bahkan saat malas, tetap bisa:- Baca satu halaman buku industri
- Tonton video inspirasi branding
- Bikin sketsa ide pelatihan
- Buat “Sankofa Schedule”
Dari filosofi Afrika: Sankofa artinya belajar dari masa lalu untuk menata masa depan. Buat waktu khusus setiap minggu untuk mengevaluasi:- Apa yang belum kamu lakukan?
- Apa alasan menundanya?
- Apa langkah praktis minggu depan?
- Latihan Visualisasi Manfaat
Bayangkan wajah tamu tersenyum saat pelayananmu tuntas. Bayangkan atasan tersenyum saat laporanmu rapi. Bayangkan kamu tersenyum karena dirimu akhirnya bergerak.
Bab VI: Remedi dan Refleksi – Dari Lelaku ke Legasi
Jangan biarkan hari ini menjadi korban dari niat yang tak jadi. Sebab hidup bukan sekadar perencanaan, tapi perwujudan.
“Laku ing sasmita, amrih lantip.” — Pitutur Jawa
Maknanya: Jadilah peka terhadap pertanda agar hidupmu tajam dalam mengambil keputusan.
Setiap keputusan untuk tidak menunda, adalah keputusan untuk hidup lebih bijak.
Bertindaklah Sebelum Waktu Memutuskan untuk Meninggalkanmu
Penundaan bukan hanya soal disiplin. Ia adalah cermin dari ketidaksiapan mencintai hidup. Dalam industri yang menjual pengalaman, hospitality, dan rasa nyaman, kita tidak bisa menjadi aktor pasif yang menunggu ‘mood’. Kita adalah travel designer of life, bukan hanya liburan. Kita adalah pengatur irama makna, bukan hanya agenda kerja.
Bergeraklah hari ini, bukan karena dikejar waktu. Tapi karena kamu menghormati hidup.
“Hidup tidak menunggu siapa pun. Tapi kamu bisa memilih untuk hadir di dalamnya atau hanya menontonnya dari kejauhan.”
.
.
.
Jember, 3 Juli 2025
