Jangan Tabur Duri di Jalanku: Jejak Etika dan Kebaikan dalam Lanskap Profesional

“Don’t burn bridges. You’ll be surprised how many times you have to cross the same river.”
– H. Jackson Brown Jr.

Dalam perjalanan hidup, terutama di medan dunia kerja dan pelayanan publik seperti pariwisata dan perhotelan, kita acap kali dihadapkan pada pilihan-pilihan kecil yang berdampak besar: bersikap tulus atau manipulatif, mengulurkan tangan atau menutup diri, menabur bunga atau duri.

Ungkapan sederhana namun penuh makna, “Jangan tabur duri di jalanku. Siapa tahu kamu nanti akan mencariku tanpa alas kaki,” adalah pitutur luhur yang menuntun kita untuk menanam kebaikan hari ini sebagai bekal keselamatan dan penghormatan di masa depan.

Dalam industri yang menjual pengalaman dan keramahan, jejak sikap dan tutur kata jauh lebih bermakna daripada sekadar transaksi. Inilah filsafat laku hidup yang patut direnungkan dan diterapkan oleh siapa saja yang ingin tumbuh secara utuh, berdaya guna, dan bermartabat.

Taburlah Bunga, Bukan Duri
“Be kind. Everyone you meet is fighting a battle you know nothing about.”
– Plato

Jadilah pribadi yang meninggalkan jejak yang indah. Dalam dunia yang keras, kehangatan hati adalah komoditas langka. Dalam dunia yang kompetitif, kelembutan adalah kekuatan sejati.

1. Menabur Apa, Menuai Apa: Sebuah Falsafah Semesta

Dalam budaya Jawa, dikenal ungkapan agung: “Sapa nandur bakal ngundhuh.” Barang siapa menanam, niscaya akan memetik hasilnya. Apabila yang ditanam adalah duri—dalam bentuk caci maki, pengkhianatan, atau fitnah—maka suatu saat, kita sendirilah yang akan merasakan pedihnya.

Pepatah dunia pun senada: “What goes around, comes around.” Maka berhati-hatilah dalam setiap jejak yang kita tinggalkan, karena dunia ini tidak seluas yang kita sangka. Reputasi menyebar lebih cepat daripada kabar baik, dan luka yang kita tinggalkan bisa menjadi penghalang yang tak kasat mata di masa depan.


2. Etika Profesional: Pilar Keunggulan Tak Tergantikan

Dalam dunia hospitality, etika bukan sekadar formalitas. Ia adalah nafas dari seluruh pelayanan. Tidak ada pelayan yang baik tanpa hati yang bersih. Tidak ada manajer yang dihormati tanpa keteladanan moral.

Contoh nyata:

  • Seorang tamu yang terlihat biasa saja, bisa jadi pemilik jaringan hotel internasional. Perilaku kita hari ini, bisa menjadi portofolio kita esok hari.
  • Rekan kerja junior yang pernah kita remehkan, mungkin kelak menjadi atasan atau mitra bisnis kita. Maka, janganlah bersikap semena-mena. Hormatilah setiap insan dengan segenap kemanusiaannya.

3. Tips dan Trik: Laku Bijaksana Menuju Karier Berbudi

Tip #1: Bangun reputasi, bukan sekadar pencitraan
Reputasi lahir dari konsistensi laku. Integritas yang terjaga, tutur kata yang santun, dan ketulusan dalam bekerja akan menjadi cahaya yang menerangi perjalanan profesional kita.

Tip #2: Tumbuhkan empati dalam komunikasi
Bersikap lembut bukan berarti lemah. Justru, empati adalah kekuatan yang mampu melembutkan konflik dan menguatkan sinergi.

Tip #3: Jadikan setiap interaksi sebagai ladang berkah
Anggap setiap pertemuan sebagai ladang untuk menanam kebaikan. Karena kita tak pernah tahu, dari tangan siapa rezeki akan mengalir, dan melalui siapa takdir akan berputar.


4. Remedi: Bila Pernah Menabur Duri, Segera Lakukan Tobat Profesional

Kita semua pernah keliru. Namun kemuliaan seseorang tidak diukur dari bebasnya ia dari kesalahan, melainkan dari keberaniannya mengakui dan memperbaiki.

Langkah remedi:

  • Minta maaf dengan tulus jika pernah menyakiti.
  • Bangun kembali hubungan yang renggang.
  • Tunjukkan perubahan melalui tindakan nyata, bukan janji semata.

“To forgive is not to forget. To forgive is to remember with kindness.”
– Desmond Tutu


5. Studi Kasus Reflektif: Kesempatan yang Terlewatkan

Di sebuah hotel prestisius di Yogyakarta, seorang tamu datang tanpa reservasi. Penampilannya sederhana. Staff menyambut dengan layanan seadanya. Belakangan, diketahui tamu tersebut adalah investor utama sebuah proyek resort di Bali yang sedang menyamar sebagai tamu anonim. Karena pelayanan yang kurang berkesan, kerja sama yang sejatinya bernilai miliaran rupiah pun lenyap begitu saja.

Inilah contoh nyata mengapa menabur duri, bahkan dalam bentuk abai dan sikap remeh, bisa menjadi kehilangan besar.


6. Solusi Praktis: Integritas sebagai Strategi Unggul

Untuk Profesional:

  • Berlatih rendah hati setiap hari.
    Sikap aja dumeh (jangan merasa paling) menjadikan kita pribadi yang lapang dan dicintai.
  • Kenali titik temu, bukan perbedaan.
    Dalam organisasi, sinergi lebih bermakna daripada dominasi.

Untuk Bisnis:

  • Rawat hubungan pasca pelayanan.
    Hospitality sejati tidak berakhir di meja kasir atau meja resepsionis. Ia hidup dalam ingatan dan hati tamu.
  • Libatkan nilai-nilai luhur dalam SOP.
    Jadikan budi pekerti dan pelayanan tulus sebagai standar operasional, bukan hanya pelengkap.

7. Personal Branding: Jejak yang Menyentuh dan Tak Terhapus

“Your brand is what people say about you when you’re not in the room.”
– Jeff Bezos

Di era digital, jejak kita terekam tanpa batas. Maka jadikanlah setiap langkah sebagai narasi kebaikan. Tidak perlu menyombongkan prestasi, cukup menjadi manusia yang bisa dikenang dengan rasa hormat dan kasih.


8. Aktivitas Workshop: Melatih Rasa dan Rasa Tanggung Jawab

A. Simulasi “Jembatan yang Diruntuhkan”
Peserta diminta menyusun ulang jembatan hubungan yang dulu mereka abaikan. Latihan ini membangkitkan empati dan refleksi moral.

B. Latihan Menulis “Surat Maaf yang Tertunda”
Peserta menulis surat untuk seseorang yang pernah mereka sakiti. Surat ini tidak untuk dikirim, tetapi untuk menyembuhkan.

C. Sharing Circle: “Saat Saya Tersandung Duri Saya Sendiri”
Sesi ini mendorong keterbukaan dan pembelajaran kolektif, dalam suasana aman dan penuh kasih.


9. Taburlah Bunga, Bukan Duri

“Be kind. Everyone you meet is fighting a battle you know nothing about.”
– Plato

Jadilah pribadi yang meninggalkan jejak yang indah. Dalam dunia yang keras, kehangatan hati adalah komoditas langka. Dalam dunia yang kompetitif, kelembutan adalah kekuatan sejati.

Dalam kehidupan ini, kita tak pernah tahu kapan akan kembali menyusuri jalan yang dulu pernah kita lewati. Maka, taburlah kebaikan, tebarkan senyum, dan tumbuhkan belas kasih. Karena barangkali, di titik yang sama nanti, kitalah yang akan berjalan tanpa alas kaki—dan sangat membutuhkan kelembutan yang pernah kita berikan pada orang lain.


“Kita tidak hidup untuk mengalahkan sesama, tetapi untuk saling menumbuhkan.”
– Filosofi n-JAWA-ni

Jember, 21 April 2025

Jeffrey Wibisono V.

Praktisi Industri Hospitality dan Konsultan

Share this:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *