Strategi vs Rencana
Menyatukan Arah dan Langkah dalam Kepemimpinan
“Tanpa arah yang jelas, rencana hanya sekadar aktivitas. Tanpa rencana yang konkret, strategi hanya tinggal wacana.”
Pendahuluan: Antara Kata-Kata dan Tindakan
Banyak pemimpin, bahkan yang sudah duduk di kursi eksekutif, masih terjebak dalam salah kaprah antara strategi dan rencana. Dalam rapat-rapat korporasi, sering kita dengar kalimat, “Strategi kita bulan ini adalah meningkatkan promosi digital.” Padahal itu bukan strategi—itu rencana. Ada pula yang berkata, “Strategi kita minggu depan adalah mengundang influencer untuk staycation.” Sekali lagi, itu bukan strategi.
Kesalahan mendasar ini berbahaya. Ia membuat organisasi kehilangan arah jangka panjang karena sibuk dengan daftar aktivitas jangka pendek. Seperti kapal tanpa kompas, setiap gelombang baru akan mengguncang, dan nakhoda pun panik mengubah haluan.
Padahal, dalam kepemimpinan yang matang, strategi adalah arah jangka panjang yang stabil, sedangkan rencana adalah langkah konkret yang fleksibel.
Strategi: Arah Besar yang Menentukan Keberlangsungan
1. Strategi adalah Cara Menang, Bukan Sekadar Bertahan
Strategi bukan tentang apa yang dikerjakan hari ini, melainkan cara unik memenangkan kompetisi. Ia menjawab pertanyaan, “Apa keunggulan kita dibanding yang lain?”
Dalam dunia perhotelan, strategi bisa berupa positioning. Misalnya, Java Lotus Hotel Jember menempatkan dirinya sebagai hotel yang mengusung konsep “No Plus-Plus, Just Pure Comfort”—fokus pada healing, comfort food, halal hospitality, dan rooftop view untuk relaksasi. Itu adalah strategi: membedakan diri dari kompetitor dengan keunggulan unik yang berakar pada nilai.
Pepatah Jawa berkata: “Wong urip kudu ngerti ngendi arep lumaku.” Hidup harus tahu ke mana langkah diarahkan. Tanpa strategi, organisasi hanya berjalan mengikuti arus, tanpa tujuan jelas.
2. Strategi Dimulai dari “Why”
Simon Sinek dalam bukunya Start with Why menegaskan bahwa semua organisasi hebat dimulai dari pertanyaan “mengapa”.
- Mengapa hotel ini berdiri?
 - Mengapa tamu harus memilih kita, bukan kompetitor?
 - Mengapa masyarakat harus percaya pada brand kita?
 
Pertanyaan “why” menjadi akar yang menumbuhkan batang, dahan, dan buah. Strategi adalah pohon yang akarnya menancap dalam. Tanpa “why”, strategi hanya daun kering yang mudah gugur diterpa angin.
3. Stabil, Tidak Gampang Diutak-atik
Strategi bersifat jangka panjang, biasanya 3–5 tahun. Ia jarang berubah, kecuali ada disrupsi besar seperti pandemi COVID-19 yang memaksa industri perhotelan melakukan transformasi digital.
Strategi yang baik adalah kompas yang tetap menunjuk utara meski kapal dihantam badai. Ia memberi arah saat tim bingung, dan menjadi jangkar saat organisasi goyah.
4. Singkat, Padat, Menginspirasi
Strategi tidak perlu panjang. Cukup 1–2 halaman, berisi visi besar, batasan, dan keunggulan unik. Ia bisa direview tahunan, tetapi tidak perlu diubah tiap bulan. Justru kesalahan banyak pemimpin adalah terlalu sering mengganti strategi karena terjebak pada masalah kecil.
Padahal, yang seharusnya berubah adalah rencana, bukan strategi.
Rencana: Jalan Konkret Menuju Eksekusi
1. Peta Jalan, Siapa-Ngapaian-Kapan
Rencana adalah penjabaran strategi ke dalam langkah nyata. Ia menjawab pertanyaan “bagaimana” dan “siapa.” Dalam industri perhotelan, rencana berarti:
- Timeline: kapan promo diluncurkan, kapan event diselenggarakan.
 - Tugas: siapa PIC digital marketing, siapa bertanggung jawab pada housekeeping.
 - Detail: apa output yang diharapkan, bagaimana indikator keberhasilan diukur.
 
Jika strategi adalah filosofi brand, rencana adalah to-do list yang bisa dieksekusi.
2. Fleksibel dan Mudah Disesuaikan
Berbeda dengan strategi, rencana harus lentur. Ia bisa berubah sesuai kondisi lapangan. Jika tamu datang mendadak dalam jumlah besar, rencana harus disesuaikan. Jika event outdoor terganggu hujan, rencana harus segera dipindahkan ke ballroom.
Pepatah Jawa berkata: “Witing tresna jalaran saka kulina.” Begitu pula rencana—ia terbentuk dari kebiasaan kecil yang konsisten. Kedisiplinan mengeksekusi rencana kecil setiap hari yang pada akhirnya membuat strategi besar terwujud.
3. Fokus ke Detail
Rencana fokus pada detail yang sering diabaikan: siapa membawa kunci cadangan, siapa menyiapkan dekorasi, bagaimana memastikan breakfast buffet tidak kehabisan makanan sebelum jam 10.
Jika strategi adalah visi “kita ingin menjadi hotel halal-hospitality terbaik di Jawa Timur,” maka rencana adalah “setiap menu breakfast harus bersertifikat halal, dan staf dilatih menjawab pertanyaan tamu soal kehalalan.”
4. Update Rutin dan Dinamis
Rencana tidak cukup dibuat sekali lalu dibiarkan. Ia harus di-update mingguan atau bulanan. Dibanding strategi yang jarang berubah, rencana justru harus berubah sering agar relevan dengan kondisi terkini.
Analogi: Mendaki Gunung
Bayangkan seseorang ingin mendaki Gunung Semeru.
- Strategi: memilih jalur pendakian, menentukan tujuan puncak Mahameru, dan alasan mendaki (misalnya untuk membuktikan diri atau menikmati sunrise).
 - Rencana: menyiapkan logistik, membagi tim, menyusun itinerary, menentukan siapa bawa tenda, siapa bawa makanan.
 
Tanpa strategi, pendakian hanya jadi jalan-jalan tanpa arah. Tanpa rencana, pendakian hanya mimpi yang tak pernah sampai ke puncak.
Kesalahan Umum Para Leader
- Menyamakan Aktivitas dengan Strategi
Pemimpin sering salah kaprah menyebut jadwal kerja sebagai strategi. Padahal itu baru rencana. - Mengubah Strategi Terlalu Sering
Ketika ada masalah kecil, langsung panik mengganti strategi. Akibatnya, organisasi kehilangan arah. - Tidak Menyambungkan Strategi dengan Rencana
Strategi bagus di atas kertas, tapi gagal di lapangan karena tidak dijabarkan ke dalam rencana konkret. 
Pelajaran dari Industri Pariwisata dan Perhotelan
Dalam industri ini, strategi bisa berupa:
- Menjadi destinasi luxury wellness resort.
 - Menjadi budget hotel dengan keunggulan lokasi strategis.
 - Menjadi eco-tourism berbasis budaya lokal.
 
Namun, tanpa rencana detail (training staf, maintenance fasilitas, konten media sosial, pengelolaan revenue), strategi itu hanya slogan.
Krisis pandemi membuktikan banyak hotel gagal karena tak bisa menyesuaikan rencana. Ada yang tetap bertahan karena konsisten pada strategi healing dan reconnecting, tapi luwes dalam rencana—misalnya dengan membuat layanan take away comfort food atau virtual tour.
Filosofi Jawa dan Kutipan Global
Pitutur Jawa berkata:
“Sapa ngerti arah, ora gampang kesasar.”
(Barang siapa tahu arah, tidak mudah tersesat).
Peter Drucker menegaskan:
“Strategy is a commodity, execution is an art.”
Sementara Sun Tzu dalam The Art of War menulis:
“Strategy without tactics is the slowest route to victory. Tactics without strategy is the noise before defeat.”
Tiga kutipan ini menyatu dalam satu pelajaran: strategi memberi arah, rencana memberi tindakan.
Remedi dan Solusi Praktis
- Pisahkan Sesi Strategi dan Rencana
Jangan campur. Strategi dibahas setahun sekali, rencana dibahas mingguan. - Dokumentasi Jelas
Strategi cukup 1–2 halaman. Rencana bisa detail dengan tabel, timeline, dan PIC. - Latih Tim Memahami Bedanya
Buat pelatihan agar staf paham perbedaan strategi dan rencana. Edukasi ini menciptakan budaya kerja yang lebih efektif. - Gunakan Metafora dalam Komunikasi
Gunakan analogi sederhana: strategi adalah arah utara, rencana adalah langkah kaki. 
Penutup: Arah yang Stabil, Langkah yang Luwes
Seorang pemimpin sejati tahu membedakan strategi dan rencana. Ia tidak panik mengubah strategi karena masalah kecil, tetapi juga tidak lalai dalam menyusun rencana.
Strategi memberi makna, rencana memberi tindakan. Tanpa keduanya, organisasi mudah goyah. Dengan keduanya, organisasi bisa terbang seperti elang—tinggi, anggun, dan berwibawa.
“Do not swim. Just float. Rather than fighting life’s currents, embrace effortlessness and let things unfold naturally.”
Inilah seni kepemimpinan: stabil pada arah, lentur pada langkah.
.
.
.
Jember, 21 September 2025
Jeffrey Wibisono V.
.
StrategiVsRencana #Leadership #Hospitality #Tourism #NamakuBrandku #JeffreyWibisonoV
		