Gini loh bro ….
Pertama saya hendak paparkan dulu usia generasi birokrat NKRI dan usia generasi potential market traveler, pelancong dan wisatawan dunia saat ini. Saya buat simple saja mengantisipasi jangka pendek sampai lima (5) tahun ke depan.
Dari buku berjudul Mind The Gap yang ditulis oleh Graeme Codrington and Sue Grant-Marshall, kita diajak mengenal karakteristik antar generasi. Kita dan generasi di atas maupun di bawah kita, menemukan generasi dan orang-orang yang berperanan membentuk hidup kita.
Apakah generasi birokrat NKRI dari …. ?
- Generasi Baby Boomer kelahiran antara tahun 1946 sampai tahun 1964 dengan karakteristik peduli dan peka terhadap perasaan orang lain (empati)
- Generasi X kelahiran antara tahun 1965 sampai tahun 1980 dengan karakteristik orang tuanya mengajak untuk peduli dan peka terhadap perasaan orang lain (simpati)
- Generasi Y = Generasi Milenial kelahiran antara tahun 1981 sampai tahun 1994 dengan karakteristik orang tuanya lebih modern dan fokus pada hal-hal yang praktis dan instan. Waktu bersama antara orang tua dan anak menjadi sedikit.
- Generasi Z = iGeneration = Generasi Internet kelahiran antara tahun 1995 sampai tahun 2010 dengan karakteristik orang tua hidup dengan gadget dan sibuk sendiri. Anak menjadi lebih individualistis.
Setelah anda dan saya memahami apa yang membuat kesenjangan generasi, maka inilah saatnya untuk mengubah pola pikir dan lebih jauh mempelajari kebutuhan generasi penerus (kita sebut potensial market traveler).
Dalam hal ini sudah sampai dari generasi baby boomer sampai ke usia produktif generasi milenial dengan dengan kesuksesan finansiil dan gaya hidupnya!
Fokus kepada pariwisata, generasi milenial sebagai traveler adalah easy going dan explore experience dan moment of truth nya adalah di digital camera dan sosial media.
Apakah generasi milenial mempunyai ketertarikan terhadap arkeologi dan antropologi selain teknologi yang sedang dalam genggaman mereka?
Jadilah flashback ke perencanaan pemerintah yang membahas tentang DMO – Destination Management Organization (DMO) di tahun 2012. Pastinya pada tingkat nasional, pengelolaan eksternal sangat dominan dan merencanakan strategi secara keseluruhan termasuk pemasaran dan diplomasi pariwisata. Ada Inbound ada Outbound.
Salah satunya yang baru terwujud realisasinya dan diumumkan oleh pemerintah secara resmi di tahun 2019 ini, mengacu pada siaran Kemenparekraf tahun 2012 adalah Mandalika. Kepikir kan itu adalah perencanaan yang dibahas dari 7 tahun lalu. Artinya, bukankah semua program pemerintah itu berkelanjutan berkesinambungan walau harus gonta-ganti presiden juga jajaran para menteri pelaksananya dengan prestasi masing-masing?
Lalu apa sih Istilah dan Pengertian Destination Management Organization (DMO) ?
Ini adalah adalah struktur tata kelola destinasi pariwisata yang mencakup
- perencanaan,
- koordinasi,
- implementasi,
- dan pengendalian organisasi destinasi
secara
- inovatif
- dan sistemik
melalui pemanfaatan
- jejaring,
- informasi dan teknologi,
yang terpimpin secara terpadu dengan peran serta
- masyarakat,
- asosiasi,
- industri,
- akademisi
- dan pemerintah
dalam rangka meningkatkan kualitas
- pengelolaan,
- volume kunjungan wisata,
- lama tinggal
- dan besaran pengeluaran wisatawan
- serta manfaat bagi masyarakat
di destinasi pariwisata.
Wis ini saja dulu deskripsinya.
Lalu bagaimana tata kelola, monitoring dan tolok ukur pencapaiannya untuk wilayah tingkat Lokal, Regional dan Nasional?
Bisa dipastikan kegiatan membentuk dan mengelola serta menyempurnakan destinasi melalui suatu proses yang berkesinambungan. Perihal ini untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama dengan pemasaran dan diplomasi pariwisata. Antara lain dengan menjalankan prinsip-prinsipnya yang bersifat multisektoral dan multi dimensi di dalamnya merujuk pada berbagai indikator yang telah ditetapkan.
Tentunya dalam perjalanan DMO ini ada perubahan-perubahan disesuaikan dengan zamannya.
Di tahun 2019 ini pergeseran perilaku bisnis telah berubah. Tahu-kan beberapa gerai supermarket jaringan nasional seperti Hero, Matahari sudah tutup? Mengapa?
Salah satunya karena convenient store nya ada di hape masing-masing. Pesan, Bayar, Terima Barang tanpa meninggalkan tempat. Apalagi sampai harus buang-buang waktu ngantri di kasir supermarket seperti sampai beberapa tahun lalu. Entah, saya sudah lupa tahun berapa terakhir kali saya belanja di supermarket dan masih rela mengantri untuk membayar barang belanjaan di kasir.
Bulan Oktober lalu, saya mendapat hashtag/ tagar dari mentor Digital Marketing saya yaitu #GoOnlineOrGoAway. Disini, manusia harus teamwork dengan robot. Bukan robot menghilangkan manusia. Kalau dulu jam kerja disebut 9/5 sekarang menjadi 24/7. Dari sebutan diajari out of the box, sekarang saya berani membuat terminologi baru no box.
Perlu kita ketahui perilaku dan preferensi generasi milenial telah mengubah zaman begitu drastis. Beberapa kriteria industri dan produk menjadi tidak relevan dan telah musnah dimakan zaman dalam waktu yang sangat singkat. Seperti kisah dinosaurus. Nyata, beberapa profesi baru telah eksis dan sebagian telah dihapuskan.
Apakah industri pariwisata akan musnah?
Hati-hati, sekarang di banyak mall di seluruh dunia telah diperkenalkan tour keliling dunia dengan Virtual Reality (VR) dan Augmented Reality (AR).
Bahkan dengan lantang anak teman saya bisa menjawab “Bisa, saya bisa berenang kok!” dan saya syok ketika mengetahuinya si anak teman saya itu belajar berenangnya di ….. “GADGET!”
Halu sekali bukan???
Lalu apakah polemik destinasi pariwisata dengan label ramah ini, ramah itu masih perlu di pertajam?
Dan pertanyaan saya apakah yang ramah ini ramah itu adalah yang memang diperlukan oleh target market generasi milenial dan yang segera akan disusul generasi alpha?
Tugas birokrat, semua perencana, semua pembuat keputusan dan pengemban kebijaksaan adalah menyiapkan masa depan bagi generasi penerus industri pariwisata nasional.
Well…. dari hitungan usia populasi Baby Boomers dan Gen-X akan semakin surut dan berkurang.
Dan bisa jadi suatu saat akan punah. Lalu apa peninggalan anda dan saya yang saat ini masih berada dalam lingkup generasi ini?
Ayo, kita bikin emergency red code! Ini bisa kita menurunkan ilmu ke generasi milenial atau bahkan menimba ilmu dari generasi milenial dalam hal cara berbelanja online maupun mengonsumsi pengalaman (experience dan leisure).
Mari kita temukan their want and their need.
Kita semua tahu kan generasi milenial ke mall bukan untuk berbelanja barang, tapi cuci mata, nongkrong dan dine-out mencari pengalaman penghilang stress.
Hospitality adalah jasa layanan, dan pariwisata adalah bisnis manusia dengan experience seutuhnya yang sangat personal. Setiap individu ingin dan mendapatkan experience yang ber-beda-beda di dalam memorinya. Dapat diketahui dari lontaran cerita tamu-tamu kita masing-masing, walaupun yang kita layani adalah satu keluarga.
Bali, sebagai destinasi wisata utama di Bulan Oktober dan November 2019 ini banyak yang mengeluh sepi atau pencapaian pendapatan di bawah budget dan target. Saya berharap bisa mendapatkan data untuk analisa. Apakah ini sudah masuk ke tahap ini kondisi “bearish berkelanjutan” sebagai dampak terbentuknya “new normal” perekonomian kita yang melesu dalam jangka panjang. Maaf saya meminjam istilah perdagangan forex yang mempunyai istilah siklus “bullish-bearish”.
Di dalam pekerjaan, saya sudah sangat sering berbicara dengan generasi milenial yang menuntut fleksibilitas dalam bekerja dan menuntut pola kerja remote working, flexible working schedule, atau flexi job. Dan minta gaji di atas rata-rata yang telah diperhitungkan perusahaan. Dengan alasan pendidikannya tinggi dan mereka smart. Tren ke arah freelancer, digital nomad atau gig economy kini kian menguat.
Sampai disini saya punya hashtag #smile #nelenludah
Saya ini pengen melanjutkan karir saya di industri hospitality dan pariwisata. Bersaing dengan generasi milenial dengan peristilahan workcation (kerja sambil liburan). Melakukan kontrak kerja berpindah pindah misalnya 3 bulan di Bali, 3 bulan di Jakarta, 3 bulan Dubai dst. Apakah masih bisa kita menuntut loyalitas dan integritas karyawan? Saya pikir ini bisa saya kembalikan kepada penyedia lapangan kerja dan kelahiran generasi apa-nya.
Di zamannya, saya disebut kutu loncat, karena seringnya pindah-pindah kerja.
Selamat datang masa depan pariwisata Indonesia. Bali dengan lima Bali barunya.
Siapkah generasi baby boomer dan generasi X Indonesia menghadapi Era Disrupsi Ekonomi Digital dan Revolusi Industri 4.0 ?
Karakter, Mindset, Wawasan dan Skillset apa yang dibutuhkan untuk estafet dengan generasi milenial dalam urusan Indonesia adalah destinasi pariwisata budaya dan perlu dilestarikan?.
Urusan pariwisata budaya dilestarikan, boleh tidak di VR (Virtual Reality) – kan?
Saya mengambil fakta generasi milenial Bali sekarang dengan latar belakang keluarga petani yang maunya bekerja di hotel.
Sehingga jumlah petani tradisional menjadi sangat minimum. Demikian juga lahan pertaniannya telah berubah fungsi. Menjadi gedung-gedung atau sentra bisnis lainnya.
Maaf, ini saya jadinya seperti mempunyai dan membangun wild dream!
Saya ingin tahu berapa orang-kah profesional tour guide dari golongan usia generasi milenial di Bali pada saat ini?
Gitu bro….
Bali, 12 November 2019
Jeffrey Wibisono V.