Sisi Gelap Industri Perhotelan: Tantangan, Solusi, dan Transformasi

Sisi Gelap Industri Perhotelan: Tantangan, Solusi, dan Transformasi Berbasis Kearifan Lokal dan Perspektif Global

Industri perhotelan adalah salah satu sektor dengan daya tarik tinggi, menawarkan glamor, pengalaman, dan interaksi lintas budaya yang unik. Namun, di balik citra gemerlapnya, terdapat tantangan yang sering kali luput dari perhatian publik. Dari eksploitasi tenaga kerja, ketidakadilan sistem kerja, pelecehan, hingga tekanan psikologis yang intens, sisi gelap industri ini menjadi isu yang perlu dicermati secara mendalam.

Sebagai praktisi dan mentor dalam industri ini, saya ingin mengajak Anda untuk menyelami realitas ini dengan pendekatan yang tidak hanya kritis tetapi juga solutif—memadukan logika bisnis yang realistis, kearifan lokal Jawa, serta perspektif global untuk menemukan jalan keluar yang aplikatif dan berkelanjutan.


1. Dilema Tenaga Kerja: Status Tidak Pasti dan Upah Minim

Salah satu tantangan terbesar dalam industri perhotelan adalah sistem kerja yang sering kali tidak memberikan kepastian bagi karyawan. Banyak hotel yang menggunakan tenaga kerja casual (harian lepas) atau kontrak jangka pendek, yang membuat karyawan hidup dalam ketidakpastian. Upah mereka sering kali rendah, tanpa tunjangan yang layak, serta tanpa jaminan sosial yang memadai.

Menurut berbagai laporan, banyak pekerja di industri perhotelan yang harus bekerja lebih dari 12 jam sehari dengan bayaran yang tidak sesuai, tanpa kompensasi lembur yang jelas. Situasi ini diperparah dengan adanya konsep “multi-tasking paksa”, di mana satu orang harus menangani berbagai tugas di luar job desk mereka.

“An organization is only as good as its people.”Richard Branson

Jika kita ingin industri ini berkembang, penghargaan terhadap tenaga kerja harus menjadi prioritas utama. Sistem kerja yang adil dan berkelanjutan bukan hanya meningkatkan produktivitas, tetapi juga membangun loyalitas yang kuat dalam organisasi.

Solusi Aplikatif:

  1. Regulasi Upah Minimum Berbasis Industri – Penerapan standar upah yang lebih spesifik untuk perhotelan.
  2. Skema Kepastian Kerja – Kontrak kerja berbasis kinerja dengan jalur peningkatan jenjang karier.
  3. Model Insentif yang Berkeadilan – Skema bonus berdasarkan kontribusi nyata terhadap pendapatan hotel.

Pitutur Jawa: “Manungsa mung ngunduh wohing pakarti.”
Apa yang kita tanam, itulah yang kita tuai.

Dalam konteks ini, jika industri hanya mengejar keuntungan dengan menekan kesejahteraan karyawan, maka hasilnya adalah turnover tinggi dan kualitas pelayanan yang buruk.


2. Budaya Pelecehan dan Intimidasi di Lingkungan Kerja

Salah satu sisi gelap yang paling mengkhawatirkan dalam perhotelan adalah tingginya kasus pelecehan seksual dan intimidasi di tempat kerja, terutama bagi pekerja perempuan dan tenaga magang. Banyak korban yang memilih diam karena takut kehilangan pekerjaan atau merasa tidak memiliki sistem perlindungan yang kuat.

Fakta yang lebih mengejutkan adalah banyaknya kasus yang terjadi di area “tersembunyi” hotel—seperti ruang staf, dapur, dan area housekeeping. Ketiadaan pengawasan yang ketat membuat situasi ini semakin rawan.

“The world suffers not because of the violence of bad people, but because of the silence of good people.”Napoleon Bonaparte

Solusi Aplikatif:

  1. Sistem Laporan Anonim – Membentuk platform yang aman dan rahasia untuk pelaporan kasus pelecehan.
  2. Kebijakan Zero Tolerance – Hotel harus memiliki aturan yang tegas dengan konsekuensi hukum yang jelas.
  3. Pelatihan Kesadaran Gender & Etika Kerja – Setiap karyawan harus diberikan pemahaman tentang batasan profesionalisme dalam interaksi sosial.

Pitutur Jawa: “Sapa sing jujur, ora bakal ajur.”
(Orang yang jujur tidak akan hancur.)

Kejujuran dalam melaporkan masalah ini sangat penting agar budaya kerja yang sehat dapat terbentuk.


3. Diskriminasi dalam Aturan Berpakaian dan Identitas Personal

Beberapa hotel masih menerapkan aturan berpakaian yang diskriminatif, seperti melarang pemakaian hijab atau memiliki standar kecantikan tertentu yang tidak adil. Diskriminasi berbasis gender dan agama masih terjadi, terutama di jaringan hotel yang ingin mempertahankan citra “internasional” dengan cara yang sebenarnya bertentangan dengan nilai inklusivitas.

Kebijakan semacam ini tidak hanya merugikan karyawan secara personal, tetapi juga bisa menjadi bumerang bagi reputasi hotel, terutama dalam era digital di mana isu-isu diskriminasi cepat viral dan berdampak pada brand.

“Diversity is the engine of innovation.”Justin Trudeau

Solusi Aplikatif:

  1. Kebijakan Kesetaraan dalam Uniform – Menyesuaikan aturan seragam tanpa menghilangkan identitas karyawan.
  2. Pendidikan tentang Inklusi & Toleransi – Manajemen harus diberikan pemahaman lebih tentang keberagaman budaya.
  3. Mekanisme Pengaduan untuk Diskriminasi – Mencegah praktik yang melanggar hak asasi manusia di tempat kerja.

Pitutur Jawa: “Aja mbedakake marang sak sapadha-pada.”
(Jangan membeda-bedakan sesama manusia.)


4. Eksploitasi Pekerja Magang: Gratisan atau Pengalaman?

Tenaga magang dalam industri perhotelan sering kali diperlakukan sebagai tenaga kerja gratis, dengan beban kerja yang sama beratnya dengan karyawan tetap, tetapi tanpa gaji yang layak dan tanpa perlindungan. Bahkan, banyak kasus di mana mereka diberikan tugas di luar kompetensi mereka, hanya untuk menggantikan tenaga kerja tetap yang sedang cuti.

Banyak institusi pendidikan yang mengirimkan siswa magang ke hotel tanpa ada pengawasan yang ketat, sehingga eksploitasi ini terus terjadi tanpa ada kontrol yang jelas.

“If you’re not willing to learn, no one can help you. But if you’re determined to learn, no one can stop you.”Zig Ziglar

Solusi Aplikatif:

  1. Magang Berbasis Kontrak Fair Work – Semua tenaga magang harus memiliki kontrak jelas dengan kompensasi minimal.
  2. Mentoring dan Supervisi Aktif – Setiap siswa magang harus memiliki mentor yang bertanggung jawab atas perkembangan mereka.
  3. Sertifikasi Pasca-Magang – Agar pengalaman magang mereka benar-benar menjadi nilai tambah di dunia kerja.

Pitutur Jawa: “Wani ngalah, luhur wekasane.”
(Berani mengalah demi kepentingan bersama adalah sikap yang luhur.)

Dalam hal ini, industri harus melihat tenaga magang sebagai talenta masa depan dan bukan sekadar pekerja gratisan.


Kesimpulan dan Transformasi Masa Depan

Industri perhotelan memiliki potensi luar biasa untuk berkembang menjadi ekosistem kerja yang adil, inklusif, dan berkelanjutan. Namun, perubahan hanya akan terjadi jika semua pihak—manajemen, pemilik hotel, regulator, dan tenaga kerja sendiri—bersedia untuk melihat kenyataan ini dengan kritis dan bertindak secara strategis.

Dunia hospitality seharusnya bukan hanya tentang melayani tamu, tetapi juga tentang membangun ekosistem kerja yang manusiawi. Jika hotel ingin mendapatkan loyalitas dari staf mereka, maka mereka harus memulai dengan memanusiakan tenaga kerja mereka.

Sebagaimana kata pepatah:

“A happy employee creates a happy guest.”Horst Schulze

Mari bersama-sama membangun hospitality yang lebih baik. Hospitality yang tidak hanya mengedepankan layanan tamu, tetapi juga kesejahteraan mereka yang berada di balik layar.


Artikel ini dapat menjadi materi pelatihan, seminar, atau workshop bagi mereka yang ingin memperbaiki industri ini dari dalam. Jika Anda tertarik untuk mendalami lebih jauh atau membutuhkan pelatihan profesional dalam bidang ini, silakan hubungi saya.

Malang, 29 Januari 2025
Jeffrey Wibisono V.

Praktisi Industri Hospitality dan Konsultan

Share this:

n-JAWA-ni: Merajut Stoikisme dan Kearifan Pitutur Jawa

Panduan Etos Kerja dalam Industri Pariwisata untuk Generasi Milenial, Gen Z, dan Alpha

Pendahuluan: Keselarasan Filsafat dan Realita Modern

Industri pariwisata adalah cerminan dari kompleksitas dunia modern. Setiap hari, jutaan orang bergerak melintasi batas negara, menikmati keindahan alam, budaya, dan layanan yang ditawarkan. Namun, di balik gemerlapnya pariwisata, ada tantangan besar: menghadapi kebutuhan tamu yang beragam, perubahan cepat, dan tekanan persaingan global. Bagaimana kita dapat bertahan dan berkembang di tengah tantangan ini? Jawabannya terletak pada filosofi.

Menggabungkan Stoikisme dari Barat dan pitutur luhur Jawa dari Timur menciptakan panduan lengkap untuk sukses dalam industri ini. Filosofi ini bukan hanya alat bertahan, tetapi juga bimbingan menuju kesuksesan jangka panjang.

Merajut Stoikisme dan Kearifan Pitutur Jawa
Panduan Etos Kerja dalam Industri Pariwisata untuk Generasi Milenial, Gen Z, dan Alpha

Stoikisme: Menghadapi Tantangan dengan Pikiran Jernih

Stoikisme lahir dari kebutuhan untuk mengelola diri dalam situasi sulit. Zeno dari Citium mengajarkan bahwa kebahagiaan berasal dari kemampuan kita mengendalikan diri, bukan mengendalikan dunia luar. “You have power over your mind—not outside events. Realize this, and you will find strength,” tulis Marcus Aurelius.

Dalam industri pariwisata, prinsip ini relevan. Ketika tamu marah karena penerbangan tertunda atau kamar hotel yang tidak sesuai harapan, tugas seorang profesional adalah merespons dengan tenang, bukan reaktif. Pengendalian emosi adalah kunci, karena solusi terbaik lahir dari pikiran yang jernih.

Data Pendukung:

Menurut survei Global Wellness Institute (2023), perusahaan yang menanamkan program kesejahteraan mental dan pelatihan pengendalian stres bagi karyawan mencatat peningkatan produktivitas hingga 30%. Ini menunjukkan bahwa pendekatan Stoikisme tidak hanya filosofis, tetapi juga aplikatif dan berdampak nyata.

Pitutur Jawa: Landasan Kearifan Lokal untuk Kehidupan Seimbang

Pitutur luhur Jawa adalah warisan budaya yang mengajarkan harmoni, kesabaran, dan kebajikan. Filosofi seperti nrimo ing pandum (ikhlas menerima hasil setelah usaha maksimal) atau tepa selira (menghormati perasaan orang lain) adalah nilai-nilai yang memperkuat etos kerja.

Dalam konteks pelayanan tamu, nilai ini menjadi dasar untuk memahami kebutuhan orang lain dengan empati, tanpa mengabaikan kesejahteraan pribadi. Filosofi ini juga membantu menciptakan keseimbangan antara kerja keras dan menjaga kesehatan mental, yang sangat penting dalam lingkungan kerja yang sibuk.

Data Pendukung:

Penelitian Universitas Gadjah Mada (2022) menemukan bahwa hotel-hotel di Yogyakarta yang mengadopsi pendekatan berbasis budaya Jawa, termasuk nilai tepa selira, mencatat tingkat kepuasan tamu lebih tinggi (75%) dibandingkan hotel yang tidak menggunakan pendekatan tersebut (60%).

Integrasi Stoikisme dan Pitutur Jawa: Kekuatan dalam Sinergi

Mengapa kita tidak memilih salah satu filosofi saja? Karena keduanya saling melengkapi. Stoikisme memberikan ketangguhan mental, sementara pitutur Jawa memberikan kedalaman empati. Bersama-sama, keduanya menciptakan pendekatan yang seimbang antara rasionalitas dan kemanusiaan.

Contoh penerapan:

1. Ketika menghadapi tamu yang frustrasi karena kesalahan sistem, seorang profesional dapat menerapkan prinsip Stoik untuk tetap tenang dan tidak terpancing emosi.

2. Setelah itu, nilai tepa selira digunakan untuk memahami emosi tamu dan mencari solusi yang memuaskan.

Hasilnya adalah layanan yang tidak hanya efisien, tetapi juga penuh makna.

Inspirasi Global untuk Generasi Milenial, Gen Z, dan Alpha

Generasi muda sering mencari panduan praktis untuk navigasi karier mereka. Filosofi ini menawarkan prinsip yang dapat diterapkan sehari-hari. Sebagai contoh, dalam menghadapi tekanan kerja:

Stoikisme mengajarkan, “What stands in the way becomes the way” (Ryan Holiday).

Pitutur Jawa mengingatkan, “Urip iku sawang-sinawang” (Hidup itu soal perspektif).

Kombinasi kedua pandangan ini mengajarkan bahwa setiap hambatan adalah peluang jika kita mengubah cara pandang.

Mentoring: Membangun Karier Berbasis Filosofi

Seorang mentor dalam industri pariwisata tidak hanya mengajarkan keterampilan teknis, tetapi juga memberikan bimbingan filosofis. Bayangkan seorang pemimpin tim hotel mengajarkan stafnya untuk tetap tenang di tengah krisis dengan prinsip Stoik, sekaligus menginspirasi mereka untuk bekerja dengan hati melalui nilai nguwongke uwong (menghormati manusia sebagai manusia).

Hasilnya bukan hanya kesuksesan individu, tetapi juga keberhasilan tim secara kolektif.

Penutup: Mengukir Jejak yang Bermakna

Integrasi Stoikisme dan pitutur luhur Jawa bukan hanya teori, tetapi panduan nyata untuk membangun karier dan kehidupan yang bermakna. Filosofi ini mengajarkan kita untuk menjadi individu yang tangguh, empati, dan bijaksana—atribut yang sangat dibutuhkan di industri pariwisata.

Kepada generasi Milenial, Gen Z, dan Alpha, pesan kami para praktisi senior dalam industri adalah  jelas: Jadilah pembawa perubahan positif. Mulailah dari diri sendiri, dan biarkan dunia melihat bahwa dalam kesederhanaan, terdapat kekuatan yang luar biasa. Bangunlah fondasi inspiratif bagi diri sendiri untuk memulai perjalanan hidup dan karier dengan nilai-nilai yang kuat dan bermakna.

Jember, 16 Januari 2025

Jeffrey Wibisono V.

Praktisi Industri Hospitality dan Marketing Branding

Share this:

n-JAWA-ni: Paduan Hard dan Soft Skills

Kunci Menuju Karier Puncak

Dalam dunia kerja, kita sering mendengar ungkapan bahwa hard skills membuka pintu, tetapi soft skills adalah kunci untuk mencapai keberhasilan. Kedua keterampilan ini bukanlah lawan, melainkan pasangan tak terpisahkan yang saling melengkapi. Dalam industri hospitality dan pariwisata—sektor yang sangat bergantung pada interaksi manusia dan pelayanan—perpaduan antara keduanya menjadi lebih penting dari sebelumnya.

Di era disrupsi digital, di mana teknologi semakin mendominasi, keterampilan teknis dapat dipelajari melalui kursus daring atau pelatihan intensif. Namun, kemampuan memahami emosi, membangun hubungan, dan menghadirkan solusi yang berbasis empati tetap menjadi domain yang tak tergantikan oleh mesin. Sebagai generasi muda, khususnya Milenial, Gen Z, dan Alpha, memahami sinergi antara hard skills dan soft skills adalah bekal esensial dalam membangun karier yang berkelanjutan.

Hard skills adalah pintu yang membuka jalan menuju kesempatan, tetapi soft skills adalah kunci untuk meraih keberhasilan sejati

Hard Skills: Fondasi yang Tak Tergantikan

Hard skills adalah kemampuan teknis yang terukur dan spesifik. Dalam industri hospitality, keterampilan ini mencakup manajemen reservasi, penguasaan software akuntansi hotel, hingga kemampuan bahasa asing. Laporan dari World Economic Forum (WEF) menunjukkan bahwa pada tahun 2025, 50% pekerja global membutuhkan upskilling untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan teknologi baru.

Namun, data dari LinkedIn Workplace Learning Report (2023) mengungkapkan bahwa hanya 31% perusahaan yang memberikan prioritas pada pelatihan soft skills, dibandingkan 69% pada hard skills. Fakta ini menunjukkan bahwa banyak organisasi masih memandang keterampilan teknis sebagai prioritas utama, meskipun kenyataan di lapangan membuktikan sebaliknya.

Soft Skills: Seni Menghidupkan Kesuksesan

Di sinilah soft skills memainkan perannya. Dalam bahasa Jawa, konsep adab dan unggah-ungguh menekankan pentingnya etika, sikap, dan perilaku sebagai penanda nilai seseorang. Filosofi ini selaras dengan prinsip global yang dikemukakan oleh Dale Carnegie, penulis How to Win Friends and Influence People, bahwa cara kita memperlakukan orang lain sering kali lebih penting daripada apa yang kita ketahui.

Soft skills seperti komunikasi efektif, kepemimpinan, empati, dan resolusi konflik tidak hanya membantu seseorang bekerja lebih baik dalam tim, tetapi juga memperkuat pengalaman pelanggan dalam konteks hospitality. Sebuah studi oleh Harvard Business Review menemukan bahwa 85% kesuksesan karier seseorang ditentukan oleh soft skills, sementara hard skills hanya menyumbang 15%.

Kolaborasi Hard dan Soft Skills: Studi Kasus

Mari kita ambil studi kasus sederhana dari dunia hospitality: seorang front desk officer di hotel berbintang. Dalam situasi normal, hard skills seperti penguasaan sistem pemesanan dan keterampilan bahasa asing membantu menyelesaikan pekerjaan administratif. Namun, ketika seorang tamu datang dengan keluhan, kemampuan mendengarkan secara aktif, berbicara dengan tenang, dan menunjukkan empati—semua bagian dari soft skills—menjadi penentu utama apakah tamu tersebut akan meninggalkan ulasan positif atau negatif.

Data dari Tripadvisor (2023) menunjukkan bahwa 78% ulasan negatif tentang hotel berasal dari pengalaman layanan yang buruk, bukan dari fasilitas yang kurang memadai. Hal ini mempertegas bahwa keberhasilan layanan lebih bergantung pada kualitas interaksi manusia daripada sekadar kemampuan teknis.

Pitutur Luhur Jawa dan Perspektif Global

Dalam budaya Jawa, terdapat ungkapan “Aja ketungkul marang kalungguhan, kadonyan lan kemareman,” yang berarti jangan terjebak oleh ambisi terhadap kedudukan, materi, dan kepuasan sesaat. Nasihat ini mengajarkan bahwa keberhasilan sejati terletak pada harmoni antara kemampuan dan kebijaksanaan dalam berinteraksi dengan dunia.

Sementara itu, Simon Sinek, seorang pemimpin pemikiran global, mengatakan bahwa “Leadership is not about being in charge. It is about taking care of those in your charge.” Prinsip ini sejalan dengan leadership dalam budaya Jawa yang mengutamakan nguwongke uwong—memanusiakan manusia. Dalam konteks hospitality, ini berarti menciptakan pengalaman yang tulus bagi tamu, bukan sekadar memenuhi standar pelayanan.

Mengintegrasikan Hard dan Soft Skills: Strategi untuk Generasi Muda

Generasi Milenial, Gen Z, dan Alpha memiliki akses luas terhadap teknologi dan informasi. Namun, keberhasilan mereka tidak hanya ditentukan oleh seberapa canggih teknologi yang mereka kuasai, tetapi juga oleh bagaimana mereka menggunakan teknologi tersebut untuk memperkuat hubungan interpersonal.

1. Belajar Sepanjang Hayat:

Kombinasi hard dan soft skills membutuhkan pembelajaran terus-menerus. Generasi muda dapat memanfaatkan platform seperti LinkedIn Learning atau Coursera untuk mempelajari keterampilan teknis, sambil mengasah soft skills melalui pengalaman kerja nyata dan relasi sosial.

2. Menghormati Nilai Budaya Lokal:

Dalam dunia yang semakin global, keunikan budaya lokal seperti filosofi Jawa dapat menjadi daya tarik tersendiri. Misalnya, mengintegrasikan konsep tepa selira (tenggang rasa) dalam pelayanan pelanggan dapat menciptakan pengalaman yang tak terlupakan.

3. Kolaborasi Perspektif Global:

Soft skills seperti komunikasi lintas budaya dan pemecahan masalah kolaboratif menjadi sangat penting dalam industri hospitality yang melibatkan berbagai bangsa dan budaya. Menjadi generasi yang adaptable adalah kunci untuk bersaing di pasar global.

Penutup

Hard skills adalah pintu yang membuka jalan menuju kesempatan, tetapi soft skills adalah kunci untuk meraih keberhasilan sejati. Dalam industri hospitality dan pariwisata, perpaduan keduanya menciptakan pengalaman luar biasa yang meninggalkan kesan mendalam.

Sebagai generasi muda, kita perlu mengintegrasikan nilai-nilai lokal seperti unggah-ungguh dengan prinsip global tentang empati dan kepemimpinan. Dengan melakukan ini, kita tidak hanya menjadi profesional yang kompeten, tetapi juga individu yang memberikan dampak positif dalam dunia kerja dan kehidupan sosial.

Seperti yang dikatakan oleh Confucius, “The superior man is modest in his speech but exceeds in his actions.” Maka, mari kita berkomitmen untuk terus belajar, bertindak dengan tulus, dan menjadikan keterampilan kita sebagai alat untuk membawa perubahan yang berarti.

Jember, 15 January 2025

Jeffrey Wibisono V.

Praktisi Industri Hospitality dan Marketing Branding

Share this:

n-JAWA-ni: Menguasai Manajemen Reservasi Hotel

Mengelola KPI untuk Kesuksesan Revenue

Industri perhotelan selalu berkembang, menuntut setiap pelaku bisnisnya untuk terus beradaptasi. Salah satu keterampilan utama yang harus dikuasai adalah mengelola Key Performance Indicators (KPI). KPI bukan sekadar angka di laporan, tetapi cermin kinerja yang membantu kita membuat keputusan strategis. Dalam pengelolaan reservasi dan pendapatan hotel, memahami dan menerapkan KPI dengan tepat menjadi kunci kesuksesan yang berkelanjutan.

Filosofi Jawa “Alon-alon asal kelakon” mengajarkan kita untuk bekerja dengan penuh perhitungan, tanpa terburu-buru. Dipadukan dengan semangat global “What gets measured gets managed” dari Peter Drucker, KPI menjadi alat untuk meraih keberhasilan melalui pendekatan yang bijak dan berbasis data.

Mengapa KPI Penting?

KPI adalah alat ukur yang memberikan gambaran tentang seberapa baik hotel Anda berjalan. Dengan KPI, Anda bisa mengetahui area mana yang perlu ditingkatkan dan strategi apa yang paling efektif untuk diterapkan. Bagi generasi Milenial, Gen Z, dan Alpha yang akrab dengan teknologi dan data, KPI menjadi sarana untuk memahami bisnis dengan pendekatan modern.

Namun, penguasaan KPI tidak sekadar berbicara angka. Filosofi Jawa “Memayu hayuning bawana” mengingatkan kita bahwa keberhasilan harus menciptakan keseimbangan, baik untuk tamu, karyawan, maupun pemangku kepentingan lainnya.

Lima KPI Utama dalam Manajemen Revenue Hotel

Berikut adalah lima KPI yang wajib dipahami dan bagaimana setiap indikator tersebut dapat membantu meningkatkan pendapatan hotel Anda:

1. Occupancy Rate (Tingkat Hunian)

Tingkat hunian menunjukkan persentase kamar yang terjual dari total kamar yang tersedia. Ini adalah indikator dasar yang menggambarkan seberapa efektif hotel Anda menarik tamu.

Rumus:

Occupancy Rate = (Jumlah Kamar Terjual ÷ Total Kamar Tersedia) × 100

Contoh Praktis:

Jika hotel Anda memiliki 100 kamar dan 80 kamar terjual dalam satu malam, tingkat hunian adalah:

(80 ÷ 100) × 100 = 80%

Filosofi Jawa:

“Rame ing gawe, sepi ing pamrih”—kerja keras tanpa pamrih pribadi. Tingkat hunian tinggi hanya bisa dicapai jika kita benar-benar fokus memberikan pelayanan terbaik bagi tamu, bukan hanya mengejar keuntungan.

2. ADR (Average Daily Rate)

ADR mengukur pendapatan rata-rata per kamar yang terjual. KPI ini membantu Anda memahami seberapa baik strategi harga yang diterapkan.

Rumus:

ADR = Total Pendapatan Kamar ÷ Jumlah Kamar Terjual

Contoh Praktis:

Jika pendapatan kamar dalam satu malam adalah Rp800 juta dan 80 kamar terjual, ADR adalah:

Rp800 juta ÷ 80 = Rp10 juta

Motivasi Global:

Kutipan dari Winston Churchill, “Success is not final, failure is not fatal: It is the courage to continue that counts,” mengingatkan kita bahwa menentukan harga harus melalui proses belajar, eksperimen, dan keberanian untuk terus menyesuaikan diri dengan kondisi pasar.

3. RevPAR (Revenue Per Available Room)

RevPAR memberikan gambaran lebih luas tentang pendapatan per kamar yang tersedia, menggabungkan tingkat hunian dan ADR.

Rumus:

RevPAR = Occupancy Rate × ADR

Atau

RevPAR = Total Pendapatan Kamar ÷ Total Kamar Tersedia

Contoh Praktis:

Jika tingkat hunian adalah 80% dan ADR Rp10 juta, RevPAR adalah:

80% × Rp10 juta = Rp8 juta

Filosofi Jawa:

RevPAR adalah wujud dari “Kawula mung sadermo, Gusti kang makaryo,” yang berarti usaha maksimal manusia dipadukan dengan hasil yang ditentukan oleh kebijaksanaan lebih besar. Dalam bisnis, ini berarti kita harus bekerja keras sambil tetap adaptif terhadap perubahan pasar.

4. TrevPAR (Total Revenue Per Available Room)

Berbeda dengan RevPAR, TrevPAR mencakup semua sumber pendapatan, termasuk F&B, spa, dan fasilitas lainnya.

Rumus:

TrevPAR = Total Pendapatan ÷ Total Kamar Tersedia

Contoh Praktis:

Jika total pendapatan hotel adalah Rp1,2 miliar dan total kamar tersedia 100, maka TrevPAR adalah:

Rp1,2 miliar ÷ 100 = Rp12 juta

Inspirasi:

Albert Einstein pernah berkata, “Strive not to be a success, but rather to be of value.” Meningkatkan TrevPAR berarti menciptakan pengalaman menyeluruh bagi tamu, lebih dari sekadar menjual kamar.

5. GOPPAR (Gross Operating Profit Per Available Room)

GOPPAR adalah indikator paling komprehensif, karena mencerminkan profitabilitas setelah dikurangi semua biaya operasional.

Rumus:

GOPPAR = Laba Operasi Kotor ÷ Total Kamar Tersedia

Contoh Praktis:

Jika laba operasi kotor hotel adalah Rp600 juta dengan 100 kamar tersedia, GOPPAR adalah:

Rp600 juta ÷ 100 = Rp6 juta

Filosofi Jawa:

“Becik ketitik ala ketara,” yang berarti hasil baik atau buruk dari tindakan akan terlihat pada akhirnya. GOPPAR menunjukkan apakah strategi bisnis benar-benar efektif secara finansial.

Strategi Praktis untuk Mengoptimalkan KPI

1. Tingkatkan Nilai Tambah Layanan:

Manfaatkan fasilitas hotel, seperti rooftop lounge atau infinity pool, untuk menciptakan pengalaman unik bagi tamu.

2. Gunakan Teknologi:

Implementasi revenue management system (RMS) dapat membantu memprediksi permintaan pasar dan menyesuaikan harga secara dinamis.

3. Latih Tim Anda:

Pastikan seluruh tim memahami pentingnya KPI dan bagaimana mereka berkontribusi dalam pencapaiannya.

4. Pantau Tren Pasar:

Selalu evaluasi data KPI untuk menyesuaikan strategi dengan perubahan kebutuhan pasar.

KPI sebagai Kompas Kesuksesan

Mengelola KPI dalam manajemen revenue hotel adalah seni mengintegrasikan data, teknologi, dan nilai-nilai manusia. Filosofi Jawa seperti “Ngudi susilo natas nitis titis” mengingatkan kita untuk selalu bekerja dengan penuh dedikasi dan ketelitian. Sementara itu, kutipan global seperti “The future belongs to those who prepare for it today” (Malcolm X) menginspirasi kita untuk terus belajar dan beradaptasi.

Dengan memahami KPI dan menerapkannya secara konsisten, kita dapat memastikan hotel berjalan dengan efisien, mengoptimalkan pendapatan, dan menciptakan pengalaman tamu yang tak terlupakan. Mari jadikan KPI sebagai kompas yang mengarahkan langkah menuju kesuksesan jangka panjang di industri perhotelan. “Datan serik lamun ketaman, datan susah lamun kelangan”—optimis dan terus berjuang!

Jember, 6 January 2025

Jeffrey Wibisono V.

Praktisi Industri Hospitality dan Marketing Branding

Share this:

n-JAWA-ni: Komunikasi Rekruter Ojo Dumeh

Proses rekrutmen dalam semua industri yang multi dimensi bukan hanya soal mencari kandidat terbaik, tetapi juga soal memahami potensi, kepribadian, dan perjalanan transformasi seseorang. Sebuah kutipan terkenal, “You can’t talk butterfly language with caterpillar people,” memberikan pelajaran mendalam bagi rekruter, manajer, dan pejabat yang melakukan wawancara calon karyawan. Kutipan ini mengingatkan bahwa untuk memahami kandidat secara utuh, kita harus menghargai latar belakang dan tahap perkembangan mereka, tanpa memaksakan ekspektasi yang terlalu tinggi di awal.

Filosofi Jawa, seperti “Aja dumeh” (jangan merasa lebih unggul), menekankan pentingnya kerendahan hati dalam berinteraksi. Dalam konteks rekrutmen, filosofi ini menjadi landasan penting bagi para rekruter untuk menghindari prasangka dan memastikan bahwa proses seleksi berfokus pada potensi, bukan hanya hasil instan. Esai ini mengupas bagaimana pendekatan yang humanis, berbasis kearifan lokal dan perspektif global, dapat meningkatkan kualitas komunikasi selama wawancara dan menghasilkan keputusan yang lebih baik.

Filosofi Jawa dalam Rekrutmen: Memahami Proses Transformasi

Dalam filosofi Jawa, “Sepi ing pamrih, rame ing gawe” (bekerja tanpa pamrih, sibuk dalam karya) mengajarkan bahwa proses lebih penting daripada sekadar hasil. Filosofi ini relevan dalam wawancara kerja, di mana seorang rekruter perlu fokus pada perjalanan hidup dan potensi kandidat, bukan sekadar pada pencapaian mereka di masa lalu.

Proses rekrutmen sering kali seperti mengamati seekor ulat yang kelak bisa berubah menjadi kupu-kupu. Kandidat mungkin belum menunjukkan kemampuan terbaik mereka, tetapi dengan bimbingan dan pelatihan, mereka memiliki peluang untuk berkembang menjadi aset yang luar biasa. Prinsip Jawa, “Witing tresna jalaran saka kulina” (pemahaman dan kepercayaan tumbuh karena kebiasaan), mengingatkan rekruter bahwa keunggulan seorang kandidat sering kali terlihat setelah mereka diberi kesempatan untuk beradaptasi dan berkembang.

Pitutur Jawa “Aja gawé gègètan, wong durung ngerti” (jangan memaksa orang yang belum siap) juga penting untuk dipegang. Tidak semua kandidat memiliki kemampuan komunikasi yang sempurna selama wawancara. Sebagai rekruter, kita perlu menggali lebih dalam untuk memahami apa yang mungkin belum tampak di permukaan.

Berbahasa Kelas Kupu-Kupu dengan Kandidat Level Ulat

Seorang rekruter yang efektif harus mampu menyesuaikan gaya komunikasinya selama wawancara. “Bahasa kupu-kupu” adalah cara bicara yang memberikan inspirasi, motivasi, dan peluang untuk berkembang, sementara “bahasa ulat” adalah pendekatan yang lebih sederhana dan langsung, disesuaikan dengan tahap perkembangan kandidat.

1. Menghindari Prasangka dan Fokus pada Potensi

Dalam wawancara kerja, penting untuk menghindari “aja dumeh” (jangan merasa lebih unggul). Rekruter yang merasa lebih hebat daripada kandidat cenderung membuat keputusan berdasarkan stereotip, bukan data yang objektif. Sebaliknya, seorang rekruter yang rendah hati akan mendengarkan cerita kandidat dengan empati dan mencari tanda-tanda potensi yang belum terlihat.

2. Mengadaptasi Gaya Komunikasi

Tidak semua kandidat datang dengan latar belakang atau kemampuan komunikasi yang sama. Dalam filosofi Jawa, “Tetep eling lan waspada” (tetap ingat dan waspada) mengajarkan pentingnya kesadaran dalam berinteraksi. Jika seorang kandidat tampak kurang percaya diri, rekruter harus menyesuaikan pendekatannya untuk membantu kandidat merasa nyaman dan menunjukkan kemampuan terbaik mereka.

3. Memahami Tahap Perkembangan Kandidat

Seorang rekruter harus memahami bahwa setiap kandidat berada dalam tahap perkembangan yang berbeda. Kandidat yang baru lulus mungkin memiliki semangat belajar yang tinggi, tetapi belum memiliki pengalaman praktis. Di sisi lain, kandidat dengan pengalaman panjang mungkin memerlukan pendekatan berbeda untuk mengeksplorasi fleksibilitas mereka dalam beradaptasi.

Pepatah Jawa “Jer basuki mawa beya” (kesuksesan membutuhkan usaha) relevan di sini, mengingatkan rekruter bahwa investasi dalam mengembangkan kandidat bisa membawa hasil besar di masa depan.

Solusi untuk Proses Rekrutmen yang Efektif

Berikut adalah langkah-langkah konkret yang dapat diambil oleh rekruter, manajer, dan pejabat dalam proses wawancara:

1. Membangun Hubungan yang Berbasis Empati

Empati adalah kunci untuk memahami kandidat secara mendalam. Rekruter perlu melihat lebih dari sekadar resume dan menggali cerita di balik pencapaian kandidat. Pitutur Jawa, “Andhap asor” (rendah hati), mendorong rekruter untuk mendekati kandidat dengan sikap menghormati dan menghargai perjalanan mereka.

2. Menyiapkan Lingkungan Wawancara yang Nyaman

Lingkungan yang nyaman dapat membantu kandidat merasa lebih percaya diri. Rekruter yang menggunakan bahasa tubuh positif, senyuman tulus, dan pertanyaan yang relevan dapat menciptakan suasana wawancara yang produktif. “Aja nggampangake wong” (jangan meremehkan orang) menjadi pedoman penting untuk menghormati setiap kandidat.

3. Mengintegrasikan Kearifan Lokal dengan Perspektif Global

Filosofi lokal seperti “Ojo kesusu” (jangan terburu-buru) mengingatkan rekruter untuk meluangkan waktu dalam memahami kandidat secara mendalam. Dengan menggabungkan pendekatan ini dengan praktik wawancara berbasis kompetensi global, rekruter dapat mengevaluasi kandidat dengan cara yang adil dan holistik.

4. Melihat Potensi Jangka Panjang

Seorang rekruter yang visioner tidak hanya mencari kandidat yang sesuai dengan kebutuhan saat ini, tetapi juga yang memiliki potensi untuk berkembang di masa depan. Pitutur “Urip iku urup” (hidup itu menyala dan memberi manfaat) mengajarkan bahwa setiap individu memiliki potensi untuk menjadi lebih baik jika diberi kesempatan.

Peran Kepemimpinan dalam Rekrutmen

Sebagai rekruter atau manajer, wawancara kerja adalah momen untuk menunjukkan kepemimpinan yang efektif. Rekruter tidak hanya menilai kandidat, tetapi juga bertindak sebagai duta perusahaan yang memperkenalkan budaya kerja kepada calon karyawan. Pemimpin yang sukses akan memanfaatkan wawancara untuk menciptakan pengalaman yang inspiratif dan meninggalkan kesan positif.

Pelajaran dari praktisi senior di bidang Human Resources yang pernah menjadi atasan saya, seorang profesional hospitality yang sukses, memberikan panduan penting: “Your attitude during an interview reflects your leadership capability.” Beliau mengajarkan bahwa wawancara bukan hanya soal mencari kandidat yang tepat, tetapi juga soal membangun hubungan yang berlandaskan kepercayaan, empati, dan visi.

Membawa Filosofi ke dalam Rekrutmen

Proses rekrutmen bukan hanya soal menemukan talenta terbaik, tetapi juga soal memahami perjalanan transformasi individu. Kutipan kata-kata bijak “You can’t talk butterfly language with caterpillar people” dan pitutur Jawa seperti “Aja dumeh” memberikan panduan untuk menciptakan proses wawancara yang lebih humanis, efektif, dan inspiratif.

Sebagai rekruter, kita memiliki tanggung jawab untuk membantu kandidat melihat potensi terbaik mereka, sambil memastikan bahwa proses seleksi mencerminkan nilai-nilai perusahaan. Dengan memadukan kearifan lokal Jawa dan pendekatan perspektif global, kita dapat menciptakan proses rekrutmen yang tidak hanya produktif, tetapi juga transformatif, baik bagi kandidat maupun organisasi. Seperti pepatah Jawa, “Wani ngalah luhur wekasane” (berani mengalah untuk hasil yang mulia), mari kita terus membangun dunia kerja yang lebih baik, satu wawancara dalam satu waktu.

VJW

Share this:

Writer on progress: Buku Best Seller n-JAWA-ni

Sinopsis

Kumpulan Esai “n-JAWA-ni” Kearifan Lokal Jawa Go Global

oleh Jeffrey Wibisono V.

Kumpulan esai “n-JAWA-ni” adalah karya reflektif yang memadukan nilai-nilai luhur budaya Jawa dengan perspektif modern dalam konteks industri hospitality dan pariwisata. Melalui pendekatan filosofis, Jeffrey Wibisono V. menjabarkan prinsip-prinsip seperti “Kepergok Pager Suru,” “Urip Iku Urup,” “Narimo Ing Pandum,” “Natas, Nitis, Netes,” dan lainnya sebagai panduan untuk menghadapi tantangan, membangun kepemimpinan yang empatik, dan menciptakan layanan yang berkesan.

Esai ini menyentuh berbagai aspek kehidupan profesional dan personal, mulai dari menghadapi situasi tak terduga dengan keberanian, menerapkan ketulusan dalam pelayanan, hingga pentingnya membangun relasi yang autentik. Dengan menghubungkan kearifan lokal seperti “ngendikan kang becik” dengan motivasi global, karya ini menawarkan strategi praktis dan inspirasi untuk mencapai harmoni antara tradisi dan inovasi.

Ditulis dengan gaya yang menggugah, “n-JAWA-ni” tidak hanya relevan bagi para profesional di industri pariwisata, tetapi juga bagi siapa pun yang ingin mengembangkan diri melalui pembelajaran dari tantangan hidup. Buku ini mengajak pembaca untuk melihat setiap perjalanan—baik profesional maupun personal—sebagai peluang untuk tumbuh, berbagi manfaat, dan menciptakan jejak yang bermakna.

Share this:

Kekuatan Kata DAN

Jangan Paksa Diri Terjebak Dalam Salah Satu Pilihan

Sebagai seorang profesional di industri hospitality, saya sering mendapati diri menghadapi tuntutan untuk memainkan banyak peran sekaligus. Mulai dari awal karier di Gramedia Malang hingga perjalanan lintas benua di dunia perhotelan dan pariwisata, satu pelajaran yang terus melekat dalam diri saya adalah bahwa kepemimpinan terbaik terlahir dari harmoni antara berbagai elemen yang tampaknya bertentangan.

Di luar sana, kita sering mendengar nasihat seperti:

“Fokus saja, jangan melantur,” atau “Jadilah kreatif, tapi jangan terlalu serius.”

Ada juga yang bilang, “Kuatlah,” tapi juga, “Lebih berempati.”

Atau, “Ambil keputusan tegas,” namun di saat yang sama, “Jangan lupa mendengarkan pendapat orang lain.”

Kenyataannya, pemimpin hebat tidak terjebak dalam salah satu pilihan itu. Mereka justru memanfaatkan kekuatan kata DAN—menggabungkan dua sisi yang seolah berlawanan menjadi satu kesatuan yang utuh dan efektif.

Visi & Detail

Kepemimpinan bukan hanya soal menetapkan tujuan besar, tetapi juga mengelola detail-detail kecil yang menjadikan visi itu nyata. Ketika saya memimpin rebranding Amnaya Resort Bali, saya belajar bahwa memahami gambaran besar saja tidak cukup. Fokus pada hal-hal teknis yang terkecil sekalipun adalah bagian tak terpisahkan dari kesuksesan.

Kepercayaan Diri & Kerendahan Hati

Dalam profesi saya, percaya diri itu wajib. Namun, tanpa kerendahan hati untuk belajar dari orang lain—baik itu tim, klien, maupun pengalaman sehari-hari—kita akan sulit berkembang. Kepemimpinan sejati bukan tentang siapa yang tahu segalanya, melainkan tentang siapa yang mau terus belajar.

Strategi & Empati

Di industri hospitality, kita sering dihadapkan pada situasi sulit yang menuntut keputusan strategis. Namun, pendekatan strategis tanpa empati hanya akan terasa dingin dan jauh dari manusiawi. Saya percaya, keberhasilan sejati ada pada keseimbangan antara perencanaan matang dan perhatian tulus terhadap kebutuhan orang lain.

Struktur & Fleksibilitas

Dalam membimbing rekan-rekan melalui Telu Learning & Consulting, saya selalu menekankan pentingnya memiliki kerangka kerja yang jelas. Tapi, dunia terus berubah. Fleksibilitas untuk beradaptasi tanpa kehilangan arah adalah kunci untuk tetap relevan dalam situasi apa pun.

Hasil & Hubungan

Mengejar hasil tanpa menjaga hubungan adalah jalan menuju kegagalan. Selalu ada cara untuk mencapai target tanpa mengorbankan koneksi dengan tim, klien, atau komunitas. Hubungan yang baik sering kali menjadi jembatan menuju hasil terbaik.

Ambisi & Keseimbangan

Ambisi adalah bahan bakar kesuksesan, tetapi tanpa keseimbangan, kita hanya akan kehabisan energi di tengah jalan. Dalam seri tulisan n-Jawa-ni, saya menggali filosofi Jawa yang menekankan harmoni antara tujuan besar dan keseimbangan hidup. Prinsip ini relevan tidak hanya secara tradisional-konvensional, tetapi juga di dunia modern.

Keseluruhan, Bukan Kesempurnaan

Saya percaya, pemimpin sejati tidak memaksakan diri untuk menjadi sempurna. Mereka memahami bahwa kekurangan adalah bagian dari perjalanan, dan justru dari situ mereka tumbuh menjadi lebih baik. Dunia tidak membutuhkan pemimpin yang sempurna, melainkan yang utuh—yang mampu merangkul kekuatan dan kelemahan mereka dengan bijaksana.

Otentisitas Mengalahkan Konsistensi

Sebagai NamakuBrandku, saya sering mengatakan bahwa otentisitas adalah aset terbesar kita. Konsistensi itu penting, tetapi menjadi autentik—membiarkan sisi manusiawi kita terlihat—adalah kunci untuk menciptakan koneksi yang tulus dan mendalam dengan orang lain.

Pesan saya kepada Anda: berhentilah memaksa diri untuk menjadi hanya satu hal. Jadilah pemimpin yang fleksibel, adaptif, dan autentik. Gunakan kekuatan kata DAN untuk memadukan berbagai aspek diri Anda. Karena pada akhirnya, kepemimpinan sejati adalah tentang bagaimana Anda menciptakan harmoni yang berarti—bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi juga bagi orang-orang di sekitar Anda.

Jember, 9 Desember 2024

Jeffrey Wibisono V.

Praktisi Perhotelan dan Pariwisata

Share this:

n-Jawa-ni: Motivasi Global untuk Kesuksesan di Industri Hospitality

Saya, Jeffrey Wibisono V., seorang praktisi perhotelan dan pariwisata di Indonesia. Saya harus mengapresiasi pulau Bali yang memberi kesempatan saya untuk tumbuh dan berkembang di industri jasa layanan yang dinamis. Sehingga dengan hasil kinerja yang konsisten dan tak berkesudahan, saya “punya nama” sebagai praktisi sales & marketing perhotelan di Bali – salah satu pusat pariwisata dunia. Sebagai seorang profesional dengan label namakubrandku yang mempunyai misi imagination, dedication and passion.

menyelaraskan kearifan lokal Jawa secara umum yang kaya dengan perspektif global, demi memberikan panduan bagi mereka yang ingin sukses di dunia industri  hospitality

Dalam tiga tahun terakhir saya bekerja dan tinggal di Kabupaten Jember Jawa Timur. Banyak mendapat tambahan ilmu untuk memperuncing praktek perhotelan dan pariwisata yang bersentuhan dengan konsep pentahelix. Pentahelix adalah model kolaborasi yang melibatkan lima unsur, yaitu: Pemerintah, Akademisi, Bisnis, Masyarakat, Media. Jember destinasi dengan warm weather warm people, masyarakat yang santun dengan kultur Pandalungan ditambah alam yang masih natural asri. Daya jual Jember adalah kekunoannya, industri peninggalan zaman kolonial yang masih aktif produktif, big plantations, juga tambahan aktifitas adventure pecinta alam/petualangan dan rekreasi mulai yang ekstrim sampai yang kelas aman-nyaman untuk keluarga.

Saat ini saya merasa terpanggil untuk berbagi pemikiran dan pengalaman, terutama dalam menyelaraskan kearifan lokal Jawa secara umum yang kaya dengan perspektif global, demi memberikan panduan bagi mereka yang ingin sukses di dunia industri  hospitality – dapat diartikan sebagai hubungan antara tamu dan tuan rumah. Hospitality adalah sikap ramah dan pelayanan yang berfokus pada menciptakan pengalaman yang hangat dan menyambut bagi tamu atau pelanggan. Hospitality juga dapat diartikan sebagai “spirit to serve” atau keinginan untuk melayani orang lain.

Industri hospitality terus berkembang dan bermunculan tren baru, seperti eco-tourism, digitalization, dan personalized guest experiences.

Kearifan Lokal yang Abadi

Pitutur Jawa mengajarkan kita untuk senantiasa eling lan waspada (selalu ingat dan waspada) dalam setiap langkah kehidupan. Filosofi ini sangat relevan di dunia perhotelan, di mana perhatian terhadap detail dan kepekaan terhadap kebutuhan tamu adalah kunci. Sebagai contoh, seorang hotelier yang sukses tidak hanya fokus pada pelayanan teknis, tetapi juga pada nuansa emosional dan pengalaman yang ditawarkan kepada tamu.

Dalam konteks ini, saya selalu mengingatkan diri saya sendiri:

“Small details make big differences.”

Ketika kita memberikan perhatian pada hal-hal kecil, seperti menyapa tamu dengan senyuman tulus atau memastikan kamar mereka benar-benar bersih, rapi, komplit, nyaman, itu adalah langkah-langkah kecil menuju kesempurnaan pelayanan.

Dengan demikian keseimbangan Lokal dan Global dalam mengintegrasikan nilai-nilai luhur Jawa menjadi pendekatan unik untuk memberikan pelayanan terbaik di industri perhotelan dan pariwisata Indonesia.

Menghubungkan Etika Jawa dengan Etika Global

Adab dan tingkah laku dalam budaya Jawa, seperti prinsip andhap asor (rendah hati) dan tepa selira (tenggang rasa), memiliki relevansi universal. Di industri perhotelan, sikap rendah hati menciptakan hubungan harmonis, baik dengan tamu maupun rekan kerja. Sikap ini juga mendukung keberlanjutan karier seseorang dalam lingkungan yang kompetitif.

Sebagaimana kata pepatah Inggris:

“Humility is not thinking less of yourself, but thinking of yourself less.”

Kerendahan hati bukan berarti merendahkan diri, tetapi menempatkan kebutuhan orang lain sebagai prioritas. Kerendahan hati sebagai kunci kesuksesan.

Prinsip andhap asor dan pepatah seperti “humility is not thinking less of yourself, but thinking of yourself less” menunjukkan bagaimana budaya lokal Jawa dapat mendorong terciptanya hubungan harmonis dengan tamu dan rekan kerja.

Motivasi untuk Generasi Baru

Generasi milenial, Gen Z, dan Alpha yang memasuki industri ini perlu memiliki landasan motivasi.  Generasi baru harus memahami bahwa sukses tidak diraih hanya melalui ambisi besar, tetapi juga melalui konsistensi dalam menjalankan nilai-nilai luhur. Dalam petatah-petitih Jawa, ada ungkapan alon-alon asal kelakon (pelan-pelan asal terlaksana). Maknanya, keberhasilan memerlukan kesabaran dan ketekunan. Namun, dunia modern menuntut kecepatan tanpa mengorbankan kualitas. Oleh karena itu, saya menambahkan perspektif global:

“Patience in planning, speed in execution.”

Rencanakan dengan sabar dan matang, tetapi bertindaklah cepat dan tepat ketika waktunya tiba.

Konsistensi dan kesabaran dalam proses ungkapan alon-alon asal kelakon yang digabungkan dengan pendekatan modern “patience in planning, speed in execution” memberikan arahan kepada generasi muda untuk tidak hanya bermimpi besar tetapi juga menjalankan langkah-langkah kecil yang terukur dan konsisten.

Etika Universal sebagai Fondasi

Etika universal, seperti kejujuran, integritas, dan kerja keras, tetap menjadi fondasi dalam membangun karier di industri perhotelan dan pariwisata. Dalam budaya Jawa, kita diajarkan untuk aja dumeh (jangan sombong karena jabatan atau kekuasaan). Prinsip ini mengingatkan kita bahwa kesuksesan sejati adalah hasil kerja keras dan kerendahan hati, bukan hasil dari status yang disandang.

Penerapan Etika Universal, nilai-nilai seperti kejujuran, integritas, dan kerja keras tidak lekang oleh waktu. Prinsip aja dumeh menjadi pengingat bahwa sukses adalah hasil dari dedikasi, bukan status atau jabatan semata

Sebagai penutup, saya ingin berbagi refleksi yang mendalam meninggalkan sebuah pesan inspiratif yang menggambarkan perpaduan filosofi Jawa dan motivasi global:

Ngandel lan ngandel, percaya pada kemampuan diri sendiri dan percaya pada proses, karena di sanalah terletak kekuatan sejati untuk sukses.”

Pesan untuk Generasi Baru – “Ngandel lan ngandel” dapat menjadi pedoman hidup yang relevan bagi siapa pun yang ingin meniti karier di industri hospitality dan pariwisata. Kepercayaan pada diri sendiri dan proses menjadi pondasi kuat untuk menghadapi tantangan industri yang dinamis.

Mari bersama-sama kita wujudkan dunia industri hospitality dan pariwisata Indonesia yang tidak hanya berkelas dunia, tetapi juga kaya akan nilai-nilai kearifan lokal dan universal. Betapa pentingnya menyelaraskan kearifan lokal dengan perspektif global.

Semoga tulisan ini menginspirasi banyak orang untuk terus mengembangkan diri dan menjunjung tinggi nilai-nilai luhur, baik dalam skala lokal maupun global. Sukses selalu untuk Anda dalam membawa nama baik industri hospitality Indonesia ke tingkat dunia!

Jember, 1 Desember 2024

Jeffrey Wibisono V.

Praktisi Perhotelan dan Pariwisata

Juga tayang di

https://bisniswisata.co.id/kearifan-lokal-dan-kesuksesan-di-industri-perhotelan/

https://sorogan.id/2024/12/03/motivasi-global-untuk-kesuksesan-di-industri-perhotelan/

https://mediatamanews.com/motivasi-global-agar-sukses-di-industri-perhotelan/

Share this:

My Travel My Adventure:

Bagaimana Menarik Perhatian Wisatawan?

PASCA pandemi, pembatasan perjalanan di hapus, euphoria wisata balas dendam dan semarak case overtourism di beberapa kawasan dalam dan luar negeri. Lantas, saya mesti refresh, berlibur dimana?

Buat saya, mencari satu destinasi untuk liburan ke luar negeri mirip dengan berkegiatan mencari buku bacaan di toko buku. Sama menariknya. Dari mulai tertarik dengan judul dan gambar di sampul depan, kemudian menelaah rangkuman premis dan diksi dari buku yang sedang saya pegang. Teman-teman percaya toh, kalau ilmu marketing mengatakan people do not buy products, they buy emotions dan ada pengaruh social validation disitu.

Lalu apa yang menarik perhatian saya untuk memutuskan my next holiday destinationYou do not attract what you want, you attract what you are! Yang pasti pertanyaan pertama adalah “ada apa disana?”

Jeffrey Wibisono V. – Hakuna Matata

Traveler lain —menurut saya— melakukan hal yang mirip yaitu mulai dari menyusun top-most-priority untuk dibaca dan dibahas ulang bersama teman perjalanan —bagian dari mematangkan perencanaan dan mem-finalkannya—. Sangat subyektif. Dan kita belum berbicara hal climate change terkait rencana berlibur kita.

Kemudian, kalau kita berhandai-handai sebagai “turis” yang tertarik untuk liburan di Indonesia,—mengusung genre traveler generasi baru yaitu Milenial, iGeneration dan Alpha kelahiran tahun 1990an dan 2000an—, kira-kira apa yang menarik perhatian kita?

Dari total 17.504 pulaunya saja, tidak mungkin kita bisa mengunjungi, menangguk experience kehidupan kepulauan Indonesia, sekalipun menikmatinya menggunakan masa cuti panjang selama 30 hari.

Tetapi –catat– kita bisa mengunjungi wilayah Indonesia ber-ulang-ulang dan mendarat di pulau yang berbeda-beda – island hopping,  tergantung tujuan pengalaman yang hendak kita timba.

Dalam pemikiran saya, salah satu pembangkit minat untuk Indonesia  menjadi pilihan future travelers melalui people – beragam suku dan budayanya menjadikan Indonesia memiliki potensi destinasi-destinasi tematik.  Mampukah Indonesia membangun special interest sesuai karakteristik historis geografis masyarakat dan pulaunya? Bukan melulu eksploitasi alamnya. Sehingga kemudian pangsa pasar niche nya terbentuk, lalu target promosinya jelas dan kuota kunjungan wisatawannya-pun dapat ditentukan.—Tidak perlu terjadi kasus overtourism—Disinilah, kita bisa bicara lebih banyak tentang destinasi dengan quality of tourism nya —didalamnya ada length of stay dan spending power wisatawan yang sedang berkunjung—.

Mari kita coba buka sejarah Nusantara. Harus kita akui, penguasaan bahasa Inggris dan bahasa asing lainnya, bangsa Indonesia kalah jauh dibandingkan beberapa negara anggota ASEAN. Tetapi Indonesia masih bisa unggul apabila dapat mengembangkan experience. Paket bisa dibuat dan itu misalnya Paket Perjalanan Sejarah, Paket Legenda, Paket Arkeologi Antropologi, Paket Keraton, Paket Laboratorium Hidup dan masih banyak lagi. Khusus Paket Laboratorium Hidup saya dapat membandingkan Galapagos di Ekuador dengan Flobamora di NTT (Kepulauan Nusa Tenggara Timur).

Jangan lupa! Saya sedang memikirkan bagaimana menarik minat, perhatian potensi future travelers tersebut. Kuncinya pada penguasaan teknologi, dan jadikan Indonesia sebagai destinasi digital yang handal. Semua paket yang ditawarkan dan dijual harus terintergrasi dapat dipertanggungjawabkan secara etika moral, sosial, hukum dengan aman. Mulai dari beragam tipe akomodasi, destinasi makanan sesuai daerahnya dengan mempromosikan exotic food yang dapat dikonsumsi wisatawan internasional sesuai karakter daerahnya. Jangan lupa ada misi edukasi didalam memberikan experience kepada wisatawan. Salah satunya adalah mengajari wisatawan untuk mendapatkan pengalaman berinteraksi dengan penduduk lokal dengan sarana naik public transportation (angkot) dari satu poin ke poin lainnya, bahkan bisa untuk mengajari memilih angkutan umum antar kota seperti menggunakan bis dan kereta api/listrik.

Bagaimana dengan paket budaya?

Saya sendiri secara pribadi sangat tertarik dengan budaya. Indonesia ini kaya banget!. Setiap daerah memiliki kekuatan masing masing. Dari seni tari, rupa, patung dan lainnya, yang dapat diintegrasikan dalam Paket Sejarah Nusantara —untuk daerah tertentu— atau bahkan Paket Legenda yang di ceritakan dari dongeng rakyat seperti Balingkang Dewi Danu di Kintamani Bali. Untuk mensukseskan semua program wisata ini Indonesia perlu Story Tellers sebagai duta wisata. Dalam hal sales, marketing diperlukan seller, marketer yang menguasai strategi storytelling, didukung tim content creator yang setara. Dan tetap berpedoman pada Kode Etik Pariwisata Global serta kode etik jurnalistik Indonesia —meskipun Anda bukan jurnalis—.

Kita, future travelers perlu akses masuk yang nyaman dan infrastrukturnya.

Suksesnya program satu paket, satu destinasi perlu dukungan masyarakat setempat. Sosialisasi tidak cukup dilakukan oleh pemerintah selaku fasilitator, juga oleh kalangan pelaku bisnis perjalanan wisata. Sosialisi dan pelatihan secara berkesinambungan selayaknya dilakukan stake holder terkait. Ini sebagian pekerjaan pemerintah dengan dukungan swasta untuk implementasi dan mengembangkannya.

Bagaimanapun wujud destinasinya? Walau lokasinya terpencil, kebutuhan kekiniannya atau keperluan modernisasi tetap harus disediakan. Misalnya MCK (Mandi Cuci Kakus) standar internasional, transportasi, convenience store, alat pembayaran non-tunai (tourist card dan virtual), APPS of the Destination. Semua travelers memerlukan kemudahan mobilitas dengan segala informasinya yang terintegrasi dan akurat. Mungkin ada yang sudah pernah ke Singapore dan London? Di kedua kota ini saya sangat nyaman untuk mobilitas dengan mudah dan murah selama berkunjung.

Satu lagi, apakah saya memiliki ketertarikan pada destinasi di Indonesia yang menerapan aksi ramah lingkungan? Ya, ini tren global.—green and sustainable tourism—. Tentu menarik  jika  ada pulau-pulau di Indonesia yang siap mempertunjukkan teknologi “free chemical” untuk kehidupan sehari-hari nya. Mulai dari pertanian, kemasan sampai ke pengelolaan limbahnya. Saya akan experienceuntuk menginap beberapa malam disini. Pasti ada pelajaran yang bisa dibawa pulang.

Jadi sekali lagi kualitas suatu produk termasuk produk wisata itu sangat subyektif. Semua tergantung terhadap pengalaman apa yang dirasakan oleh penikmatnya pada saat itu. Contoh konkritnya, mari kita masuk ke situs-situs guest reviewseperti tripadvisorgoogle review. Apakah dari satu review ke review lainnya isinya sama untuk produk yang sama dengan penikmat  berbeda? Maka itulah bukti subyektifitas tersebut.

Pemikiran tertulis saya tentang cara atau bagaimana menarik niat,  perhatian wisatawan secara umum ini masih sangat “sempit”,  dibandingkan potensi Indonesia yang sangat luar biasa.

Dari slogan saya  My Travel My Adventure terdapat letupan-letupan  emosi yang membuat saya menjadi tertarik berkunjung ke satu destinasi. Misalnya karena cerita sejarahnya yang memikat, ingin mendapatkan pengalaman  yang diceritakan oleh orang lain, kelangkaan/scarcity atau ekskulisifitas, tipe wisatawannya, eksotisme suku setempat, jaminan keamanan, cocok untuk pengambilan foto-foto yang bisa untuk diceritakan kembali, heritage, history, pengalaman spiritual, affordable – sesuai kocek, banyaknya waktu untuk digunakan termasuk masa tempuh untuk mencapai destinasi yang menarik.

Pada akhirnya, Indonesia harus mampu menjual dengan cara mentransfer perasaan. —kemampuan storytelling disemua dimensi–. Memahami “maunya” dan kebutuhan traveler seperti cerita fiksi yang menjadi non-fiksi, menjadi kenyataan. Bukan hard-sales saja dengan menonjolkan “Ini produk unggul kami”.

Tentunya teman-teman pembaca mempunyai ketertarikan yang lain dari saya dan ingin urun-rembug. Silakan. Terima kasih

Jember, 08 February 2024

Jeffrey Wibisono V.

 @namakubrandku Telu Learning and Consulting for Hospitality Industry

General Manager Java Lotus Hotel Jember

Juga tayang di

https://www.beritabali.com/opini/read/bagaimana-menarik-perhatian-wisatawan

https://www.matrasnews.com/my-travel-my-adventure-bagaimana-menarik-perhatian-wisatawan/info-wisata/

https://www.majalahglobalreview.com/my-travel-my-adventurebagaimana-menarik-perhatian-wisatawan/

https://bisniswisata.co.id/my-travel-my-adventure-bagaimana-menarik-perhatian-wisatawan/

Share this:

Tips Menulis Application Letter dan Resume-nya

Praktek membuat surat pengantar melamar pekerjaan dan menulis Curriculum Vitae (CV) untuk semua siswa di semua level adalah program penutupan mentorship bersama Telu Learning & Consulting, jasa Hotel Konsultan. Curriculum Vitae juga disebut resume atau di Indonesia diterjemahkan sebagai Daftar Riwayat Hidup.

Menulis Resume bersama Surat Pengantar nya adalah mirip audisi untuk menjadi bintang panggung di dunia entertainment. Kita harus mampu mengenali kemampuan diri sendiri dan mengekspresikannya secara tertulis. Mengeksporasi nilai jual sesuai kualifikasi dari pencari kerja. Dalam perjalanan karir saya di Indonesia, setiap perusahaan mempunyai budaya ber-beda-beda dalam hal rekrutmen. Yang umum adalah kualifikasi berdasakan edukasi, pengalaman kerja, lulus psiko test dan tes kesehatan. Tetapi, saya sempat tes masuk ke beberapa perusahaan yang ternyata kita tidak lolos karena ada faktor X.

Apakah faktor X tersebut?

Ini menarik sebagai tambahan pengetahuan teman-teman. Ternyata banyak perusahaan independent dan perusahaan keluarga menggunakan perhitungan astrologi dan fengshui juga golongan darah. Misalnya, ada satu perusahaan yang tidak boleh merekrut karyawan yang memiliki tahun kelahiran shio Cina Tikus Api. Lalu ada lagi yang mempunyai perhitungan lain, yaitu Lamaran Pekerjaan dan CV dikirim dulu ke Astrologer untuk seleksi awal atau shortlist sebelum proses selanjutnya. Astrologer tugasnya membaca wajah dari foto di CV dan menganalisa tanggal kelahiran tahun masehi untuk mendapatkan advis tentang kecocokan karakter dan keberuntungan kandidat dengan perusahaan. Ada lagi perusahaan yang mempergunakan tolok ukur seleksi pekerja dari golongan darah yang disesuaikan dengan tipe pekerjaan dan jabatan.

Perlu dicatat, ilustrasi faktor X tersebut hanya sebagai tambahan pengetahuan supaya kita juga tahu, bahwa kalau lamaran kerja kita tidak mendapatkan respon dari perusahaan yang kita kirimi lamaran pekerjaan bukan berarti kita jelek, tetapi lebih sering, kita ditolak karena ketidak-cocokan atau bahasa yang lebih kelas atas “we do not get the chemistry”.

Maka untuk menjaga prefesianalisme,  kita fokus menyiapkan diri dengan menulis surat pengantar melamar pekerjaan dan CV dalam format standar internasional yang berlaku. Mari kita tanamkan di dalam pemikiran positif dengan kalimat begini “Perusahaan yang kita mau-i belum tentu memilih kita, maka kita harus selalu membuka diri untuk mengambil kesempatan pertama kepada perusahaan yang memilih kita.”

Akan lebih baik, kalau kita meminta bantuan seorang ahli bahasa untuk proofreading dan copyediting. Atau, kalau harus menulis dalam beberapa bahasa asing, kita perlu meminta bantuan seorang native speaker untuk membaca ulang, dan me-review Surat Pengantar Lamaran Kerja, CV dan dokumen pendukung yang kita perlukan.

Selanjutnya, beberapa tip berikut akan membantu kita dalam menyiapkan diri sebagai kandidat yang siap mengikuti proses rekrutmen:

Membaca Iklan Lowongan Pekerjaan:

Kita harus membaca dengan teliti kualifikasi untuk jabatan, jenis pekerjaan yang dicantumkan oleh penyedia pekerjaan/  pengiklan lowongan kerja. Kemudian perlu kita pelajari sekilas perusahaan tersebut sebelum mengirimkan lamaran pekerjaan. Tentunya saat ini kita dengan mudah mencari dan menemukan segala macam informasi secara daring, bahkan dalam hitungan detik.

Mengirimkan CV

Karena aksesibilitas internet dan teknologi bervariasi dari satu negara ke negara lain, kita harus memastikan untuk menyiapkan CV dalam program yang dikenal luas seperti Microsoft Word dan kirimkan sebagai lampiran ke email. Kecuali kalau disebutkan untuk dikirimkan dalam format PDF atau yang lain.

Mengapa Microsoft Word? Untuk pelamar kerja di perusahaan internasional kelas dunia, mereka menggunakan software Human Resources untuk menganalisa surat lamarkan kerja dan CV. Mesin pembacanya hanya berkerja baik dengan Microsoft Word. Dengan cara ini, poin nomer satu untuk kita membuka peluang lolos seleksi awal sudah terbuka.

Banyak juga perusahaan yang meminta kandidat mengirimkan lamaran kerjanya dengan cara online. Karena mereka menyimpan data pelamar sebagai data base tanpa kerja dobel dalam hal administrasi dalam kelas perusahaan jaringan international. Dengan catatan, kalau kita tidak lolos di satu kesempatan, artinya catatannya sudah terekam dan berlaku di seluruh jaringan perusahaan tersebut.

Presentasi dan tata letak

Resume kita harus terlihat bersih dan terstruktur dengan baik, dengan cukup ruang putih supaya mudah dibaca. Cukup dua (2) halaman untuk CV, untuk para profesional cukup cantumkan yang 10 – 15 tahun terakhir saja. Kita harus menjual diri kita, mendeskripsikan “why you should hire me” (the objective and strength) semaksimal mungkin di halaman pertama dan keterangan tambahan sebagai pendukung di halaman kedua.

Untuk jenis dan ukuran huruf, kita gunakan yang klasik saja. Huruf yang mudah dibaca adalah font Arial, 10-12pt. Kita harus menghindari aklamasi, huruf miring dan garis bawah di dalam penulisan daftar riwayat hidup.

Sekali lagi supaya kita lolos seleksi awal, tulisan kita harus sempurna, perhatikan ejaan dan tanda baca juga angka. Karena, Surat Pengantar Melamat Pekerjaan dan Curricuum Vitae masuk dalam kategori korespondensi bisnis formal. Tidak ada toleransi terhadap kesalahan penulisan.

Kali ini saya ulangi untuk mengingatkan lagi struktur dasar untuk suatu Curriulum Vitae.

Name, address and contact details

Kita harus memastikan untuk mencantumkan nomer ponsel dan/atau telepon rumah juga alamat email yang aktif dan paling sering kita gunakan. Tentunya kita tidak mau kehilangan kesempatan dan mengecewakan pemberi kerja yang hendak mengundang kita untuk masuk ke proses perekrutan selanjutnya karena data yang kita cantumkan tidak akurat.

Personal Summary – Qualifications

Di bagian ini kita menerangkan mengenai diri kita. Our objective dengan keterangan menyesuaikan dengan posisi pekerjaan yang kita lamar. Di dalam bahasa marketing ini kesempatan menyampaikan “why you should hire me”  sebagai individu dengan paket  USP = Unique Selling Proposition kita, dengan menyebutkan strength poin.

Skill Summary

Kita harus tahu bahwa, pembaca resume kita hanya mempunyai beberapa detik untuk mensortir surat lamaran kerja.  Jadi, tugas kita adalah untuk menarik perhatian pembaca. Caranya, masukkan keahlian/ketrampilan kita yang utama dengan keterangan singkat menggunakan kata-kata yang tepat. Harus yang relevan dengan pekerjaan yang kita lamar dan jika memungkinkan, gunakan kata sifat yang sama seperti yang digunakan dalam iklan loker yang dipasang.

Misalnya, jika iklan menyebutkan seseorang yang memiliki ‘kemampuan administratif yang efektif dan keterampilan interpersonal yang sangat baik’. Maka ini harus kita bahas di bawah bagian keterampilan kita dengan bukti singkat di mana kita memperoleh keterampilan tersebut. Pastikan untuk selalu menyesuaikan keterampilan dan keahlian kita dengan posisi individu yang kita lamar.

Relevant experience – Work history

Disini tempat kita menuliskan daftar riwayat pekerjaan. Termasuk pekerjaan berbayar, volunteer work, dan pengalaman kerja yang relevan. Kita menuliskan mundur. Mulai dari pekerjaan terbaru kita dan jangan meninggalkan celah apa pun. Kita jangan memberi kesempatan calon pemberi kerja untuk mencurigai yang terburuk. Misalnya jika kita mengambil waktu satu tahun, melaksanakan tugas sementara atau bepergian selama enam bulan, katakan demikian – pastikan kita mengilustrasikan apa pun pengalaman itu dengan cara yang positif, dengan fokus pada fakta bahwa keterangan tersebut memberi kita tambahan beberapa keterampilan dan pengetahuan yang hebat.

Achievements

Future employer kita, pasti tertarik untuk mengetahui prestasi kita di pekerjaan sebelumnya. Jadi, jika kita pernah menjadi “Employee of the month selama 3 bulan berturut-turut”, ini perlu kita tuliskan Pencapaian yang bisa diukur, ada parameternya. Jika seperti saya misalnya pencapaian dalam target sales, saya perlu menulis dengan persentase berapa dan selama periode kapan.

Education and training

Untuk mencantumkan pendidikan dan pelatihan, cukup yang logis.

Maksudnya, kalau kita mencapai dan mempunyai gelar pendidikan yang tinggi, tentunya perekrut mengabaikan dalam mempertanyakan kelulusan kita di tingkat sekolah dasar dan menengah. Yang kita perlu pastikan adalah memasukkan beberapa training relevan dengan pekerjaan yang kita lamar.

Interests

Ini opsional. Akan t]tetapi jika kita memutuskan untuk menuliskan tentang hobi dan minat, cukup yang singkat saja. Hindari mengatakan apa pun yang dapat menimbulkan pertentangan (mis. Afiliasi politik atau agama), dan sebisa mungkin, kita menggunakan bagian ini untuk menunjukkan bagaimana kepribadian kita sesuai dengan bisnis yang kita lamar.

References

Untuk referensi ini untuk standard internasional perlu dicantumkan.

Maka kita harus yakin, nama orang dan contact detail yang kita cantumkan sudah kita kenal secara pribadi dan memiliki hubungan baik. Tentu saja referee akan memberikan referensi yang positif mengenai kita. Jangan main asal tulis dengan mencantumkan deretan para mantan atasan dan rekan kerja.

Saya harap teman-teman pencari kerja mendapatkan informasi dan manfaat dari tulisan ini. Silakan teman-teman melihat, membacadan meninjau ulang, bahkan kalau perlu merevisi Surat Pengantar Melamar Pekerjaan dan Resume yang sudah ada. Selain itu, kita tentunya dapat mengambil beberapa template untuk contoh sebanyak mungkin, seperlunya dan yang sesuai dengan keperluan kita masing-masing.

Selamat berkarya dan semoga sukses!

Jember, 1 September 2023

Jeffrey Wibisono V.

Share this: