Well … ketika kini anda dan saya – kita semua
– telah berada di penghujung triwulan ke-empat masa pandemi COVID-19. Belum
puas juga rasanya membahas segala
konklusi solusi dalam menghadapi problematika dan romantika kehidupan
sehari-hari. Di poin ini, khususnya kita rakyat sebagai penikmat layanan penanganan
pemerintah dengan common practise ciri khas Indonesia.
Apakah implikasinya terhadap masyarakatnya?
Ya, pada twiwulan pertama pandemi COVID-19, para
pekerja masih belum dalam kehilangan pekerjaan tetapi telah kehilangan
penghasilan. Mau tidak mau untuk bisa bertahan, kita ganti watang memberdayakan diri mendapatkan sumber pendapatan yang
baru. Pitutur luhur dari bahasa Jawa ini secara harafiah artinya ganti batang. Apabila
diterjemahkan secara luas adalah ganti pekerjaan untuk mendapatkan kehidupan
yang lebih baik. Setiap orang hidup menghadapi pilihan-pilihan masing-masing. Kekinian,
mungkin pada awalnya daripada menganggur ingin bekerja secepatnya apa saja asal
kita bisa mandiri, berpenghasilan untuk membayar biaya hidup dan cicilan.
Setelah dalam kurun waktu tertentu dirasa tidak cukup baik perkembangannya maka
kitapun ingin pindah haluan. Apapun boleh dilakukan oleh setiap orang. Selama
masih memungkinkan seseorang harus mencari apa yang lebih baik untuk
kehidupannya.
Di-zaman saya berkarir ada istilah Kutu
Loncat. Citra negatif yang berarti seseorang pindah-pindah atau berganti
pekerjaan seenaknya pada pekerjaan dan jabatan yang sama. Kalau ini dilakukan,
kita akan menjadi kutu loncat yang tak pernah sempat membangun karir. Sehingga
sepanjang hidup kita hanya sibuk mencari-cari kerja. Tidak pernah fokus dan
tidak pernah betah dengan pekerjaannya. Saya ada menyinggung sedikit tentang
ini di Buku Hotelier
Stories Catatan Edan Penuh Teladan sub judul nomer 2. Takkan Lari Cita-Cita
Dikejar.
Bagaimana dengan tahun 2020 ini?
Justru kita dipaksa untuk ganti watang menambah profesi yang
sebagian besar menjadi entrepreneur
UMKM. Pebisnis mikro dalam cakupan kuliner dan sembako. Banyak yang gugur dalam
perjalanan entrepreneurship ini.
Tetapi banyak juga yang mencapai titik nyaman dan telah berpikir untuk
mempatenkan usahanya. Fokus menjadi pebisnis, entrepreneur dan dapat membuka lapangan kerja. Di Bali yang 85%
adalah pekerja pariwisata, sebagian kecil saat ini sudah memutuskan untuk tidak
menjadi pencari kerja lagi. Ganti Watang Permanen, Alih Profesi sebagai solusi.
Kali ini Suzana Widiastuti and I dengan modal latar belakang
keilmuan yang berbeda, kami ber-kolaborasi membuat bendera persatuan dengan
branding DIGIMAKZ.
.
Program bisnis kami adalah bimbingan pelatihan fokus ke
praktek dengan kelas konvensional tatap muka MENTORSHIP in WORKSHOP SERIES
dengan visi Skill-up Digital Marketer.
.
Kami mulai Seri #1 pada Sabtu, 14 November 2020.
Workshop akan dimulai pukul 9:00 pagi sampai diperkirakan
selesai pukul 14:00 siang WITA.
Bertempat di Fame Hotel Sunset Road Kuta, Bali
Karena ini kelas bimbingan dengan praktek, maka kami
membatasi peserta maksimum sebanyak 20 orang.
Investasi sebesar Rp. 250ribu per orang dan termasuk makan
siang.
Mentoring seri #1 dengan materi Cara Cerdas Monetisasi Media Sosial adalah
Suzana Widiastuti seorang Digital Maker — Maker istilah
yang sedang trend di kalangan Startup — intinya orang yang bisa membangun dan
meluncurkan produk (tentang apa saja). Dan saya sendiri, Jeffrey Wibisono V.
seorang Praktisi Branding yang cukup dikenal di industri perhotelan dan
pariwisata.
Kami telah menyusun Jadwal Seri Menjadi Digital Marketer dengan
penyampaian materi berjenjang menjadi serial mentorship workshop. Pertemuan
dengan jarak dua (2) minggu dari setiap seri-nya dengan total enam kali (6 X).
Berikut adalah jadwal lengkapnya yaitu 14 dan 28 Nov 2020,
12 dan 26 Des 2020, 16 dan 30 Jan 2021.
Pendaftaran seri #2 dan seterusnya akan kami buka setelah
selesai setiap seri workshop secara berurutan.
Teman-teman, terima kasih sebelumnya atas minat dan
perhatiannya. Kami tunggu pendaftaran teman-teman secepatnya mengingat kuota
peserta yang telah kami tentukan.
KITA
semua sudah paham, semua kesusahan dalam masa pandemi COVID-19 ini disebabkan
oleh terbatasi ruang gerak secara global. Masyarakat, baik pengusaha mau pun pekerja hanya dalam posisi
bertahan hidup selama dua triwulan berturut-turut. Untuk pemulihan ekonomi
kuncinya hanya ada di pandemi.
Aksi
pemerintah melakukan percepatan dengan membuka akses lintas-batas domestik
masih terhambat dengan peningkatan area-area yang secara paparan angka menunjukkan peningkatan resiko tertular
dari sang virus tipe super-spreader ini. Pemerintah telah menawarkan dan
melakukan aksi solusi berjenjang.
Kalau kita
amati, masa pandemi di Indonesia bisa menjadi lebih lama lagi, karena faktor ketaatan
masyarakatnya.
Mengapa bisa
tidak taat?
Pasalnya penduduk
kehilangan penghasilan dan harus tetap bergerak —terutama yang bergantung pada
penghasilan harian—.
“Tetaplah
bergerak supaya kau tidak tenggelam.” Begitu kata salah satu kata bijak. Maka tidak ada
pilihan,
interaksi jual-beli harus tetap berlangsung, bahkan naik tajam di area mikro — UMKM–.
Selanjutnya,
kita yang mengikuti berita dan menelisik data-data yang disampaikan oleh para
juru bicara pemerintah dan otoritas terkait, sekarang sudah bisa mengambil
kesimpulan.–
Ini bisa menjadi suatu kelegaan karena parameternya tersedia–.
Secara umum
bisa dikatakan pemerintahan NKRI dalam menanggulangi pandemi COVID-19 saat ini
fokus pada
ketersediaan vaksin. Penanggulangan berdasarkan adanya vaksin, “bukan” terhadap pandeminya, walau pun pemerintah daerah berkoordinasi
dengan pemerintah pusat melakukan PSBB – lockdown
locally – termasuk pembuatan peraturan dan payung hukumnya.
Yang menarik
dari sini adalah informasi “jadwal” ketersediaan vaksin. Sehingga
kemudian bisa kita perhitungkan dan tentukan periode pandemi COVID-19 di
Indonesia akan masuk dalam fase under-control
tertanggulangi. Kemudian diikuti pergerakan
pemulihan ekonomi dan kontraksi sektor industri pariwisata yang bisa bergerak lebih
awal.
Terkonfirmasi
Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah menandatangani Peraturan Presiden Nomor
99 Tahun 2020 tentang vaksin
COVID-19. Aturan
tersebut mengatur pengadaan dan pelaksanaan vaksin virus corona — rencananya dimulai pada akhir tahun
2020–.
Impor vaksin
COVID-19 tiba di Indonesia bulan
depan (November
2020). Vaksin virus corona yang didatangkan dari luar negeri tersebut tahap
pertama akan diberikan untuk tenaga medis atau garda depan.
Selain vaksin impor, Indonesia tengah
mengembangkan vaksin di dalam negeri. Vaksin tersebut saat ini masih dalam
tahap III uji klinis yang kemudian akan diproduksi secara massal oleh Biofarma.
Keputusan relevan dari hasil uji klinis masih harus kita tunggu sampai bulan
Desember mendatang. Kita semua tentu berharap
vaksin produksi dalam negeri dinyatakan berhasil. Dengan begitu, vaksin
bisa diproduksi secara massal pada Januari 2021. Masyarakat dengan risiko
tinggi kemungkinan mendapatkan vaksin pada awal tahun depan, triwulan pertama
memasuki tahun baru.
Baru-baru
ini dari hasil berbincang bersama Direktur Riset CORE Indonesia, Piter A.
Redjalam pada webinar iDEATE, saya mendapatkan insight
tentang dampak pandemi bagi perekonomian bangsa. Pak Piter pada penutupan
presentasinya menyuntikkan semangat akan adanya kontraksi di sektor industri
pariwisata Bali, bahkan mampu menyampaikan periodenya.
CORE adalah
kependekan dari Center of Reform on Economics atau terjemahannya Pusat
Pemulihan Ekonomi Nasional. Sedangkan acara webinar berbayar diprakarsai oleh
KHAS Studio dengan moderator Elprisdat Zen yang juga adalah Managing
Director studio tersebut.
Berita
baiknya,
tinggal satu langkah lebar lagi untuk masuk ke momentum “pemulihan ekonomi nasional”. Tentunya termasuk industri pariwisata dimana Bali sebagai fokus
utama untuk percepatan.
Status under
control adalah triwulan pertama 2021 karena sudah ada vaksin untuk garda
depan.
Lalu masuk
triwulan kedua mulai April 2021, kita
sudah masuk masa pemulihan/recovery dengan vaksin
buatan Indonesia sendiri mulai dipakai.
Selanjutnya
pada triwulan ketiga pada Juli 2021,
bisa dipastikan lalu lintas pariwisata
sudah meningkat dengan perhitungan pemulihan ekonomi telah berjalan dan
mayarakat mulai berpenghasilan baik.
Sehingga
pada triwulan keempat mulai bulan Oktober 2021 akan ada lonjakan minat
berwisata yang utuh. Permintaan sudah bisa dikatakan menuju normal karena
euforia para pelaku wisata untuk melakukan perjalanan.
Apa
rekomendasi kita terhadap pemerintah dalam konsep pentahelix pariwisata untuk
memasuki triwulan per triwulan?
Ini adalah
momentum. Jangan sampai dilewatkan.
Saat pandemi
berakhir pemerintah hendaknya siap dengan program-program pemulihan ekonomi.
Salah satu untuk
mendukung pariwisata adalah memberikan berbagai diskon tiket pesawat dan saran
transformasi lainnya yang diluncurkan lebih awal,— early-bird.
Jadi, apakah
pekerjaan rumah kita dalam dua triwulan
ini supaya bisa tepat waktu masuk ke masa recovery yang secara logis
realistis kita perhitungkan di atas kertas?
Fokus
pada penanggulangan wabah dengan keterlibatan seluruh lapisan masyarakat.
Pemerintah
turut andil untuk memberikan jaring pengaman sosial dan meningkatkan ketahanan
masyarakat terdampak
Pemerintah
memberikan bantuan untuk meningkatkan ketahanan dunia usaha.
NEGARA Kesatuan Republik Indonesia, dengan
17.504 pulau, secara
de facto terdiri dari 34 provinsi. Di dalamnya ada 416 kabupaten dan 98 kota atau 7.024
daerah setingkat kecamatan dengan
81.626 daerah setingkat desa. Populasi
hampir
270.054.853 jiwa pada tahun 2018. Mari kita tunggu pengumuman hasil sensus
penduduk 2020 yang dilakukan secara online
— hasilnya akan
diumumkan sebelum tahun 2020 berakhir—.
Berita
hari ini yang saya baca, dari 34 provinsi, terekam 15 provinsi di Indonesia tidak
terjadi penambahan kasus positif COVID-19 (data per 5 Juni 2020). Berarti, hampir 50% provinsi di Indonesia sudah
tidak ada penambahan kasus positif baru. Kabar baik.
Bagaimana
dengan kepariwisataan
setelah era
pandemi? Kalau di kumpulkan sudah ada ratusan prediksi
perilaku dan bisnis yang akan berkembang berkenormalan baru dengan pemikiran life after COVID-19
Di dalam
bukunya berjudul “Kepariwisataan
Berkelanjutan Rintis Jalan Lewat Komunitas”, tertuang pemikiran pak I Gede Ardika, Menteri Pariwisata
2000 – 2004.
Pak Ardika
mengulas bagaimana pembangunan pariwisata di Indonesia yang bertumpu pada
konsep, prinsip-prinsip, serta cita-cita dan tujuan sebagai bagian integral
dalam pembangunan nasional.
Mulai ulasan
makna dan hakikat kepariwisataan, falsafah kepariwisataan yang berakar pada
kearifan lokal. Serta
contoh konkrit dari beberapa wilayah di Indonesia, diantaranya Yogyakarta dan Bali. Sebagai ilustrasi, Pak Ardika
mencontohkan sejumlah desa wisata yang berhasil menerapkan nilai-nilai dasar
dalam upaya mensejahterakan kehidupan mereka di antaranya; Desa Wisata Pentingsari di kaki Gunung Merapi Daerah
lstimewa Yogyakarta dan Desa Pemuteran, Kabupaten Buleleng, Bali.
Pak Ardika
melalui buku ini juga menyampaikan bahwa nilai-nilai dasar yang dijadikan
sebagai acuan (di antaranya dalam UU Kepariwisataan No.10 Tahun 2009 yang telah
memasukan Kode Etik Kepariwisataan Dunia) dalam kepariwisataan nasional itu
bukan ilusi kosong semata. Prinsip-prinsip ini telah diterapkan dalam
mengembangkan kepariwisataan pedesaan berbasis masyarakat di Indonesia.
Alternatif
jawaban dalam mewujudkan cita-cita itu adalah kepariwisataan berbasis
komunitas, yaitu masyarakat sebagai pelaku.
Insight kepariwisataan adalah alat pembangunan
yang strategis dan inklusif. Kepariwisataan menyentuh beragam aspek sekaligus menciptakan
ekosistem yang membutuhkan keterlibatan
seluruh kelompok masyarakat. Cita-cita dan tantangan kepariwisataan di Indonesia
adalah mewujudkan kepariwisataan yang bertanggungjawab dan berkelanjutan dari
sisi ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan.
Lalu apa
panduan dan peran UNWTO
dalam pengembangan kepariwisataan
Indonesia yang erat kaitannya dengan Prosedur Tetap (Protap)
COVID-19 standar WHO untuk pelayanan
kesehatan?
Sampai
disini, pembahasan akan menjadi sangat serius dan saya serahkan ke tenaga
ahlinya saja. Saya hendak alih fokus, membawa sidang pembaca ke prediksi masa
depan yang membawa kita ke tatanan baru dalam bersosialisasi.
Berdasarkan
dari begitu banyaknya informasi tertulis yang saya baca, melihat
gambar juga menonton
video, banyak tata cara ditawarkan, kemudian membawa saya kilasbalik ke
masa lalu. Saya generasi yang mengalami jamannya Indonesia susah tahun 70 –
80an. Tahun 2020 ini kok saya rasakan ada kemiripan. Mungkin ada diantara
sidang pembaca yang satu generasi dengan saya dan bisa menambahkan informasi.
Di Sekolah
Dasar waktu itu, saya mendapatkan pembagian sumbangan jatah susu bubuk dalam
kantong plastik bening yang tidak ada mereknya. Katanya –waktu itu– yang dibagikan adalah susu kedelai.
Juga pengganti nasi di rumah namanya bulgur. Saya sudah lupa seperti apa rasa
bulgur itu.
Maka dengan
banyaknya wacana aturan baru dalam bersosialisi yang sedang dibuatkan payung
hukum, maka saya mikirnya, ini circle of
life. Pengulangan masa lalu sesuai jamannya.
The time is always right to do what
is right. Masanya
senantiasa tepat untuk melakukan hal-hal yang benar. Di masa tahun 70 – 80 an
itu, mobil dan kendaraan umum tidak ber-AC. Kita menikmati sirkulasi udara natural.
Apa bedanya dengan rekomendasi saat ini yang mengajari kita untuk mendapatkan
sirkulasi udara sehat dengan membuka pintu dan jendela di waktu-waktu yang
memungkinkan. Juga mengepel lantai dengan desinfektan.
Tentang Kuliner
Di jaman
saya,
restoran juga jarak antar meja nya cukup jauh. Di celah tempat duduknya bisa
papasan dua orang dengan berjalan tegak, tidak pakai memiringkan atau
mencondongkan tubuh. Bahkan ada restoran yang mememasang sekat antar meja,
menjaga privasi.
Dan apa
rekomendasi dari protap COVID-19
sekarang?
Ya, mengatur
meja restoran berjarak 1.5 – 2 meter.
Sehingga kapasitas tempat duduk berkurang sekitar 50% dibandingkan
pengaturan sebelum pandemi COVID-19 mewabah.
Kemudian
dari edaran Tas Siaga COVID-nya
BNBP, saya jadi ingat,
kalau beli makanan dari gerobak pinggir jalan di sepanjang jalan Senopati
Jakarta. Makannya
di dalam mobil masing-masing dan bisa dipastikan setiap pembeli
menyiapkan alat makan
sendiri.
Di masa
kini, kita yang sudah kena globalisasi, gerobak makanan kita sebut Food Truck. Karena yang pedagang di
trotoar kaki lima sekarang menggunakan bagasi mobilnya untuk menata makanan
jualannya.
Satu lagi,
bahan makanan yang dianjurkan adalah organik dan sebisanya menghindari makanan cepat saji.
Ya, di masa
lalu, —
belum jamannya berbagai macam obat-obat kimia dalam bidang pertanian dan perkebunan. Pertumbuhan
dan kesuburan alami dengan menggunakan pupuk kandang.
Bioskop
Yang menarik
adalah bioskop. Yang punya mobil akan ke Drive-In
Cinema dan yang lainnya akan ke gedung bioskop luar-ruang misbar singkatan
dari gerimis bubar di masa kecil saya. Sekarang disebut nobar kependekan dari
nonton bareng. Ini dunia hiburan yang akan trendi di banyak kota besar.
Pelesir
Yang saya
bayangkan, pangsa pasar pertama yang
akan melakukan perjalanan pasca COVID adalah
keluarga-keluarga kecil. Dengan mobil-mobil yang cukup untuk ber-enam. Mobil pariwisata adalah mobil
terbuka dan jenis-jenis mobil ber-AC yang muat untuk enam penumpang dengan
sekat antara sopir dan penumpang. Seperti limousine service dan taxi di beberapa negara
Eropa.
Di jaman
saya tahun 70 – 80an, bahagianya naik colt
diesel itu tanpa AC pulang-pergi Malang – Surabaya atau piknik bersama
keluarga ke tempat-tempat lain berjarak tempuh sekitar empat jam.
Kemudian traveling menjadi hal yang mewah dan
mahal. Ngurus surat ini itu dan ngisi form
ini itu termasuk harus suntik vaksin sesuai aturan destinasi yang dituju. Apa
bedanya dengan wacana dan peraturan yang sedang disusun saat ini?
Lebih jauh
lagi, bagaimana
dengan cara kerja dan pemikiran marketing
industri perhotelan dan pariwisata saat ini dan beberapa bulan ke depan
menghadapi COVID-19 under control dan program recovery-nya?
Faktanya
pangsa pasar tidak mendukung secara global. Penawaran yang sedang beredar
adalah Cost
Price
Long
Staying, dan gencar dengan Pay Now Stay Later.
Semua
strategi ini tentunya telah diperhitungkan dengan matang oleh menejemen
perusahaan masing-masing. Mode bertahan hidup. Ini semacam aksi yang sama
dimana-mana, sea of similarity.
Akhirnya,
bagaimana rencana masa depan kepariwisataan termasuk aksi jangka pendek dan
panjangnya?
Bukan lagi
inovasi yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dalam persiapan meluncurkan
kembali perjalanan dan pariwisata berkelanjutan dunia. Melainkan membuka akses
lintas batas seperti sebelumnya dan melonggarkan segala peraturan rumit yang
disiapkan oleh masing-masing pemerintahan di seluruh dunia. Dengan prioritas jaminan
kesehatan untuk semua tingkat kemampuan ekonomi wisatawan di semua destinasi
tetap di urutan nomer satu dan biayanya terjangkau.
“STAY at home economy
akan menjadi tren di masa yang akan datang,” demikian pernyataan Menteri
Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Teten Masduki dalam
keterangan resmi di Media Center Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19,
Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, Selasa (28/4).
Kita
semua telah tahu, bahwa kuartal pertama tahun 2020 ini dimulai dengan masa
suram perekonomian rakyat. Untuk Bali, sudah terasa seretnya pendapatan bagi
pekerja pariwisata, perhotelan dan lingkaran ekosistemnya pada bulan Maret.
Bisa diperhitungkan mulai dari di tetapkannya status siaga Corona oleh Gubernur Bali, I Wayan Koster. Status
siaga yang berlaku dari 16 sampai 30 Maret 2020. Kemudian diperpanjang
sampai 29 May 2020. Selanjutnya,
provinsi lain di Indonesia juga terdampak.
Dalam
perjalanan status siaga ini, kita sekarang mematuhi tambahan ketetapan
pemerintah pusat, yaitu “larangan mudik”. Tindakan yang diambil demi mencegah semakin meluasnya penyebaran
virus Corona penyebab COVID-19. Peraturan ini disampaikan oleh Presiden NKRI Joko Widodo saat memimpin
rapat terbatas, Selasa 21 April 2020. Tindakan larangan mudik diberlakukan pemerintah
mulai Jumat, 14 April. Keputusan ini mengakibatkan seluruh moda transportasi
dihentikan sementara. Juru bicara
Kementerian Perhubungan Adita Irawati menyebutkan, moda transportasi baik
darat, laut, udara dan kereta api, dihentikan sementara hingga batas waktu yang
ditentukan. Kendaraan bermotor dilarang beroperasi hingga 31 Mei, transportasi
laut hingga 8 Juni, dan kereta api hingga 15 Juni 2020.
Bisnis
rumahan dadakan
Dari
mengamati dan menyadari cara hidup keseharian di kuartal pertama 2020 ini, kita
pasti merasa dipaksa untuk mendigitalisasi banyak hal dalam menjalani aktifitas
keseharian. Kondisi #DiRumahAja ini telah membangkitkan bisnis kuliner rumahan
dadakan sektor bisnis informal. Para pekerja terutama dari sektor pariwisata
dan perhotelan —penghasilan
tetap bulanannya harus rela “dicacah”—, mulai mengeluarkan jurus-jurus
mempertahankan ekonomi rumah tangga dari keahlian memasak.
Berbekal pengetahuan social media, mereka mulai beraktifitas memulai e-commerce industri
rumahan. Membuka pesanan dan sesuai kesepakatan ditentukan juga hari dan jam
pengantarannya. Bahkan yang sebelumnya gaptek
– gagap teknologi dipaksa go digital
untuk memulai bisnisnya. Tiada ampun covid-19 ternyata juga memberi nilai
positif untuk memaksa semua orang beradaptasi dengan lingkungannya.
Opsi
pesan-antar membuka peluang bisnis rumahan yang sangat luas. Komunikasi untuk
menerima pesanan pun
sangat mudah dengan menggunakan platform
gratis digital berbasis sosial media,
termasuk instagrammessage, facebookmessenger, whatsapp, line
dan beberapa lagi. Juga yang sudah eksis bekerjasama dengan provider ojol Go-Jek dan Grab.
Apakah
bisnis pesan-antar yang sekarang menjadi tren perjuangan mengais rejeki untuk
memenuhi kebutuhan ekonomi rumah tangga hanya untuk sementara?
Kalau
saja, bisnis pesan-antar dadakan ini menyehatkan ekonomi rumah tangga saat ini
dan beberapa bulan ke depan, tentunya stay
at home economy
tren bisnis kekinian akan menjadi tonggak main
income pelakunya. Kelangsungan bisnis masa depan yang bisa
diperhitungkan sebagai membuka lapangan kerja di sektor UKM / UMKM dengan
didukung digital
platform yang
tepat sasaran untuk memudahkan cara kerja dengan jangkauan pasar yang lebih
luas.
Industri
Kuliner
Bagaimana
dengan restoran-restoran dan usaha lainnya dari kategori PT, CV, UD dan UKM?
Stay at
home
economy bisa
diterjemahkan lebih luas lagi. Karena pergeseran seismik ini, platform digital
dan solusi pesan-antar berkembang pesat. Semua sektor industri menjadi semakin
tergantung pada digitalisasi. Solusi menggunakan platform pesan-antar digital pasti diperlukan untuk meraih pangsa
pasar yang lebih luas dan mempermudah sistem kerja. Investasi dengan biaya
murah dan menjadi solusi jangka panjang dalam berbisnis. Bisa dipastikan sistem
e-commerce ini akan terus dikembangan
untuk kepentingan masa depan.
Pebisnis
makanan dan minuman pun dipaksa untuk
bertransformasi untuk mendatangi customer.
Sesuai keputusan pemerintah, restoran
harus tutup. Tetapi para pengusaha restoran termasuk restoran di hotel dituntut
untuk mampu mempertahankan karyawannya dan menggaji sesuai kesepakatan kerja
antara kedua belah pihak.
Thanks
to Technology.
Dengan makin canggihnya alat komunikasi dan bisa saling diintegrasikan, maka Platform Digital Pesan-Antar sangat membantu para pebisnis dan konsumennya untuk tetap berinteraksi, dan walaupun pendapatan turun tetapi bisnis hidup. Untuk pebisnis sektor formal, ada beberapa solusi perangkat lunak (SaaS) di pasar yang memberi kita alat untuk menjalankan dan maintain operasional pengiriman kita sendiri. Beberapa nama yang dikenal dari luar Indonesia adalah Oddle, Tabsquare, Kaddra, Weeloy, dan Butleric. Sedangkan Digital Ordering Platform yang sudah banyak dipakai di indonesia adalah deeats dan linktr.ee instagram tool,selain google, dan facebook yang juga merespon situasi stay at home /#DiRumahAja dengan menyediakan fasilitas bisnis untuk publik.
Lantas! Solusi atau platform
pesan-antar mana yang lebih baik?
Kita dapat menyimpulkan bahwa solusi pesan-antar masuk akal untuk perusahaan mapan juga UKM / UMKM yang memiliki sumber daya untuk mengelola operasional pengiriman mereka sendiri. Kita harus berpikir secara logis dan menganalisa apa sebenarnya yang akan menjadi biaya. Terutama saat kita menganggap platform digital ini tiba-tiba sebagai bagian penting dari rantai pasokan. Kita seharusnya menganggapnya sebagai kebutuhan wajar dalam menjalani new normal berkelanjutan dalam etika bisnis era COVID-19. Solusi pemesanan online yang dapat kita tawarkan kepada customer untuk melihat menu, memesan, dan melakukan pembayaran online. Biasanya solusi ini diberi istilah white labelmerek restoran.
Nilai tambah platform digitalpesan-antar
Bisa
di evaluasi dari kebiasan kita yang menjadi konsumen, yaitu akan melihat
peningkatan jumlah opsi menu dan beragam penawaran untuk dipilih.
Pebisnis
kuliner dadakan dan restoran memiliki aliran pendapatan dari bisnis pesan-antar
untuk membiayai dapur masing-masing.
Pebisnis
kuliner pesan-antar menciptakan lebih banyak pekerjaan untuk karyawan dan driver ojol sebagai partner kerjasama
pihak ketiga.
Platform digital pesan-antar mendorong inovasi dan mengimplementasikan
smart kitchen berbasis cloud yang biaya operasionalnya lebih
rendah dibandingkan conventional kitchen.
Akhirnya
kembali kepada topik awal, apakah stay
at home economy,
bisnis berbasis ekonomi kerakyatan akan menjadi sumber pendapatan utama masa
depan kita?