“Tetaplah bergeraklah, hadapi, dapatkan solusi dan selesaikan segala persoalan agar hati dan pikiran kita tak punya waktu untuk mengeluh.”. – jeffreywibisono.com
Siapa sangka, keputusan saya keluar dari Bali – memindahkan basis kerja ke kota Malang, Jawa Timur pada 21 Agustus 2021 – membawa saya mendapatkan kesempatan bekerja di Kabupaten Jember. Kesempatan menjadi General Manager Hotel berbintang 4 saya ambil sekali lagi sejak 1 November 2021.
Memasuki tahun 2022, seperti tahun-tahun sebelumnya, kita selalu menaruh harapan-harapan terhadap yang lebih baik. Meskipun banyak rencana yang sudah kita godog di 2020 harus di re-schedule di tahun 2021, karena pandemi COVID-19 menjadi berkepanjangan dengan tambahan varian-varian mutant. Mau tidak mau, wabah dunia menuntut kita untuk berpartisipasi melakukan kontrol ketat dan menomorsatukan hidup SEHAT jiwa dan raga. Sehingga sebagian dari kita mulai enggan menyusun resolusi untuk masuk 2022. Buat saya, pasrah tanpa melakukan usaha untuk diri sendiri dan orang lain tentunya adalah ke-sia-sia-an menjalani hidup yang menghidupi dan menghidupkan. Walau diri kita masing-masing kalua dilihat hanyalah satu noktah di alam semesta. Marilah kita menyadari tetap kecil tetapi bisa memberi arti.
Saya sendiri percaya jika sepanjang tahun 2022 semua akan jauh menjadi lebih baik apalagi dengan optimism ditambah upaya kerja keras. Jika sebelumnya kita berfokus pada kesehatan dan kondisi keuangan, maka tidak ada salahnya untuk membuat daftar resolusi dengan tujuan yang sama.
Fokus saya pada beberapa opsi yang nyaman untuk diri sendiri, logis, realistik dan terukur. 11 Resolusi yang memungkinkan untuk saya lakukan dan berharap benar-benar akan berdampak pada keseharian sepanjang tahun.
Dan 11 Resolusi saya di tahun 2022 adalah
Open to work menjalani pekerjaan tetap di Jember, selain mendapatkan ijin untuk tetap menjalani freelance sebagai mentor yang berkontribusi terhadap pendidikan di Indonesia. Fokus mentoring ke keilmuan perhotelan Technology for Humanity dengan major Customer Service dan Digitalisasi Salesmanship.
Merancang ulang anggaran finansial. Memasuki 2022 dengan kondisi income dan ekonomi yang mulai stabil. Harus semakin bijaksana dalam pengelolaan keuangan.
Melakukan olahraga ringan, hanya yang saya sukai. Yaitu jalan-jalan keliling kota ditambah porsi kembali nyebur ke kolam renang untuk low impact exercise.
Mencoba memasak satu ide baru setiap minggunya
Lebih rutin menulis untuk jeffreywibisono.com dan namakubrandku.com. Sharing manfaat untuk tambahan pemasukan diri sendiri dan orang lain.
Bergabung dengan komunitas yang sesuai dengan passion. Antara lain Digital Marketing dan organisasi humanisme.
Membuat jadwal membersihkan dan merapikan rumah membuat lebih fresh look dan nyaman dipandang, apalagi dihuni.
Membuat jadwal merapikan dapur.
Mengatur tanaman hijau dan tanaman hias. Gardening.
Melakukan perjalanan mengunjungi keluarga, sanak-saudara, handai taulan dan sahabat-sahabat.
Jelajahi Hobi baru
Bagaimana dengan resolusi teman-teman great people, bro en sist?
Salam sehat sejahtera seger waras untuk semua dan semoga sukses menjalani tahun 2022 dan tahun-tahun selanjutnya.
Sering saya menerima pertanyaan dari beberapa teman pekerja perhotelan
yang mengecek kepribadian dan kapabilitas incoming
pimpinannya. Seorang Director of
Sales yang mempertanyakan seorang General Manager, ataupun Sales Manager yang
mempertanyakan Director of Sales and Marketing.
Repetitif pertanyaannya “Jeff, lu kenal Weice-kah. Gimana sih orangnya?”
– demikian salah satu contoh kalimatnya.
Buat saya ini menunjukkan insecurity
dari teman-teman saya yang belum apa-apa bersiap melakukan tindakan antisipasi
yang menjurus antipati. Salah satu dari
kitakah yang lebih menyukai menerima berita buruk?
Di zaman revolusi industri gen 4.0, piranti digital memfasilitasi
hampir semua orang untuk dapat me-marketing-kan setiap individu dalam hitungan
detik. Viralogi?!
Apakah eksposur personal branding
dengan tujuan khusus menjual suatu skill
tertentu termasuk dalam tindakan menyombongkan diri?
Tunggu dulu, mari kita lihat dari sudut pandang konvensional yang
berbeda. Saya mengambil dari ungkapan peribahasa bahasa Jawa Nyolong Pethek yang saya pelajari.
Pitutur ini seperti merujuk kalimat “tak kenal maka tak sayang”. Nyolong pethek
artinya tidak mengira/menyangka. Nyolong
pethek artinya; meleset dari perkiraan. Arti “pethek” (dibaca pêthèk)
adalah “terka”. Kata majemuk nyolong
pethek berarti sesuatu yang tidak cocok dengan terkaan kita; sesuatu yang
lain sama-sekali dari apa yang kita duga, sehingga kita salah memberi penilaian
di awal, salah menduga. Contoh faktanya adalah sering kita tonton di acara televisi
“Got Talent” yang disiarkan di banyak
negara; mulai dari Amerika, Inggris dan banyak lagi. Seorang sosok yang
sebelumnya tidak kita kenal ternyata surprisingly
very capable. Kapabilitas individu yang rendah hati dengan keahlian khusus
yang mempesona semua orang.
Selanjutnya, disini saya mempergunakan humility – kerendahan-hati dari filosofi nyolong pethek dalam keilmuan leadership-kepemimpinan. Ada ekspresi
dalam bahasa Jawa yang sering terucap yaitu “Gak ndayani!”, ini kesamaaan makna dari nyolong pethek.
Apakah sebenarnya harapan kita untuk dapat mengakui seseorang itu
adalah pemimpin yang hebat?
Ketika kita memikirkan kualitas pemimpin yang hebat, hal pertama yang
muncul di benak saya adalah sifat-sifat seperti karisma, keberanian, dan visi.
Sebagian besar dari kita, tidak berharap untuk melihat kerendahan hati dalam
daftar itu. Akan tetapi seorang born-leader pasti memiliki humility tersebut sebagai partikel di
dalam karisma individunya.
Buat saya, dasar dari kepemimpinan yang hebat adalah seseorang yang
rendah hati. Leader tahu bahwa tugasnya
adalah membangun kepercayaan yang diperolehnya. Kita kemudian memberikan kepercayaan yang setara kepada publik,
dan membangun kepercayaan tersebut berkesinambungan, terus menerus dan selalu
meningkat setiap saat. Namanya juga membangun kan?!
Leader yang rendah hati akan konsisten
dan disiplin dalam memperlakukan orang lain dengan hormat penuh respek terlepas
dari posisi, peran, atau jabatan kita baik itu dalam organisai informal kemasyarakatan
maupun formal lingkungan kerja.
Dalam pekerjaan saya sebagai pekerja di dalam industri hospitality
pariwisata dan perhotelan, saya menekankan pentingnya skill dan ketrampilan tetapi juga fakta bahwa know our worth adalah kerendahan hati, semangat melayani.
Saya memperhatikan banyak humble
leaders menjadi lebih berpengaruh menunjukkan keefektifan. Mereka memiliki energi
positif dan menarik orang yang memiliki energi baik yang sama. Tentunya dari
tatacara dan etika tersebut, kepercayaan diri mereka meningkat. Apakah kita mau dan mampu menjadi figur
panutan seperti mereka?
Berikut adalah beberapa keterampilan kunci – soft skills yang dapat kita pelajari untuk menjadi pemimpin yang rendah hati. Pastinya, ada sebagian dari kita yang sudah memiliki beberapa kemampuan yang diperlukan yang akan saya angkat dan tinggal dengan a little twist untuk mengembangkannya supaya lebih mantap. Semuanya perlu konsistensi dan relevansi pelatihan.
Memimpin dari dalam: Kita sadar bahwa kita selalu memiliki ruang untuk menjadi lebih baik setiap saat sebagai seorang pemimpin yang unggul maupun jati diri pribadi. Apabila kita mau memupuk kerendahan hati sebagai salah satu keterampilan, maka kita bisa menjadi kuat disaat lemah dan menjadi berani saat diliputi rasa takut.
Menjadi teladan/contoh/panutan: Humble leader pasti mampu menjadi teladan. Kita dituntut untuk mau dan mampu memberi contoh perilaku yang baik dan benar. Kepemimpinan kita bukan berdasarkan ekspresi otoritas yang mengatakan “karena saya adalah bos”. Tetapi keteladanan kita ada dalam setiap tindakan nyata.
Pemimpin yang melayani: Humble leader mengarahkan perhatian dan fokus pada berkontribusi terhadap kebutuhan orang-orang di sekitarnya.
Bisa dipercaya: Kita sebagai pemimpin yang rendah hati harus tahu dan sadar cara memperoleh, memberikan, dan membangunnya kepercayaan sebagai dasar dari kepemimpinan yang hebat.
Memiliki kuota kekuatan batin: Menjadi humble leader bukanlah tanda kelembutan atau ketidakberdayaan, tetapi humility adalah modal tenaga dalam unggul. Pemimpin yang terpandang adalah memiliki kerendahan hati di dalamnya dan kepercayaan diri pada penampilan luarnya.
Mengenali kemampuan diri: Pemimpin yang rendah hati akan mengetahui siapa dirinya dan berperilaku sesuai kemampuannya. Kita juga menyadari sisi-sisi kelemahan diri sendiri untuk perbaikan ataupun ditutup dengan cara membangun tim sesuai kapasitas yang diperlukan.
Berkepribadian asli: Humble leader tahu betapa pentingnya bersikap otentik, murni dan asli. Kita adalah orang berkepribadian sama – baik ketika sedang sendirian, di depan umum, juga di dalam kehidupan pribadi dalam segala situasi bersama dengan setiap orang yang berbeda-beda.
Respek terhadap orang lain: Humble leader selalu konsisten dan disiplin dalam memperlakukan setiap orang lain dengan hormat terlepas dari memandang posisi, peran maupun jabatan mereka di publik.
Memahami keterbatasan: Pemimpin yang rendah hati memiliki percaya diri dalam mengenali kelemahan diri sendiri. Untuk mengatasi keterbatasan, kita perlu memiliki tim pendamping dengan kemampuan berbeda saling melengkapi.
Berani mengakui kesalahan: Semua pemimpin pernah melakukan kesalahan dari waktu ke waktu. Ketika kita bersedia untuk berbagi dan mengakui salah-langkah dan kesalahan yang kita buat sendiri, tindakan ini sangat memungkinkan orang lain untuk menaruh simpati-empati dan terhubung lebih erat dengan kita. Kerendahan hati adalah kualitas yang membuat orang lain menelaah sisi manusiawi kita.
Mencari masukan: Keputusan awal untuk bisa meminta masukan dari orang lain bisa jadi cukup rentan untuk mengakui bahwa kita membutuhkan bantuan dan wawasan orang lain. Padahal tindakan meminta masukan ini merupakan simbol karakter hebat itu sendiri.
Akhirnya, apakah ada ajang lomba untuk menjadi seorang Leader?
Maka silakan teman-teman good people, great leaders, menjadi humble. Mengusung humility dan nyolong pethek adalah pilihan dari diri kita pribadi masing-masing. Prinsip ini sama halnya dengan trust-kepercayaan. Percaya terhadap seseorang itu adalah juga pilihan.
Pertama-tama saya hendak mengajak
teman-teman Leader untuk recall – “pernahkah akhir-akhir ini teman-teman
terpaksa menghadapi problema yang merupakan pengalaman pertama dan harus mencari
solusinya?”
Sikap seorang Leader atau Pemimpin sejati sebenarnya diuji
ketika menghadapi situasi dan kondisi kepergok pager suru ini. Untuk
mendapatkan arti sebagai orang yang capable,
bertanggung jawab dan dapat dipercaya, maka seorang leader harus menapaki selangkah
demi selangkah dalam menghadapi dan berusaha menyelesaikan semua masalah. Hadapi
dan selesaikan sampai tuntas. Effective
problem solving adalah salah satu atribut penting untuk membedakan pemimpin
hebat dan berprestasi dengan pemimpin yang mempunyai kualitas biasa-biasa saja.
Sikap seorang manusia tangguh dengan
tanggung jawab sebagai pemimpin adalah seseorang yang mampu menghadapi dan
menyelesaikan masalah yang ada di depannya. Bukan merencanakan urusan solusi
ketika masalah tersebut belum eksis.
Pitutur atau kata-kata bijak kepergok pager suru yang berasal dari kultur Jawa dengan korelasi memiliki pemahaman universal. Terjemahan bahasa indonesia-nya adalah “tiba-tiba bertemu pagar tanaman berduri”. Makna peribahasa ini adalah ketika seseorang menemukan masalah yang datang tiba-tiba dan tanpa persiapan sudah hadir di depan mata. Pitutur Jawa ini bisa diartikan secara bebas dan luas. Bisa jadi pengalaman pertama dari suatu kejadian, di luar ekspektasi kita semua. Mungkin saja ada beberapa hal yang tidak terpikirkan oleh kita ketika persiapan awal dalam melakukan suatu pekerjaan atau urusan. Pernahkan kita mendapati diri kita tiba-tiba dipaksa mikir dan memecahkan masalah yang sangat rumit dan complicated di luar semua pengalaman kita?! Lantas apakah kira-kira ada teknis yang tersedia bagi kita sebagai alat bantu untuk dipergunakan sebagai parameter memecahkan masalah dengan benar dan efektif?
Saya yakin ada!
Menjadi pemimpin berarti kita harus
mempunyai pemahaman cara-cara teknis dan strategis dalam menyelesaikan masalah
secara efektif saat si masalah muncul. Jabatan di manajemen atau kepemimpinan kualifikasinya
tentulah ada pada mereka yang kompeten dan unggul dalam keterampilan teknis
yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan. Bahkan untuk saya ada tambahan yaitu
know your worth dan harus survive under pressure.
Banyak dari kita cenderung berpegang
hanya pada apa yang kita ketahui dan sukai saja. Kita enggan menjelajahi
pengalaman baru dan mengambil tindakan ketika kita sudah terpaksa berada di
dalam kotak masalah. Ini adalah titik awal yang bagus untuk kita dapat keluar
dari zona nyaman. Selain itu, kita dapat mengidentifikasi sesuatu yang kemungkinan
besar dapat kita sempurnakan!
Secara teori tahapan-tahapan problem solving yang efektif yang bisa
saya angkat adalah sebagai berikut:
Meng-identifikasi permasalahan yang timbul – Bakal menjadi seperti apakah apabila permasalahannya kita selesaikan seperti yang kita inginkan?
Pertanyaan ini
membantu kita menemukan standar baru sebagai tolok ukur posisi kita pada saat
masalah terjadi.
Meng-analisa
permasalahan – Pada tahap manakah
masalah yang terjadi?
Ini membantu kita
mengidentifikasi urgensi dari permasalahan. Pada umumnya ada tiga tahapan yaitu
the emergent (baru mulai); the mature (sudah ada damage) dan the crisis (harus
segera dilakukan tindakan koreksi).
Men-deskripsikan permasalahan – Kita harus bisa mendeskripsikan masalah yang terjadi secara tertulis. Cukup dengan maksimum 12 kata atau kurang. Ini adalah teknis asumsi, bahwa masalah yang terjadi bukanlah masalah ilmiah yang rumit. Dengan cara ini kita akan mendapat kejelasan terhadap masalah tersebut.
Mencari akar rumput permasalahan – Pada tahap ini kita banyak melibatkan internal tanya-jawab.
Ajukan
pertanyaaan misalnya:
Siapa yang
bertanggung jawab atas masalah ini?
Kapan masalah
ini pertama kali muncul?
Mengapa ini bisa
terjadi?
Bagaimana
perbedaan dari standar sehingga ini terjadi?
Dimana poin yang
akan paling menyakitkan bagi kita?
Bagaimana cara
kita menyelesaikan masalah ini?
Juga, ajukan
pertanyaan terpenting yaitu – Bisakah kita menggunakannya sebagai solusi
permanen?
Mengembangkan solusi alternatif – Semua masalah yang kita hadapi memiliki banyak solusi. Jadi, yang terbaik adalah menulis dan mengembangkan daftar solusi alternatif bersama tim kerja kita. Kemudian seleksi solusi yang dibahas berdasarkan efisiensi, biaya, nilai jangka panjang, sumber daya yang kita miliki. Baru kemudian kita masuk ke komitmen penyelesaian masalah.
Meng-implementasikan solusi – Menjalankan solusi yang telah kita putuskan termasuk membuat cakupan rencana kerja/ action-plan implementasi-nya. Implementasi berarti bahwa setiap orang di dalam tim kita mengetahui dan memahami peran mereka untuk membuat solusi berfungsi. Kita perlu mempersiapkan jadwal untuk eksekusi, juga sistem monitoring untuk melacak apakah solusi yang diputuskan telah memperbaiki masalah atau perlu koreksi.
Mengukur keberhasilan – Dari rencana implementasi kita pada langkah #6, kita perlu memastikan sistem monitoring untuk melacak hasil. Sehingga pada saat yang ditentukan, kita dapat menjawab pertanyaan seperti:
Apakah berhasil?
Apakah ini
solusi yang tepat dan bagus?
Apakah kita
mempelajari sesuatu di sini dalam implementasi yang dikemudian hari dapat kita
terapkan pada potensi masalah lainnya?
Pada Triwulan pertama 2021 saat
ini, kita semua masih pada fase THE PAIN dari kepergok pager suru. Penanganan permasalahan COVID-19 masuk ke poin
#6 dengan implementasi vaksinasi bertahap. Pemimpin dan penduduk dunia menjadi first timer dari pandemi ini.
Terombang-ambing selama satu tahun dan bisa dipastikan akan lebih lama lagi.
Kita, penduduk warga negara dunia era gen 4.0 sekarang ini di adalah generasi yang teruji. Kita dengan perumpamaan berada di dalam badai yang sama dengan perahu yang berbeda-beda dalam menghadapi tekanan internal dan eksternal.
Apakah kita semua yang mampu melampaui masa ini berarti akan mampu menjadi Leader?
Sama dengan trust – percaya! Menjadi Leader – Pemimpin adalah pilihan. Dan … kalau menjadi leader adalah pilihan Anda, maka jadilah leader yang bisa dipercaya dengan penuh respek oleh pengikutnya.
Apa sebenarnya tujuan kita
membangun Personal Branding?
Untuk konsumsi siapa atau publik
yang mana?
Tentunya perihal personal branding adalah sebagai bagian
dari komitmen bisnis kita dan peningkatan karir, bukan hobby!
Strategi pencitraan diri – personal branding adalah segala upaya untuk
mengubah reputasi dan karir kita dari yang biasa-biasa saja menjadi high visibility. Kita bisa membuat tolok
ukur sendiri dari saat kita mengawali titik balik hingga ke tingkat yang hendak
kita capai. Strategi kekinian untuk aktivitas personal branding erat kaitannya dengan konten marketing.
Lalu, kalau saya di poin konten marketing untuk personal branding, sebaiknya kita bisa mengambil referensi positif laku Mandhor Klungsu. Bagi saya, budaya Jawa pitutur luhur bernilai universal dan berlaku sepanjang masa. Dan mandhor klungsu ini mengajarkan kita perihal humility – kerendahan hati.
Klungsu adalah biji buah asam dan Mandhor diartikan sebagai pemimpin. Kita semua sudah tahu biji
asam, bukan? Bentuknya kecil sedikit kotak tiga (3) dimensi seperti mata cincin
warna coklat tua, berkulit keras, cantik berkilau. Biji asam ini apabila
ditanam, dipelihara dengan baik, akan menjadi pohon asam yang besar dan kokoh,
rimbun dan berbuah lebat. Pohon asam identik dengan jenis pohon yang semua
bagiannya bermanfaat bagi manusia. Pohon asam bisa diambil kayunya. Daunnya yang
disebut sinom, bisa dimanfaatkan
untuk pengobatan. Buahnya untuk bumbu dan beragam kreasi makanan, juga untuk
perawatan tubuh. Akarnyapun bisa untuk bahan obat.
Perumpamaan bijak perihal pohon
asam ini mengajak kita untuk menjadi mandhor. Pemimpin terhadap klungsu kecil
refleksi diri kita sendiri. Maknanya adalah walau berasal dari bibit yang
kecil, ketika kita bisa memimpin diri sendiri, maka kita akan berguna dan
menyebarkan manfaat yang besar dan luas bagi kehidupan seperti pohon asam. Kita
diajarkan untuk menjadi kokoh dan memberi manfaat sebesar-besarnya bagi
sebanyak-banyaknya makhluk hidup.
Kemudian, sebelum kita mendalami
dan terjun menjalankan strategi personal
branding untuk diri kita sendiri, saya ingin Anda mengetahui, bahwa ada satu karakteristik penting yang kita
perlukan untuk pencitraan positif yang akan membawa karier kita ke tingkat
berikutnya yaitu komitmen dan konsistensi untuk mewujudkannya. Kita harus fokus
pada proses untuk mencapainya, selangkah demi selangkah. Ini adalah perjalanan
yang layak dilakukan! Pada saatnya, kita
akan takjub pada diri sendiri dan tingkatan yang kita raih. Banyak dari kita
tidak lahir sebagai penulis, tidak lahir sebagai superstar, akan tetapi kita
bisa menjadi dengan banyak pelatihan, menemukan kesempatan dan memaksimalkan
upaya menggunakan kesempatan tersebut.
Selanjutnya Roadmap Personal Branding yang saya punya, yaitu menyatukan semua rencana dan tindakan yang saling
bertautan secara koheren. Menjadikan roadmap
sebagai panduan formal. Ini berarti saya secara rutin menuliskannya,
merenungkan tanya-jawab terhadap diri sendiri, kalau perlu kemudian merevisi
dan memperbarui strategi. Ide-ide baru selalu
muncul secara dinamis kapanpun dan selalu segera saya catat untuk bisa direview
dikemudian hari. Kira-kita demikian tahapannya
Tahap I adalah Strategi
Menentukan
tingkatan kita saat ini.
Mengidentifikasi
keahlian/spesialisasi kita
Menentukan
target audiens
Menentukan
perspektif unik kita
Menentukan
tools yang hendak kita pergunakan
terus menerus
Memberi
penilaian sendiri terhadap keterampilan kita
Tahu
kepada siada dan kemana kita pergi apabila memerlukan bantuan
Tahap II adalah menyiapkan
infrastruktur
Menyiapkan media
kit yang berisi profil biodata kita. Di gen 4.0 ini sudah jamak kalau kita
bisa share video reel dan klip public speaking.
Selalu update
biodata kita untuk meningkatkan kredibilitas. Kalaupun sudah siap, mempunyai Website adalah baik.
Mempunyai blog
Membuat tools
conversi
Mengaktifkan profil di media sosial
Memiliki platform email.
Tahap III adalah meningkatkan keahlian
Meluangkan
waktu melatih keterampilan baru
Tahap IV adalah Reveal – Munculkan
– Expose dan mainkan!
Akhirnya, jika kita adalah seseorang
yang memiliki ambisi untuk menjadi market leader di industri kita
masing-masing dengan ilmu mandhor klungsu,
maka roadmap ini dapat memandu kita
di jalur pendakian yang cepat dan terpandang. Wajar jika pada awalnya, kita
akan merasa terbebani, terutama jika kita sudah sibuk. Kuncinya hanya memecah tahapan
strategi kita menjadi bagian-bagian yang dapat dikelola. Selangkah demi
selangkah, bertahap.
Apabila kita konsisten, relevan
dan interaktif, maka personal branding kita dari hari ke hari akan mulai kelihatan
hasilnya. Kita akan menikmati aliran respon, mendapat peluang berbicara di sana-sini,
dan meningkat pula jumlah follower dan fans baru. Pada titik tertentu, orang
akan mulai meminta kita dan ingin mempekerjakan kita atas dasar reputasi yang
kita kelola sendiri. Tentunya kalau
sudah pada pencapaian ini, baru kita merasakan kerja keras kita sepadan.
Sensasional!
Dalam masa pandemi COVID-19 yang
berkepanjangan sejak ditetapkan di Indonesia pada bulan Maret 2020, kita sudah
mendapat panduan standar operasional (basic
requirement) Panduan
Pelaksanaan Cleanliness, Health, Safety and Environmental Sustainability (CHSE)
atau yang selanjutnya disebut Panduan Pelaksanaan Kebersihan, Kesehatan,
Keselamatan, dan Kelestarian Lingkungan di Hotel atau Hospitality Industry pada
umumnya.
Pertanyaan saya adalah … “What we can do more?” untuk meningkatkan kenyamanan tamu yang pola kebiasaan mereka selama berada di lingkungan hotel perlu kita kondisikan. Bisa kita katakan, kita ubah sesuai prosedur baru yang harus diberlakukan. What does hospitality look like in a contactless world?
Meninjau dari beberapa sudut pandang, salah satunya adalah kita harus menetapkan untuk perlu tetap pada posisi kompetitif dalam masa permintaaan sangat rendah (low demand).. Maka kita perlu men-skenariokan beberapa Best Practise, temuan-temuan layanan di atas rata-rata untuk kenyamanan tamu.
Ya, sepertinya menjadi kontradiktif.
Kita perlu meningkatkan layanan disaat permintaan rendah dan kondisi pemasukan
hotel terdampak. Di posisi ini rata-rata hotel melakukan efisiensi. Jadi
jawabannya adalah bagaimana menciptakan best
practises – memberikan pengalaman terbaik kepada tamu secara efisien.
Suatu management hotel pasti sudah menetapkan harga sewa kamar per malam.
Berapa Room Cost pada saat kamar kosong dan kamar occupied?
Berapa Incremental Cost kita?
Berapa Burdened Cost kita?
Apabila kita menjual dengan harga dibawah rata-rata (low rates), bisa-bisa kita malah mendapat sentimen negatif seperti merencakan bisnis untuk gulung tikar. Solusinya adalah kita harus memperhitungkan tarif pada ceruk strategi yang efektif untuk memenangkan pangsa pasar di mana kita bersaing. Menganalisa market price.
Lalu best practise apa sajakah yang bisa kita review dan korelasikan sehubungan
dengan list incremental cost yang
bisa saya sebut beberapa berikut ini?
Listrik termasuk perhitungan penggunaan
penerangan, TV, charging ponsel dan AC.
Air termasuk perhitungan untuk cuci tangan,
gosok gigi, mandi dan flushing toilets.
Wear & Tear termasuk perhitungan orang yang
jalan di atas lantai tegel berbagai bahan seperti marmer atau keramik atau
parquet maupun berkarpet, tidur di kasur, memutar hendel pintu, menggunakan lightbulbs)
Breakfast
Housekeeping memperhitungkan biaya membersihkan
kamar termasuk penggunaan cleaning
supplies.
Kemudian dari list burdened costs yang bisa saya sebut
beberapa berikut ini?:
Staff/ Manning (maintenance, front desk, management, breakfast attendant, dst.)
Mortgage (Penyususutan nilai aset)
Asuransi
Koneksi Internet dan Wi-Fi
Perawatan area parkir
Penambahan Handuk Baru (OS&E)
Biaya langganan cable TV
Marketing
Trade shows
Membership asosiasi
Baik, masih kita mengacu pada CHSE, sambil mengikuti proses berhitung incremental dan burdened costs. Untuk meningkatkan confidence, kita harus menggunakan referensi angka-angka yang muncul untuk memulai service journey menuju pengelolaan best practise yang sukses.
Di bagian hajatan ini saya hendak urun uyah melibatkan pemikiran dalam best practise di hotel. Kata urun uyah dalam budaya Jawa dapat diartikan kita turut memberi bantuan untuk suatu kegiatan besar. Semoga sedikit yang bisa saya deliver, dapat diimplementasikan di beberapa hotel atau hospitality industryin general. Sekaligus memberi manfaat dari spektrum di ujung yang berbeda. Pedoman saya adalah service centered, guest oriented dengan kalimat “Please, IMPRESS me! I am a boutique”
Pertama tentunya dari semua-semua aturan, esensi dari tindakan preventif COVID-19 adalah Menjaga Jarak Aman. Tindakan ini memberi pengaruh pada semua SOP (Standard Operating Procedure) yang nyaman, tetap beretika dan mempunyai nilai estetika.
Lalu, bagaimana dengan layanan Room Service atau In-Room Dining?
Mengapa harga makanan dan minuman di Room Service menu lebih tinggi daripada di restaurant hotel?
Padahal secara logika, kualitas makanan dan minuman sudah menurun ketika sampai di kamar tamu. Plating, condiment, cutletleries ditata menyesuaikan ukuran nampan untuk sekali antar, harus detail dan sekomplit mungkin termasuk sudah meletakkan item tusuk gigi, dan disposal napkins. Dan satu lagi – tidak dilayani oleh Waiter/Waitress yang in-charge.
Di layanan Room Service ini yang
harus unggul adalah kenyamanan dan privacy
tamu.
So how?
Menu: Sediakan disposal Room Service dan Mini Bar Menu untuk menanggulangi resiko penularan berantai. Menjadi bagian dari tambahan standard set-up Housekeeping. Banyak hotel sudah alih teknologi Menu on TV dan Scan QR Code.
Delivery/Retrieval: Sesuai pedoman yang diberikan oleh pemerintah, Waiter/Waitress wajib menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) = Provision of Personal Protective Equipment (PPE).
Semua menu yang diorder oleh tamu, penyajian deliverynya adalah semua makanan maupun minuman dalam kondisi tertutup rapi dan sedap dipandang. Karena penampakan ini yang akan diterima dan dilihat oleh tamu yang mengorder.
Hotel harus meminimalkan kehadiran staff di kamar tamu. Maka Waiter/Waitress setelah menekan bel pintu sambil memberitahukan kehadiran departemennya, dia melangkah mundur untuk mengatur jarak aman, berdiri dalam posisi siap melayani sampai tamu membuka pintu. Hotel menawarkan pengiriman tanpa kontak. Waiter/Waitress tetap harus menunggu sampai tamu membawa masuk trolley/ nampan yang berisi pesanannya, sampai kemudian tamu menutup pintu. Best practise ini perlu dilakukan untuk antisipasi apabila tamu memerlukan bantuan lebih lanjut pada momen delivery tersebut.
Good Hygiene Practices (GHP): Salt & Pepper cruets, Vas Bunga, Hot Boxes, Nampan dan perlengkapan lainnya tetap bisa disertakan setelah dilakukan antisipasi higinitasnya. Maka best practise-nya adalah menggunakan disposable (sekali pakai) paper napkins/tray liners sebagai pengganti yang berbahan linen (kain).
Apakah kita perlu juga menyajikan sebotol kecil handsanitizer berlogo hotel kita sebagai giveaway?
Lalu apakah teman-teman punya SOP lain untuk ditingkatkan menjadi Best Practise?
Welcome Drink, gelasnya dan cara menyajikannya, mungkin?
Silakan, selamat berkarya.
Apabila teman-teman perlu bantuan untuk brainstorming atau membahas lebih lanjut perihal service pada operational hotel, silakan mengontak saya langsung melalui email, jeff@namakubrandku.com
Salam sehat sejahtera senantiasa untuk semuanya. Semoga sukses!